Rabu, 17 Juli 2019

Mengatasi Anak yang Sulit Diajak Komunikasi dan Tidak Mau Mengikuti Saran Orang Tua


“Anak-anak sekarang susah untuk dinasehati, tidak seperti anak-anak dulu. Jika kita dinasehati serius mendengarkan, punya rasa hormat kepada orang tua. Sekarang anak-anak sulit sekali dinasehati. Ia mau masuk Perguruan tinggi ***, tapi ibu sarankan masuk ke PT *** saja. Tapi ia tetap ngotot mau menjalani pilihannya” Sebut saja Ibu Titi (nama samaran) mengeluhkan kondisi putranya pada saya kemarin pagi.

Tolong Rio, Ibu minta pandangan Rio sebagai motivator. Bagaimana Ibu harus mensikapi anak Ibu yang sangat keras kepala untuk teguh mengambil pilihan hidupnya.

Jika ditelisik lebih jauh, kenapa seorang anak tidak mau mengikuti arahan ibunya biasanya disebabkan beberapa hal.

Pertama, kurangnya kedekatan dan keteladanan orang tua dengan anak.
Ini merupakan faktor yang sangat klasik di negeri ini. Fenomena ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar, akan tetapi sudah menjalar ke pelosok-pelosok desa. Kenapa orang tua kurang dekat dengan anak? Banyak faktor, salah satunya adalah tuntutan hidup yang memaksa sebagian orang untuk mencari nafkah.

Inilah salah satu sisi kelemahan sistem kapitalis, seharusnya setiap keluarga hanya menanggung sandang, pangan, dan papan. Tapi juga dipaksa untuk memikirkan dana kesehatan dan pendidikan. Idealnya, pendidikan dan kesehatan adalah tanggung jawab negara. Mengapa ini bisa terjadi? Karena sesuatu yang seharusnya dikelola langsung oleh negara, tetapi malah dikelola oleh pihak swasta.

Jika masalah ini  tidak segera diatasi, kita akan banyak menemui gejala-gejala kerusakan kecerdasan emosional anak-anak kita di masa depan. Mereka memang smart secara IQ, tetapi mudah galau, mudah sedih, cepat marah, sulit mengendalikan diri mereka sendiri. Lalu jika begini, bagaimana mereka bisa mengurusi urusan orang lain jika dalam diri mereka sendiri saja belum selesai?

Jika dianalisa lebih jauh dan mau jujur melihat ke dalam diri sendiri, banyak pasangan muda yang menikah tanpa dibekal ilmu dan karakter untuk berumah tangga secara mapan. Ketika ilmu belum cukup, lalu ditambah harus bekerja. Waktu belajar mereka semakin berkurang, akibatnya lalai dalam mengurus institusi keluarga. Akibatnya orang tua kurang bisa tampil sebagai sosok yang bisa menjadi  tauladan bagi anak.

Ketauladanan dan kedekatan ibarat dua sisi mata uang yang saling berkaitan untuk mempengaruhi jiwa anak. Karena ada orang yang sangat dekat dekat dengan anaknya tapi tidak bisa menjadi tauladan, atau ada orang tua yang bisa menjadi tauladan tapi tidak dekat dengan anaknya. Solusinya adalah manajemen waktu dan quality time bersama orang-orang yang terkasihi.

Kedua, Kurangnya Komunikasi dua arah
Komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi katanya akan meningkatkan sikap saling cinta antar anggota keluarga. Komunikasi juga untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Karena saya juga melihat beberapa keluarga yang tetap harmonis kuncinya adalah komunikasi yang tetap terjaga dan tidak pernah putus. Hendaknya ini terjalin sejak anak masih kecil sehinggi terjalin kedekatan emosional antara orang tua dan anak.

Apalagi bagi suami dan istri yang memiliki kesibukan masing-masing, sehingga dengan komunikasi ini memberikan rasa perhatian, saling mendengar, dan memberikan respon. Zaman sekarang komunikasi sudah cukup canggih bisa via telephone, email, whatsapp, skype dan sebagainya.

Perlu catatan khusus, dari cara, nada, mimik, dan intonasi yang digunakan Ibu Titi saya bisa memahami kondisi anaknya. Ibu Titi memang orang yang cerdas, terpelajar, dan memiliki jabatan struktural. Tapi, kita (termasuk saya) terkadang lupa untuk memperhatikan kondisi kejiwaan lawan bicara kita. Mengapa ini penting?

Pembicaraan yang mendominasi, tidak ada dialog, dan dengan nada yang tinggi, memahami kondisi jiwa anak tentu membuat sang anak menolak saran orang tuanya.

Tentu sebagai orang tua, kita berharap anak yang harusnya memahami orang tua, mengikuti kehendak orang tua, karena orang tua tahu banyak hal dan memiliki pengalaman yang luas. Akan  tetapi, tidak akan hina dan merendahkan derajat orang tua, jika orang tua mau mendengar pendapat anaknya.

