Rabu, 10 Mei 2017

Pengaruh Teman Terhadap Iman Seseorang

"Seseorang itu akan mengikuti agama temannya, karenanya hendalah salah seorang diantara kalian mencermati kepada siapa ia berteman" Hr. Tirmidzi 2300

Dari Nabi shallaallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk (sepergaulan) yang buruk adalah seperti pembawa misk (minyak wangi) dan pandai besi. Si pembawa misk mungkin akan memberimu (minyak wangi) atau engkau membeli minyak itu darinya atau engkau mendapatkan baunya yang harum. Sedangkan pandai besi, mungkin akan membakar pakaianmu atau kamu dapati bau yang busuk darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal yang lebih menakjubkan terdapat dalam sejarah islam. Sejarah Islam telah memberikan banyak sekali contoh orang-orang yang bergaul dengan manusia lalu mereka menjadi sesat.  Mari kita cermati Kisah berikut.

Abu jahal adalah pimpinan dari para pembesar orang-orang kafir. Dia sangat kafir, hingga tidak ada harapan baginya untuk masuk Islam. Ia mempunyai seorang sahabat yang sangat mencintainya. Namanya Uqbah bin Abi Mu’ith. Persahabatan mereka berdua sangat erat.

Pribadi Uqbah lebih bagus daripada pribadi Abu Jahal. Ia mempunyai harapan, sehingga mulailah ia masuk islam. Ia sering mengunjungi Nabi dan mendengar perkataan beliau. Hatinya pun mulai tersentuh dan saat itu Abu Jahal sedang berpergian ke luar kota Makkah.

Dengan demikian, hilanglah pengaruh yang melarangnya dari memeluk agama Islam. Kemudian, ia datang kepada Rasulullah shalaullahhu ‘alihi wassalam. Nabi menawarkan kepadanya untuk masuk Islam. Lalu ia menjawab, “ ia menjawab, “Ya. Namun, tunggulah aku hingga esok pagi.”

Sangat disayangkan, hal tersebut bertepatan dengan kepulangan Abu Jahal dari perjalanannya. Uqbah berkata kepadanya, “Besok aku akan pergi kepada Muhammad untuk masuk Islam.”

Abu Jahal menjawab, “Aku bersumpah kepadamu. Demi persahabatan kita, hari ini juga kamu kembali kepada Muhammad dan meludahlah di atas wajahnya!”

Setelah Uqbah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusan Allah, ia mencium tangan Rasulullah shalaullahhu ‘alihi wassalam. Ia melakukan hal yang berlawanan dengan kemauan sahabatnya. Namun  di hadapannya ada dua pilihan; agama ataukah sahabatnya?

Sangat disayangkan, pilihan sama seperti kebanyakan orang. Ia lebih memilih dunia dan jatuh dalam perangkapnya. Uqbah lebih memilih Abu Jahal dari pada Nabi shalaullahhu ‘alihi wassalam.

Uqbah bin Abi  Mu’ith pun berubah menjadi orang yang paling banyak menyakiti Rasulullah shalaullahhu ‘alihi wassalam. Tidak ada orang lain yang lebih berani dari dirinya dalam menganiaya Rasulullah shalaullahhu ‘alihi wassalam. Uqbah yang hatinya hampir tersentuh dan hampir saja meleluk Islam, melihat Rasulullah sedang melaksanakan shalat di samping Ka’bah. Ia buka mantelnya. Ia lingkarkan di leher Rasulullah, lalu mencekiknya dengan keras hingga Nabi terjatuh di atas kedua lututnya.

Suatu hati, Nabi sedang bersujud di Ka’bah. Uqbah membawa usus bangkai onta dan melemparkannya ke punggung Rasulullah shalaullahhu ‘alihi wassalam. Nabi tidak sanggup berdiri, hingga datanglah putrinya Zainab. Ia bersihkan kotoran tersebut dari punggung beliau.

Itulah sosok Uqbah bin Abi Mu’ith. Ia mati terbunuh dalam keadaan kafir pada perang Badar. Mayatnya langsung membusuk setelah kematiannya, hingga mereka (kaum muslimin) tidak bisa memindahkan mayatnya, untuk menguburkannya di liang kubur bersama orang-orang kafirr lainnya yang terbunuh, karena baunya yang menyengat. Mayatnya hanya ditutupi pasir di tempat ia terbunuh. Sebuah kematian yang sangat buruk.

