Rabu, 27 Desember 2017

Tadabbur Q.S. Al-Hadiid: 16 "Khusyu"

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Al-Hadiid: 16)

Sahabat yang budiman, dalam hingar bingar kehidupan modern yang serba cepat saat ini. ayat ini berusaha menggugah kesadaran kita dengan pertanyaan, dan pertanyaan itu dihadapkan kepada orang yang telah mengaku dirinya beriman, apakah sudah perbuatannya sudah membuktikan bahwa ia adalah orang yang beriman? Salah satu tanda orang itu beriman adalah hati mereka selalu khusyu kepada Allah.

Di ayat ke 2 Qur’an surah al-Anfal menunjukkan salah satu tanda bagaimana pengaruh adanya iman itu terhadap jiwa dan sikap hidup kita.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." [Q.S. al-Anfal: 02] .

Apabila kita pertemukan ayat ke 2 surah al-Anfal ini dengan ayat 16 dari surah al-Hadiid, dapatlah berita dan tanda-tanda di ayat yang pertama dengan ayat 16 surah al-Hadiid ini, bukan pertanyaan dari Allah saja, bahkan pertanyaan dari kita sendiri kepada diri sendiri, sudahkah saya ini beriman? Dan kalau belum, kapan lagi saya buktikan?

Lalu apa makna khusyu dalam ayat ini?

Khusyu, artinya hati yang rendah dan tunduk kepada Allah, yang insaf akan kerendahan dan kelamahan diri berhadapan  Allah yang Maha Kuasa. Pertanyaannya, ketika nama Allah disebut orang, bila mendengar orang memberikan pengajaran, apabila mendengar Al-Qur’an, apakah hati ini tergetar atau tidak? Sudahkah ada perasaan bahwa kita sedang menghadap Allah yang Maha Kuasa, Maha Pemberi Rezeki, Maha Penyayang, Maha Melihat setiap gerak-gerik kita, dan Maha Mendengar setiap doa yang dipinta hamba-Nya?
Pertanyaan selanjutnya, setelah mendengar itu semuanya, adakah tekad hendak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh-Nya? Menurut keterangan Abdullah bin al-Mubarak: pertanyaan ini datang dari Allah setelah tiga belas tahun masa sejak ayat pertama turun bahkan menurut suatu riwayat dari Abdullah bin Mas;ud, setelah empat tahun kami menerima Islam, datanglah pertanyaan ayat ini kepada kami. Lalu bagaimana dengan kita?

Sahabat, ada pelajaran terpenting dalam ayat ini ialah bahwa ilmu manusia dapat bertambah dan ayat-ayat dapat turun satu, dua ayat dan seterusnya. Apalagi di zaman canggih seperti yang kita rasakan saat ini. kita dengan mudah mencari, menerima, melihat, dan mendengar pembahasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an, baik berupa  teks, audio, maupun visual. Namun, satu hal yang lekas hilang dari sebagian orang mukmin ialah rasa khusyunya kepada Allah.

Syaddad bin Aus mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah shalaullohhu ‘alaihi wasaslam bersabda,
“Sesungguhnya, yang mula-mula diangkatkan Allah dari hati manusia ialah rasa khusyu itu”

Selanjutnya Allah berfirman, “Dan janganlah ada mereka seperti orang-orang yang kedatangan kitab sebelumnya.” yang dimaksudkan dengan orang-orang yang kedatangan kitab sebelum Al-Qur’an itu ialah orang yahudi yang kedatangan kitab Taurat yang dibawa Nabi Musa dan orang-orang Nasrani yang kedatangan injil yang dibawa oleh Nabi Isa al-Masih, “maka panjanglah masa yang mereka lalui, maka menjadi kerasalah hati mereka.” Sehingga kitab-kitab ang mulia itu dibaca setiap hari, bahkan dihafal bersama artinya, namun tidak ada pengaruh pada hati, sebab hati itu sudah kasar. Kitab sudah lama diterima, namun dia tidak berbekas lagi terhadap hati.

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita pernah bahkan sering melihat orang yang berilmu, fasih bacaan Al-Qur’annya, dianggap masyarakat sebagai Ustadz akan tetapi, memiliki hati yang kasar terhadap sesama muslim. Biasanya, semakin tinggi kedudukannya semakin besar rasa egonya untuk memecah egonya demi menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya untuk saling maaf-memaafkan. Kenapa ini bisa terjadi? Bukankah ia sering membaca Al-Qur’an? Fasih dan mengerti artinya?

“dan banyak diantara mereka yang fasik”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya memberikan tafsir yang dapat kita renungkan dalam hal ini. kata beliau, “Allah telah melarang orang-orang yang berman menyerupai orang yang menerima kitab terdahulu dari mereka, yaitu Yahudi dan Nasrani. Setelah lama diantaranya, telah mereka tukar saja kitab yang ada di tangan mereka itu dengan kitab lain, lalu mereka jual dengan harga yang sedikit, sedang kitab yang asli mereka buang jauh.

mereka lebih mementingkan pendapat sendiri daripada ayat-ayat yang diturunkan Allah, bahkan mereka tukar, lalu timbul perselisihan di antarasatu sama lain, lalu mereka ikutilah pendapat manusia di dalam mempertimbangkan hukum Allah.

 lebih dari itu mereka ambillah pendeta-pendeta mereka menjadi Tuhan disamping Allah. Lantaran itu, hati mereka pun kusut dan kasar, sehingga mereka tidak mau menerima ganjaran lagi dari yang lain dan tidak ada lagi hati yang lunak untuk menerima peringatan dan pengajaran. Banyaklah di antara mereka yang fasik. Bahkan berani mengubah-ubah ayat al-kitab itu atau memberikan tafsiran menurut apa yang hendak mereka pikirkan.

Al-Qurtubi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa begitulah kelakuan dari pendeta-pendeta Nashara yang menguasai kitab-kitab suci itu, sehingga apa yang mereka putuskan itulah yang mesti diterima tidak boleh dibantah lagi. Akhirnya, kita lihat sendiri timbulnya peperangan di antara pemeluk suatu agama, yaitu katolik dan protestan, keduanya mendakwahkan dirinya di pihak yang benar, dan lawannya dikafirkan dan dimusuhi bahkan dibunuh.

Maka sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir tadi, ayat ini mengingatkan kepada umat Muhammad shalaullahhu ‘alaihi wassalam bahwasannya ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur’an hendaklah menimbulkan khusyu dan menimbulkan cita-cita yang tinggi untuk mengamalkan isinya, jangan sampai seperti yang diperumpamakan Allah di dalam Al-Qur’an, laksana keledai memikul kitab-kitab, bagaimana pun berat yang dipikulnya namun dia tidak tahu apa isinya.



Perkara ini, yaitu khusyu’ merupakan perkara yang berat membutuhkan usaha dan jerih payah. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia paling mulia berlindung kepada Allah dari hati yang lalai, dari hati yang tidak khusyu’ :
  
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَنَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَعِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَدَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah merasa puas, dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari doa yang tidak terkabul” (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan An Nasa’i)
  
Jakarta, 9 Rabiul Akhir 1439 H

Photo Credit: Calm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.