“Anak-anak sekarang susah untuk dinasehati, tidak seperti
anak-anak dulu. Jika kita dinasehati serius mendengarkan, punya rasa hormat
kepada orang tua. Sekarang anak-anak sulit sekali dinasehati. Ia mau masuk
Perguruan tinggi ***, tapi ibu sarankan masuk ke PT *** saja. Tapi ia tetap
ngotot mau menjalani pilihannya” Sebut saja Ibu Titi (nama samaran) mengeluhkan
kondisi putranya pada saya kemarin pagi.
Tolong Rio, Ibu minta pandangan Rio sebagai motivator. Bagaimana
Ibu harus mensikapi anak Ibu yang sangat keras kepala untuk teguh mengambil
pilihan hidupnya.
Jika ditelisik lebih jauh, kenapa seorang anak tidak mau
mengikuti arahan ibunya biasanya disebabkan beberapa hal.
Pertama, kurangnya kedekatan dan keteladanan orang tua dengan
anak.
Ini merupakan faktor yang sangat klasik di negeri ini. Fenomena
ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar, akan tetapi sudah menjalar ke
pelosok-pelosok desa. Kenapa orang tua kurang dekat dengan anak? Banyak faktor,
salah satunya adalah tuntutan hidup yang memaksa sebagian orang untuk mencari
nafkah.
Inilah salah satu sisi kelemahan sistem kapitalis, seharusnya
setiap keluarga hanya menanggung sandang, pangan, dan papan. Tapi juga dipaksa
untuk memikirkan dana kesehatan dan pendidikan. Idealnya, pendidikan dan
kesehatan adalah tanggung jawab negara. Mengapa ini bisa terjadi? Karena sesuatu
yang seharusnya dikelola langsung oleh negara, tetapi malah dikelola oleh pihak
swasta.
Jika masalah ini tidak
segera diatasi, kita akan banyak menemui gejala-gejala kerusakan kecerdasan
emosional anak-anak kita di masa depan. Mereka memang smart secara IQ, tetapi
mudah galau, mudah sedih, cepat marah, sulit mengendalikan diri mereka sendiri.
Lalu jika begini, bagaimana mereka bisa mengurusi urusan orang lain jika dalam
diri mereka sendiri saja belum selesai?
Jika dianalisa lebih jauh dan mau jujur melihat ke dalam diri
sendiri, banyak pasangan muda yang menikah tanpa dibekal ilmu dan karakter
untuk berumah tangga secara mapan. Ketika ilmu belum cukup, lalu ditambah harus
bekerja. Waktu belajar mereka semakin berkurang, akibatnya lalai dalam mengurus
institusi keluarga. Akibatnya orang tua kurang bisa tampil sebagai sosok yang
bisa menjadi tauladan bagi anak.
Ketauladanan dan kedekatan ibarat dua sisi mata uang yang
saling berkaitan untuk mempengaruhi jiwa anak. Karena ada orang yang sangat
dekat dekat dengan anaknya tapi tidak bisa menjadi tauladan, atau ada orang tua
yang bisa menjadi tauladan tapi tidak dekat dengan anaknya. Solusinya adalah
manajemen waktu dan quality time bersama orang-orang yang terkasihi.
Kedua, Kurangnya Komunikasi dua arah
Komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi
katanya akan meningkatkan sikap saling cinta antar anggota keluarga. Komunikasi
juga untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Karena saya juga melihat
beberapa keluarga yang tetap harmonis kuncinya adalah komunikasi yang tetap terjaga
dan tidak pernah putus. Hendaknya ini terjalin sejak anak masih kecil sehinggi
terjalin kedekatan emosional antara orang tua dan anak.
Apalagi bagi suami dan istri yang memiliki kesibukan
masing-masing, sehingga dengan komunikasi ini memberikan rasa perhatian, saling
mendengar, dan memberikan respon. Zaman sekarang komunikasi sudah cukup canggih
bisa via telephone, email, whatsapp, skype dan sebagainya.
Perlu catatan khusus, dari cara, nada, mimik, dan intonasi
yang digunakan Ibu Titi saya bisa memahami kondisi anaknya. Ibu Titi memang
orang yang cerdas, terpelajar, dan memiliki jabatan struktural. Tapi, kita
(termasuk saya) terkadang lupa untuk memperhatikan kondisi kejiwaan lawan
bicara kita. Mengapa ini penting?
Pembicaraan yang mendominasi, tidak ada dialog, dan dengan
nada yang tinggi, memahami kondisi jiwa anak tentu membuat sang anak menolak
saran orang tuanya.
Tentu sebagai orang tua, kita berharap anak yang harusnya
memahami orang tua, mengikuti kehendak orang tua, karena orang tua tahu banyak
hal dan memiliki pengalaman yang luas. Akan tetapi, tidak akan hina dan merendahkan
derajat orang tua, jika orang tua mau mendengar pendapat anaknya.
