Dalam silaturahim saya ke salah seorang senior
saya, dengan gurau beliau berkata: Ayo, sudah cari kado belum untuk hari ibu?
Di grup orang-orang baik yang ada di media sosial
pun bermunculan berbagai kreasi gambar tentang kemuliaan seorang ibu dan
ujungnya: Selamat Hari Ibu.
Saya baru sadar kalau ini adalah bulan di mana
hari ibu diperingati. Dari sejak awal, saya katakan bahwa berbagai peringatan
hari tersebut jelas bukan karakter agama Islam ini. Tak hanya hari ibu, ada
juga hari ayah, hari tembakau, hari kanker, dan entah hari-hari apa yang akan
diusulkan kembali setelah ini.
Ini hadir dari kebiasaan sebuah masyarakat yang
tidak mampu memenuhi hak seseuatu yang diperingati tersebut. Maka untuk
memberikan kepedulian dan perhatian mereka, hari itu diadakan.
Silakan baca sejarah hari-hari tersebut. Hari ibu
ini contohnya. Hari yang mulai diramaikan di Amerika ini menjadi hari yang
diperingati mengingat masyarakat Amerika adalah masyarakat tanpa ikatan
kekeluargaan seperti yang kita kenal dalam Islam. Semakin hari semakin
renggang, bahkan bisa tidak saling kenal. Kawin cerai semakin membuat rumit
hubungan antara anak dan orang tuanya. Tak ada bab birrul walidain dalam kajian
etika mereka. Melihat itu semua, nurani mereka mulai terusik. Ibu yang berjasa
–setidaknya- mengandung dan melahirkan, harus dihormati jasanya. Bahkan gereja
tak sanggup menyuguhkan moral itu.
Hingga Anna Jarvis tahun 1908 untuk kali pertama
membawa bunga yang dibagikan kepada para jemaat yang ada di gereja tempat
dahulu ibunya beribadat. Sebelum ini semua, Julia Ward Howe sudah
mengkampanyekan ibu untuk keselamatan di Inggris, dalam rangka menyatukan
wanita untuk melawan peperangan yang sedang terjadi.
Anna Jarvis memilih waktu Minggu, karena ia ingin
menjadi peringatan yang berkekuatan spiritual gereja. Konggres Amerika baru
menyepakatinya sebagai hari resmi nasional pada tahun 1914.
Tapi tahukah Anda, kalau Anna Jarvis akhirnya
menyesal?
Hanya 9 tahun setelah diresmikannya hari ibu,
Amerika mulai berpesta di setiap hari ibu tiba. Dengan dalih menghormati ibu,
mereka hanya memanfaatkannya untuk bisnis dan marketing berbagai hadiah di
pasar. Sakralitas gereja telah berubah menjadi ajang marketing pasar.
Anna Jarvis menyesal, “Saya berharap bahwa saya
tidak memulai hari ini, karena ia telah keluar dari kendalinya.”
Anna mengerahkan sisa hidup dan hartanya untuk
mengembalikan hari yang telah disesalinya itu. Dengan semua kemarahannya. Tapi
tanpa hasil. Bahkan disebutkan bahwa ia ditangkap tahun 1948 gara-gara demo
atas keruhnya hari ibu, dia dianggap mengganggu kesalamatan.
Maaf, apa istimewanya sejarah hari ibu di atas?
Bermula dari pembagian bunga dan hanya berujung
pada penjualan bunga. Bermula dari gereja berujung penyesalan. Dan akhirnya
penangkapan
Maaf, apa istimewanya?
Cermatilah semua peringatan yang mereka buat. Tak
jauh dari suasana seperti itu.
Perlahan tapi pasti, peringatan seperti ini mulai
memasuki tubuh muslimin yang tak lagi mempunyai pertahanan kokoh. Termasuk
negeri ini. Kita lupa kalau kita ini muslim. Tak memerlukan sebuah hari di mana
kita menghormati dan berbakti kepada ibu kita.
Karenanya,
Maaf ibu
Tak ada bunga untukmu
Tidak kartu tak pula makanan kesukaanmu
Hanya di hari ibu
Karena aku sadari sepenuhnya
Kaulah segalanya
Tempatmu hanya sederajat di bawah Allah dan
Rasul-Nya
Tiga kali lipat di atas ayah kau lebih mulia
Surga ada di bawah telapak kakimu
Kau pintu surga anak-anakmu
Makhluk yang paling berhak terhadap diriku adalah
dirimu
Perintah Al-Quran untuk bakti hanya menyebut
jasamu
Al Adabul Mufrod karya Al Bukhari membuka dengan
bab tentangmu
Doa ampunan dan kasih sayang selalu terkirimkan
untukmu
Setelah amal dan dalam sujud panjangku selalu
kado doa untukmu
Bahkan, Bakti kepadamu tak terhenti setelah
tiadamu
Untuk mengantar yang terbaik hingga
peristirahatan indahmu
Untuk semua janji, kewajiban, dan wasiatmu
Untuk saudara dan kerabatmu
Untuk teman baikmu
Karena seluruh hidupku untukmu,
Disetiap hela nafasku
Sadar, tawaf menggendongmu tak mampu membalas
setetes air susumu
Dan, Karena bakti tak mengenal hari .....
Tulisan: Ustadz Budi Ashari, Lc
Photo Credit: ruangmuslimah
Tulisan: Ustadz Budi Ashari, Lc
Photo Credit: ruangmuslimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.