Karena, siapa saja
yang ambisinya akhirat, maka ia akan selalu mengingatnya dalam setiap kondisi
di dunia. Anda akan mendapatinya tidak bergembira, tidak bersedih, tidak ridha,
tidak marah dan tidak berusaha, kecuali untuk akhirat. Ia akan selalu mengingat
akhirat dalam mencari rizki, berjual beli, bekerja,memberi, dan dalam semua
urusannya. Siapa saja yang demikian kondisinya, maka Allah subhanahu
wata’ala akan menganugerahinya tiga kenikmatan yaitu:
Pertama, Anugerah
Persatuan.
Allah subhanahu
wata’ala akan menganugerahinya ketenteraman dan ketenangan, menghimpun
pikirannya, mengurangi kelupaannya, menyatukan keluarganya, menambah rasa kasih
antara dia dan mereka, memudahkan mereka untuknya, mempersatukan semua
kerabatnya, menghindarkannya dari perpecahan dan pemutusan hubungan rahim.
Dengan begitu, seluruh dunia bersatu untuknya. Dunia bersatu untuk
kepentingannya dan semua apa yang diinginkannya di dalam berbuat ta'at kepada
Allah subhanahu wata’ala.
Kedua, Anugerah
Kaya Hati.
Ini merupakan
nikmat yang amat besar yang dianugerahkan Allah subhanahu wata’ala khusus bagi
hamba yang dikehendaki-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, "Maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS.
An-Nahl:97).
Ibn Katsir
menafsirkan ayat tersebut dengan keridhaan dan kepuasan hati yang tidak lain
adalah kaya diri dan kepuasannya dengan apa yang dianugerahkan melalui doa yang
sungguh-sungguh.
Kekayaan bukan
segala-galanya, bahkan terkadang ada orang yang dibuat letih oleh hartanya.
Sedangkan orang yang menjadikan akhirat sebagai ambisinya, kita dapati dia
selalu ridha, puas diri, bahagia, ceria dan baik jiwanya. Ia tidak tamak kepada
dunia dan bekerja sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, "Bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah di dalam mencari
(rizki)."
Yakni, berusahalah
dengan usaha yang diterima, yang dibolehkan di dalam mendapatkan dunia.
Janganlah seseorang menjadikannya sebagai ambisi yang menyibukkan dirinya yakni
ia habiskan semua waktunya untuk dunia.
Ketiga, Dunia
Datang dan Cinta Kepadanya.
Dunia ini memang
aneh; bila anda kejar, ia akan lari tetapi bila anda berpaling darinya, ia akan
mengejar anda, dan ini sesuatu yang sudah terbukti. Banyak orang shalih
menyebut kondisi mereka dengan dunia, "Kami sibukkan diri dengan urusan
dien, lalu dunia pun menyongsong kami."
Sebaliknya, siapa
saja yang menjadikan dunia sebagai ambisinya dan segala sesuatu ia jadikan demi
dunia; seperti ridha, marah, senang, benci, ceria, bicara, mencela dan
sebagainya, maka orang yang kondisinya demikian akan diberi hukuman oleh Allah subhanahu
wata’ala dengan tiga hukuman yang disegerakan:
Pertama,
Mencerai-beraikan Persatuannya.
Ia akan menjadi
orang yang hatinya tercerai-berai, pikirannya kacau, banyak cemas terhadap
urusan-urusan dunia, sekalipun hanya sepele. Harta, keluarga dan tanggungannya
membuatnya terpisah, sekalipun mereka berada di hadapan matanya, sebagai akibat
dari mementingkan dunia saja.
Kedua, Dilanda
Kefakiran.
Ia tidak pernah
merasa puas, sehingga membuatnya selalu berhajat di balik kesenangan dunia dan
perhiasannya. Ini tentu saja membuatnya semakin letih, sedih dan cemas. Ia
boros terhadap kesenangan dunia dan hal yang bersifat hura-hura, namun amat
bakhil di dalam bersedekah dan berbuat kebajikan.
Ketiga, Dunia Lari
Darinya.
Ia mencarinya namun
dunia menjauhinya. Ia berlari mengejar dan meminum darinya seperti orang yang
menimba air di laut untuk diminum; namun setiap diminum, ia semakin merasakan
haus dan dahaga.
'Utsman bin 'Affan
radhiyallahu ‘anhu berkata,
"Ambisi dunia adalah kegelapan di hati, sedangkan ambisi akhirat adalah cahaya di hati."
Dalam masalah ini,
manusia terbagi kepada tiga jenis:
Pertama, Orang-orang yang
dikalahkan oleh ambisi akhirat sehingga mereka bekerja untuk dunia menurut
kacamata akhirat dan menyadari bahwa dunia hanyalah jembatan yang membawa
mereka sampai ke akhirat.