Pengaruh berteman dengan orang Baik
Sekarang, lihatlah contoh yang berbeda dari cerita itu. Dia adalah ‘Iyash bin Abi Rabi’ah. ‘Iyash memeluk Islam, namun imannya masih sangat tipis. Datanglah waktu untuk berhijrah. Ia adalah sahabat terdekat Umar bin Khattab radhiallahhu ‘anhu. Ia pun berhijrah dengan Umar.

Saat keduanya berada di tengah perjalanan, Ibunya mengutus seseorang dan berkata kepadanya, “Ibumu akan meninggal dunia. Ia telah berjanji tidak akan menetap di rumah atau membersihkan dirinya (mandi). Ia akan terus berada di panas matahari dan tidak akan mandi, sampai kamu kembali kepadanya.” ‘Iyash mulai terenyuh hatinya dan ingin kembali kepada ibunya.

Umar bin Kattab meyakinkah dan memantapkan hatinya-lihatlah betapa pentingnya keberadaan seorang teman, guna memantapkan hati Anda. Umar berkata kepadanya, “Wahai  ‘Iyash, bila dia (sang ibu) hari ini berjemur di panas, besok dia pasti akan berteduh. Kalau dia tidak mandi hari ini hingga kutuan, besok dia pasti akan  mandi.”

Maksudnya, mengapa kamu harus resah dengan keadaan ibumu. Setelah dua hari dia akan merasa terganggu dengan badannya yang kotor. Ia pasti akan mandi. Kalau sekarang dia tahan berpanas-panas di bawah matahari, besok pasti dia akan merasa capek dan lelah serta akan berlindung.

Umar terus membujuknya, sedangkan “Iyash berkata, “Aku harus pulang”.

Umar berkata kembali kepadanya, “Wahai Iyash, jika kamu pulang, kamu akan mengalami bala’ dan cobaan.”

Pikirkan nilai seorang sahabat yang akan berkata kepada Anda, “Jangan lakukan itu, Wahai saudaraku! Itu adalah sesuatu yang haram. Kalau kamu lakukan, kamu akan jatuh dalam jurang dosa.” Oleh karena itu, hendaklah Anda mencari teman yang seperti itu. Zaman sekarang, sangat sulit mencari sahabat yang demikian.

‘Iyash berkata, “Aku harus pulang.” Saat Umar memahami bahwa tidak ada guna lagi baginya untuk memaksa, Iyash masih ngotot untuk pulang, maka Umar melakukan hal yang menakjubkan. Ia turun dari ontanya, saat itu  Iyash tidak mempunyai onta.

Lalu Umar berkata kepadanya, “Wahai Iyash kalau kamu tetap ingin pulang juga, pulanglah dengan ontaku ini. semoga dengan ini, suatu hari kamu akan ingat kepadaku dan akan kembai.” Padahal, harga onta saat itu sama dengan harga sebuah mobil-kira-kira sama dengan harga dan mahalnya. Iyash pun mengambil onta itu dan pulang kembali kepada keluarganya.

Ia dipukul, disiksa, dan disakiti. Hampir saja ia berhasil dibujuk. Namun, onta yang diberikan oleh Umar bin Kattab itu tetap mengingatkan Iyash. Setiap kali ia melihat onta itu, ia terus ingat keimanan dan agamanya. Ia pun kembali kepada Islam disebabkan oleh perantara sahabatnya, Umar bin Kattab radhialllahhu ‘anhu.

Pertanyaannya adalah dimana posisi kita dalam perkara ini? sahabat kita termasuk jenis yang mana? Inilah yang ingin kita pastikan bagi saudara sekalian untuk menetapkannya, mengambilnya dengan teliti dan hati-hati. 

Jangan lupa doakan teman-teman kita yang belum mengenal dan mendapatkan hidayah iman dan islam. karena bisa jadi kita dahulu adalah hasil dari dikabulkannya doa orang shalih yang peduli dan cinta kepada kita. Sehingga kita hari ini bisa mengenal kebaikan dan keindahan Islam.

Baca juga: Sahabatmu Masa Depanmu

Photo Credit: radiorenasterea

Jakarta, 13 Syaban 1438 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.