Kita bisa belajar dari kisah keluaraga Ibrahim ‘alaihissalam Dalam surah As-Shaaffat ayat 102. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. As-Shaaffat: 102).

pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah komunikasi timbal balik antara orang tua dengan anak. Nabi Ibrahim mengutarakan pendapatnya dengan bahasa dialog bukan menetapkan keputusannya sendiri, sehingga adanya keyakinan yang kuat kepada Allah, adanya tunduk dan patuh atas perintah Allah dan adanya tawakal kepada Allah SWT, sehingga Allah menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.

Fakta menariknya, yang saya tahu ternyata (Ibu Titi) sangat workaholic (lebih mencintai pekerjaannya) daripada anaknya. Sehingga anaknya sejak kecil sering ditinggal. Jadi, tidak heran jika besar sang anak sering menolak saran sang Ibu. Apalagi, setiap pembicaraannya menggunakan nada yang tinggi dan mimik yang kurang bersahabat.

Artinya, setiap permasalahan keluarga sebenarnya inti masalah tidak selalu berada pada anak, tapi bagaimana cara orang tua merespon kondisi-kondisi yang terjadi pada anak.

Maka saya menyarankan, sebagainya Ibu menyelami pemikiran anak, pahami kondisinya, impiannya, cita-citanya, pandangannya, setelah orang tua berusaha masuk ke dunia anak. Maka pelan-pelan barulah orang tua memberikan pandangan-pandangannya.

Ketiga, Kurangnya Mendekati pemilik hatinya.
Saran yang sampaikan terakhir sebenarnya saya sampaikan di awal ketika kami diskusi.  Sekuat apa pun argumentasi yang dibangun tetap saja kita tidak bisa menguasai hati manusia. Kenapa?

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubanaa ‘ala tho’atik” [Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu] (HR. Muslim no. 2654).

Hendaknya, selain kita sentuh hatinya dengan kedekatan, ketauladanan, dan komunikasi dua arah. Maka kita mendoakan mereka (orang-orang yang kita sayangi, khususnya anak dalam kasus ini) agar diberikan yang terbaik oleh Allah dalam setiap pilihannya. Dekati pemilik hatinya siang dan malam.

Saya ingin menyampaikan pesan kepada orang tua yang merindukan anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah, menjalin komunikasi dengan anak setiap saat, setiap waktu itu baik. Tapi, menjalin hubungan dan komunikasi kita kepada yang menggenggam hati anak itu jauh lebih baik. Karena hati anak / orang yang kita cintai itu sebenarnya ada di dalam genggaman Allah. Jadi, mudah bagi Allah untuk membolak balikkan hatinya. Bukan karena kehebatan ilmu kita, tapi Allah yang melembutkan hatinya sehingga bisa mendengar nasehat orang tua.

Pesan untuk seluruh anak, dimana pun berada. Memang tidak mudah memahami maksud dan keinginan baik orang tua. Mungkin karena keterbatasan pandangan kita, mungkin juga keterbatasan ilmu orang tua kita tentang perkembangan zaman. Tapi, kita wajib mengantongi restu dan ridho mereka jika kita ingin perjalanan hidup kita selamat.
Karena sejatinya, kita punya pilihan, orang tua punya pilihan, dan Allah juga punya pilihan yang terbaik untuk hidup kita. Jika kita bisa mengkomunikasikan dan mensinergikan antara keinginan kita, orang tua, dan Allah, maka kita akan melangkah dengan sangat ringan dan pintu keberkahan pun akan terbuka luas dimana pun kita berada.

Mulai sekarang berdoalah, berdoa bukan hanya ketika sedang ada masalah dengan anak/ pasangan, tetapi berdoalah setiap saat. Bahkan belum punya anak pun berdoalah agar dikaruniakan anak yang sholeh dan sholehah. Karena bisa jadi, doa kita dikabulkan bukan terjadi pada anak kita, tapi kita dikaruniakan cucu yang sholeh dan sholehah.

Setelah berdoa iringi setiap doa kita  dengan perjuangan, perbaikan, dan keistiqomahan dalam memperbaiki hubungan kita kepada Allah dan manusia.

Ingatlah, jika anak sulit diajak komunikasi dan sulit menerima saran orang tua.
Pertama,  kurangnya kedekatan dan keteladanan orang tua dengan anak.
Kedua, kurangnya Komunikasi dua arah
Ketiga, kurang mendekati pemilik hatinya.

Oleh karena itu, dengan memiliki kedekatan dan menjadi orang tua yang bisa diteladani, mampu melakukan komunikasi dua arah dengan anak, dan kedekatan pada pemilik hati anak bisa mempermudah jalan kesuksesan anak di masa depan.

Baca juga: Cobaan Hidup dan Cara Mengatasinya

Photo credit: understood.org

Bengkulu, 14 Dzulqaidah 1440 H
Hamba Allah Yang selalu mengharapkan Ampunan, rahmat, dan Ridho-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.