Kita bisa belajar dari kisah keluaraga Ibrahim ‘alaihissalam
Dalam surah As-Shaaffat ayat 102. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
(QS. As-Shaaffat: 102).
pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah
komunikasi timbal balik antara orang tua dengan anak. Nabi Ibrahim mengutarakan
pendapatnya dengan bahasa dialog bukan menetapkan keputusannya sendiri,
sehingga adanya keyakinan yang kuat kepada Allah, adanya tunduk dan patuh atas
perintah Allah dan adanya tawakal kepada Allah SWT, sehingga Allah menggantikan
Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.
Fakta menariknya, yang saya tahu ternyata (Ibu Titi) sangat
workaholic (lebih mencintai pekerjaannya) daripada anaknya. Sehingga anaknya
sejak kecil sering ditinggal. Jadi, tidak heran jika besar sang anak sering
menolak saran sang Ibu. Apalagi, setiap pembicaraannya menggunakan nada yang
tinggi dan mimik yang kurang bersahabat.
Artinya, setiap permasalahan keluarga sebenarnya inti masalah
tidak selalu berada pada anak, tapi bagaimana cara orang tua merespon
kondisi-kondisi yang terjadi pada anak.
Maka saya menyarankan, sebagainya Ibu menyelami pemikiran
anak, pahami kondisinya, impiannya, cita-citanya, pandangannya, setelah orang
tua berusaha masuk ke dunia anak. Maka pelan-pelan barulah orang tua memberikan
pandangan-pandangannya.
Ketiga, Kurangnya Mendekati pemilik hatinya.
Saran yang sampaikan terakhir sebenarnya saya sampaikan di
awal ketika kami diskusi. Sekuat apa pun
argumentasi yang dibangun tetap saja kita tidak bisa menguasai hati manusia. Kenapa?
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian
jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memalingkan hati
manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berdoa; “Allahumma mushorrifal quluub shorrif quluubanaa ‘ala tho’atik”
[Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan
beribadah kepada-Mu] (HR. Muslim no. 2654).
Hendaknya, selain kita sentuh hatinya dengan kedekatan,
ketauladanan, dan komunikasi dua arah. Maka kita mendoakan mereka (orang-orang
yang kita sayangi, khususnya anak dalam kasus ini) agar diberikan yang terbaik
oleh Allah dalam setiap pilihannya. Dekati pemilik hatinya siang dan malam.
Saya ingin menyampaikan pesan kepada orang tua yang
merindukan anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah, menjalin komunikasi
dengan anak setiap saat, setiap waktu itu baik. Tapi, menjalin hubungan dan
komunikasi kita kepada yang menggenggam hati anak itu jauh lebih baik. Karena hati
anak / orang yang kita cintai itu sebenarnya ada di dalam genggaman Allah. Jadi,
mudah bagi Allah untuk membolak balikkan hatinya. Bukan karena kehebatan ilmu
kita, tapi Allah yang melembutkan hatinya sehingga bisa mendengar nasehat orang
tua.
Pesan untuk seluruh anak, dimana pun berada. Memang tidak
mudah memahami maksud dan keinginan baik orang tua. Mungkin karena keterbatasan
pandangan kita, mungkin juga keterbatasan ilmu orang tua kita tentang
perkembangan zaman. Tapi, kita wajib mengantongi restu dan ridho mereka jika
kita ingin perjalanan hidup kita selamat.
Karena sejatinya, kita punya pilihan, orang tua punya
pilihan, dan Allah juga punya pilihan yang terbaik untuk hidup kita. Jika kita
bisa mengkomunikasikan dan mensinergikan antara keinginan kita, orang tua, dan
Allah, maka kita akan melangkah dengan sangat ringan dan pintu keberkahan pun
akan terbuka luas dimana pun kita berada.
Mulai sekarang berdoalah, berdoa bukan hanya ketika sedang
ada masalah dengan anak/ pasangan, tetapi berdoalah setiap saat. Bahkan belum
punya anak pun berdoalah agar dikaruniakan anak yang sholeh dan sholehah. Karena
bisa jadi, doa kita dikabulkan bukan terjadi pada anak kita, tapi kita dikaruniakan
cucu yang sholeh dan sholehah.
Setelah berdoa iringi setiap doa kita dengan perjuangan, perbaikan, dan
keistiqomahan dalam memperbaiki hubungan kita kepada Allah dan manusia.
Ingatlah, jika anak sulit diajak komunikasi dan sulit
menerima saran orang tua.
Pertama, kurangnya
kedekatan dan keteladanan orang tua dengan anak.
Kedua, kurangnya Komunikasi dua arah
Ketiga, kurang mendekati pemilik hatinya.
Oleh karena itu, dengan memiliki kedekatan dan menjadi orang
tua yang bisa diteladani, mampu melakukan komunikasi dua arah dengan anak, dan
kedekatan pada pemilik hati anak bisa mempermudah jalan kesuksesan anak di masa
depan.
Baca juga: Cobaan Hidup dan Cara Mengatasinya
Photo credit: understood.org
Baca juga: Cobaan Hidup dan Cara Mengatasinya
Photo credit: understood.org
Bengkulu, 14 Dzulqaidah 1440 H
Hamba Allah Yang selalu mengharapkan Ampunan, rahmat, dan
Ridho-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.