Minggu, 15 Oktober 2017

Cara Prof. Malik Fajar Mengelola Perguruan Tinggi yang awalnya tidak pernah dilirik orang menjadi PT yang Menarik Perhatian

Ada satu pembahasan yang tidak pernah tuntas dalam setiap diskusi bersama akademika kampus. Tentu sudah bukan hal yang asing bahwa mahasiswa adalah bahan bakar bagi Perguruan Tinggi untuk terus bisa beroperasi, apalagi kampus swasta. Kecuali kampus yang sudah memiliki kegiatan sampingan berupa usaha pom bensin, hotel, perkebunan, sehingga tidak bergantung kepada kantong mahasiswa.

Menarik sekali jika kita meninjau apa yang dilakukan oleh Prof. Malik Fajar dalam memajukan UMM dan UMS. Mengapa? Dari sebuah PT yang tidak pernah dilirik orang menjadi PT yang menarik kerumunan umat untuk memasukkan anak-anaknya ke sana.

Dari kampus yang tidak memiliki gedung sendiri dan terkesan kumuh sampai kini menjadi kampus megah dan elite bila disandingkan dengan kampus-kampus di sekitarnya. Dari program akademik yang kurang menjanjikan masa depan sampai kepada program akademik yang mampu melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki competitive advantage di era global.

Tahukah Anda apa rahasia kuncinya?

Prof. Malik bilang hanya “satu” yaitu angrem di kampus bagi pemimpin dan civitas akademikanya. “Jangan harap anak ayam akan menetas dengan baik jika induk ayam tidak mau mengerami dengan sunguh-sungguh.” Katanya

Sikap angrem (mengeram) ini hanya dimiliki oleh ayam kampung. Pemimpin PT dan dosen harus selalu angrem (mengeram) di kampus jika ingin melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang siap menghadapi perubahan dan persaingan global.

Dosen, misalnya, tidak cukup dengan hanya mengajar dan menyampaikan ilmu kepada mahasiswa, sesudah itu lalu pulang dan tidak peduli dengan apa yang  terjadi dengan mahasiswanya. Sikap angrem (mengeram) ini meniscayakan dosen harus selalu tetap tinggal di kampus, dengan banyak memberikan pelayanan, bimbingan, penyulusan, dan bahkan kalau bisa menjadikan dirinya sebagai biro konsultan bagi seluruh mahasiswa.

Membimbing apa? Mulai dari cara mahasiswa belajar di kampus dengan baik sampai ia meraih gelar sarjana, bahkan kalau memungkinkan sampai mereka memperoleh pekerjaan. Bimbingan dari mulai sesuatu yang bersifat pribadi sampai pada sesuatu yang ada kaitannya dengan hubungan sosial-global. Sikap angrem (mengeram) inilah yang banyak dilakukan dan sering kali disuarakan Malik dalam memajukan sebuah Perguruan Tinggi.

Kelihatannya sedikit sulit memang menemukan manusia langkah seperti itu, memakai istilah dosen sekaligus sahabat diskusi saya ketika S1 dulu. Banyak dosen sekarang yang lebih suka ngamen di luar kampus sebagai tambahan biaya hidup dan aktualisasi diri. He

Beberapa bulan yang lalu, salah satu sahabat diskusi saya sebut saja inisialnya RU yang merupakan salah  satu VP di perusahaan multinasional tiba-tiba memutuskan untuk berhenti kerja dan berniat untuk mencari kerja di tempat lain. Apa hubungannya dengan saran yang disampaikan Prof. Malik?

Dosennya dulu di UI yang menjadi salah satu orang penting di Pemerintahan menawarkannya untuk menduduki sebuah jabatan di.... (Tidak perlu saya sebutkan karena rahasia), tentunya dengan jalur normal seperti orang umumnya dengan tes dan wawancara. Puluhan tahun yang lalu mantan mahasiswanya ini juga pernah bergabung dalam tim konsultan yang dibentuk oleh dosennya.

Apa hikmah yang bisa diambil? Hubungan antara dosen dan mahasiswa yang pernah mereka lalui masih terjalin rapi hingga saat ini.


Dalam kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan jazakumulloh khoiron katsiro (semoga Allah membalas kebaikan para guru dan dosen saya dengan kebaikan yang lebih baik). Alhamdulillah Allah mempertemukan saya dengan orang-orang dan lingkungan yang baik.

Saya sangat meyakini orang-orang yang memiliki visi yang sama akan berjalan bersama. Tidak peduli perbedaan usia, status sosial, gelar kesarjanaan, dan gelar kehormatan lainnya. Jika kita memiliki goal setting yang jelas, maka Kita akan selalu menarik orang-orang yang memiliki arah yang sama. Akhirnya Allah pertemukan mereka untuk saling berbagi dan menginspirasi.

Foto di atas, adalah salah satu dosen sekaligus sahabat diskusi saya di Sekolah Pascasarjana UHAMKA, namanya  Dr. Sumardi, M.S.c. kami biasa memanggilnya Pak Mardi, orang yang sederhana, humble, disiplin, konseptor ulung yang sudah menghasilkan beberapa buku, pemikir hebat, suka berbagi kepada masyarakat, dan masih banyak lagi pelajaran yang bisa saya ambil dari beliau.

Saat itu, saya bersama beliau sedang membahas sebuah proyek literasi. Bukan hanya itu, seperti yang diutarakan beliau “merayu” saya untuk tetap tinggal di Jakarta. “Jakarta ini butuh banyak orang-orang baik seperti Mas Rio” katanya.

Saran beliau masih terlalu umum bagi saya, baik dalam kategori apa yang dimaksud? Faktanya, terkadang orang-orang tulus yang berada di sekeliling kita mampu melihat sesuatu yang jarang terlihat oleh diri kita sendiri.

Kami saling bertukar pandangan, tentunya saya ingin lebih banyak mendengar gagasan dan pandangan hidup dari beliau. Kemurahan hati beliau sampai-sampai melakukan pemetaan karir saya ke depan. Memberikan wawasan dan gambaran untuk menata masa depan, termasuk rencana penelitian tesis saya. Saya sangat bersyukur Allah pertemukan dengan sosok manusia langkah yang berhati mulia seperti Pak Mardi.

Sahabat, inilah salah satu yang membuat orang menjadi betah kuliah, betah ke kampus, dan sudah hukum alam, pengalaman indah ini akan tersebar kepada orang lain. Seperti yang saya  lakukan saat ini. akhirnya nama baik kampus dengan sendirinya akan naik dan harum di tengah masyarakat.

Terkadang kita sering kali lupa, sibuk promosi kampus ke luar, tetapi lupa memperbaiki interasksi antara mahasiswa dan dosen, mahasiswa dan karyawan, satpam, dan tentunya segenap civitas akademika yang ada.

Selamat, mengeram.

Jakarta, 24 Muharram 1439 H | @riosaputranew

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.