Kedua, Orang-orang yang
dikalahkan oleh cinta dunia hingga akhirat terlupakan oleh mereka, dan ambisi
dunia telah menyibukkan hati mereka.
Ketiga, Orang-orang yang
disibukkan oleh dunia dan juga akhirat. Mereka ini adalah para pencampur-aduk
urusan, dan betapa banyaknya manusia tipe seperti ini di zaman sekarang. Mereka
berada dalam posisi yang tidak aman bahkan dalam bahaya.
Kriteria Orang yang
Memiliki Ambisi Akhirat
Memiliki Rasa Takut
dan Sedih.
Sekalipun mereka
berharap akan rahmat Allah subhanahu wata’ala dan ta'at kepada-Nya,
hanya saja mereka tidak terpaku pada hal itu saja. Mereka dilanda kesedihan
atas segala hal yang telah disia-siakan dan menyesali dosa yang dilakukan
sekalipun hanya sepele. Mereka selalu dalam kondisi sadar dan ingat. Mereka
bersedih atas kezhaliman, kekerasan, keterlantaran, keterhinaan dan semua
kondisi yang dialami kaum muslimin. Dan yang paling mereka takutkan adalah
buruknya akhir hidup (Su`ul Khatimah).
Sufyan ats-Tsaury
berkata, "Aku takut kalau tercatat di Lauh al-Mahfuzh sebagai orang
yang sengsara, aku takut terampas iman ketika akan mati."
Kesedihan itu
membawa mereka untuk kembali kepada Allah subhanahu wata’ala dan
menyucikan diri dari segala dosa. Mereka selalu sedih bila melakukan suatu
perbuatan dosa hingga dapat melakukan suatu kebaikan yang menghapusnya. Namun
orang yang gandrung dengan dunia, semua kesedihan-kesedihan dan ambisinya
hanyalah demi dunia.
Terus Beramal untuk
Akhirat.
Kesedihan mereka
karena ambisi akhirat, rasa takut dan ingat mati tidak pernah menahan tangis di
rumah-rumah mereka atas diri mereka. Rasa takut mendorong mereka untuk menambah
frekuensi amal shalih. Sedangkan orang yang merasa aman, tergoda dan terpedaya
dengan amalannya, dikuasai oleh sifat malas dan berandai-andai serta kurang
memiliki sifat wara' karena mengandal kan perma'afan Rabb-nya semata.
Tersentuh dengan
Pemandangan Kematian dan Selalu Mengingatnya.
Kondisi ini
menyebabkan hati mereka hidup sebab mereka mengaitkan semua apa yang mereka
lihat di dunia dengan akhirat. Hal yang paling menyentuh hati mereka adalah
pemandangan kematian dan saat-saat sekarat.
Lain halnya dengan
orang-orang yang ambisinya hanya dunia dan hati mereka sudah keras, mereka
tidak mau mendengar kematian disebut bahkan merasa terganggu karena mengira
dapat lolos dari kematian. Al-Qur'an menolak anggapan orang yang berpikiran
seperti ini,(baca: QS. Al-Jumu'ah:8).
Faktor-Faktor yang
Menghalangi Perhatian terhadap Akhirat
Mengejar Dunia dan
Antusias Terhadapnya.
Tidak dapat
diragukan lagi bahwa sibuk dengan urusan dunia merupakan faktor paling besar
yang dapat menyebabkan lemahnya persiapan untuk melakukan amalan setelah mati.
Yang dicela dari hal ini bilamana kesibukan-kesibukan duniawi itu semata-mata
menjadi tujuan; dicinta dan dipatuhi selain Allah subhanahu wata’ala.
Tidak Mau Mengingat
Kematian dan Dahsyatnya Kiamat.
Tidak pernah
terlintas sedikit pun di pikiran orang-orang yang gandrung dengan dunia ini
pemandangan akhirat, mengingat mati dan setelahnya. Hal ini membuat mereka
menyia-nyiakan waktu dan umur.
Terpedaya dengan
Kesehatan Jasmani.
Di antara
orang-orang yang gandrung dengan dunia ada yang terpedaya dengan kesehatan
jasmani dan masa mudanya. Mereka tidak menyadari bahwa kesehatan itu hanya
pinjaman dan barangkali pinjaman itu harus dikembalikan, sementara ruh masih
berada di dalam jasad. Bila yang terpedaya dengan kesehatannya ini adalah orang
yang memiliki jabatan dan kekayaan, tentu ia akan bertambah lupa terhadap
akhirat dan lalai untuk meraih perbekalannya.
Sumber: “Takwîn
Hamm al-Akhirah” karya Asma` binti Râsyid ar-Ruwaisyid
Photo Credit: khutbahjumat.com
Photo Credit: khutbahjumat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.