Ada tiga
peristiwa bersejarah manusia yang paling berkesan dan menjadi ajang untuk
bertemu antar keluarga, saudara, dan teman. Pernikahan, melahirkan anak, dan
kematian. Satu di antara ketiganya memiliki potensi besar untuk menyatukan beragam
jenis manusia, sesibuk apapun mereka.
Faktanya
yang terjadi di masyarakat, saat seseorang akan melahirkan, kita akan menemukan
dua jalan yang akan ditempuh oleh sang Ibu. Pertama, ia akan melahirkan secara
normal. Kedua, ia akan melahirkan secara sesar.
Terkait dengan
hal di atas, ada ilmu yang menarik yang saya dapatkan dari Ns. Windi S.Kep. (Doula dan Child Birth Educator) dan dr.
Arifianto Apin, Sp.A. Menarik untuk anda sebagai orang tua, calon Ibu/ Ayah, atau bisa juga
sebagai tambahan ilmu untuk keluarga.
Pernahkah
Anda merenung, mengapa bayi dilahirkan dengan cara yang Anda ketahui seperti
saat ini? Ya, melalui vagina yang kita pahami penuh dengan kolonisasi berbagai
bakteri, kadang ditambah dengan kotoran (baca: feses) dari usus besar Ibu.
Mengapa bayi harus lahir dengan cara “tidak bersih” seperti ini? Sang Pencipta
pasti punya maksud.
Menurut
dr. Apin Di dalam rahim Ibu yang sangat terjaga, bayi berada dalam lingkungan
yang hampir steril. Beliau katakan hampir steril, karena ternyata tidak 100%
bebas kuman. Masih ada sedikit bakteri berada di lingkungan yang berisi bayi
yang berenang dalam cairan ketuban yang terbungkus erat selaput ketuban.
Ketika
saat persalinan tiba, selaput ketuban pecah dan bersamaan dengan mengalirnya
cairan ketuban keluar, maka masuklah bakteri-bakteri baik dari jalan lahir yang
sangat banyak jumlahnya.
Bakteri
yang sehari-harinya menghuni vagina Ibu menjadi penghuni tubuh bayi, melapisi
seluruh permukaan kulit bayi mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan
tertelan masuk sampai ke saluran cerna bayi. Bahkan materi feses atau tinja ibu
pun tidak jarang ikut terlibat, masuk ke tubuh bayi. Puluhan trilyun bakteri menjadi
penghuni tubuh seorang makhluk yang sebelumnya berada dalam kondisi hampir
suci. Bakteri yang dominan berasal dari vagina dan usus besar Sang Ibu.
Kondisi
ini berlanjut dengan bayi yang diletakkan segera di dada Ibu untuk inisiasi
menyusu dini. Bakteri di kulit Ibu pun segera bergerak ke tubuh bayi baru lahir
ini, memperkaya variasi jenis kuman baik di tubuh bayi. Bayi lalu mendapatkan
air susu Ibu (ASI), yang kandungannya pun tidak lepas dari bakteri-bakteri baik
seperti Bifidobacterium lactis dan Bacteroides. Bahkan ASI
pengandung HMO (human milk oligosaccharides) yang merupakan makanan
bakteri-bakteri baik ini, sehingga koloni kuman ini tetap dapat hidup dalam
saluran cerna bayi.
Apa arti
semua ini?
Ya,
bakteri-bakteri baik yang senantiasa diwariskan dari generasi ke generasi ini,
dari nenek ke ibu, ibu ke anak-anaknya, dan terus ke cucu-cucunya, adalah
bagian tak terpisahkan dari hidup manusia yang menemani tubuh sepanjang
hayatnya, dan tentunya punya berbagai manfaat untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan
hidup manusia.
Lalu,
bagaimana apabila bayi lahir secara operasi sesar dan bahkan tidak mendapatkan
ASI (dengan berbagai alasan medis)?
Ya,
secara alamiah jenis dan jumlah kuman yang didapatkan bayi di awal kehidupannya
berbeda dengan yang lahir normal melalui vagina dan berlanjut dengan menyusu ke
ibu. Pada proses operasi sesar, paparan pertama kuman baik adalah ketika kulit
perut Ibu disayat, dan masuklah kuman dari udara di ruang operasi dan kulit
perut ibu. Jenis bakterinya bisa jadi tidak sama dengan bakteri pada persalinan
normal. Bayi yang minum susu formula juga tidak mendapatkan sekitar 700 spesies
mikroba yang ada dalam ASI.
Apalagi dalam
iklan susu formula (sufor) diberbagai media, menyerang dan mempengaruhi
keluarga, teman, tetangga, tenaga kesehatan, lingkungan terdekat kita sebagai
pendamping dan pendukung kesuksesan menyusui.
Baca
juga: Manfaat Asi bagi Tumbuh Kembang Bayi
Lalu
apakah bayi-bayi yang terlahir dengan operasi sesar dan tidak mendapatkan ASI
akan lebih buruk kondisi kesehatannya karena tidak mendapatkan human
microbiome penting di awal kehidupannya?
Beberapa
penelitian berskala besar dan penting memang menunjukkan adanya hubungan antara
rendahnya jumlah bakteri baik penghuni tubuh alias human microbiome di awal
kehidupan bayi dengan meningkatnya risiko asma, diabetes melitus tipe 1,
penyakit seliak, dan obesitas. Meskipun keempat masalah kesehatan ini tidak
semata-mata muncul akibat satu faktor penyebab saja. Dan tidak berarti juga
bahwa tindakan operasi sesar lebih buruk daripada persalinan normal, atau susu
formula “haram”. Karena pemberiannya tentu atas indikasi medis.
Tindakan
pembedahan kaisar terbukti menyelamatkan banyak nyawa atas indikasi medis yang
tepat, dan susu formula boleh diberikan dengan indikasi medis tepat pula.
Tetapi tidak dielakkan, bahwa persalinan normal yang berlanjut dengan kontak
kulit segera ke Ibu dan berlanjut dengan pemberian ASI jauh memberikan manfaat
dengan keberadaan human microbiome ini. Salah satu warisan manusia dari
generasi ke generasi sejak keberadaan manusia di muka bumi ini.
Baca
juga : Booster Asi, Perlukah?
Mengapa pembahasan
ini penting? Tidak lepas dari maraknya penggunaan antibiotik yang tidak tepat
beberapa dekade terakhir. Infeksi virus pun “dihantam” dengan antibiotik,
sehingga potensial membunuh bakteri-bakteri penghuni tubuh kita yang bahkan
berfungsi sebagai penjaga tubuh manusia, bisa menghadang bakteri-bakteri
“jahat” penyebab penyakit alias patogen. Maka penggunaan antibiotik yang bijak
dan sesuai indikasi penting dalam menjaga keberadaan dan peran human microbiome
tubuh kita.
Tulisan
Terkait : Mencari Kambing Putih dibalik Infeksi Difteri
Semoga
pembahasan ini bermanfaat. Karena membangun generasi, di mulai dari membangun
generasi baik dan kuat (Baku).
Jakarta,
5 Rajab 1439 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.