Senin, 26 November 2018

Menata Cara Pandang Ketika Sakit


Beberapa hari ini saya menerima curhatan salah satu jamaah masjid dekat rumah. Salah satu kegelisahan yang banyak dialami oleh setiap manusia adalah sakit. sebenarnya saya tidak terlalu merisaukan penyakitnya, akan tetapi cara ia menyikapi penyakit yang berlebihanlah yang membuat saya kasihan. Selengkapnya Baca: Energi Stagnan Terkait dengan Penyakit

Konsep Pengobatan  Nabi secara sederhana dapat  kita lihat pada bagaimana Nabi Muhammad Shalaullahhu ‘alaihi wassalam bersikap dan bertindak saat  menjenguk seorang  yang sakit  :

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk Ummu as-Saib (atau Ummu al-Musayyib), kemudian beliau bertanya, ‘Apa yang terjadi denganmu wahai Ummu al-Sa’ib , kenapa kamu bergetar?’ Dia menjawab, ‘Sakit demam yang tidak ada keberkahan Allah padanya.’ Maka beliau bersabda, ‘Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat’.“ (HR. Muslim 4/1993, no. 2575)

Dari hadist tersebut sikap pertama yang ditunjukkan Nabi adalah jangan mencela penyakit.

Ini adalah sikap  Nabi yang utama dalam menghadapi penyakit sebelum melakukan tindakan yang lainnya. Ucapan Nabi ini untuk menata secara benar cara pandang / paradigma tentang penyakit baik sebagai pengobat maupun pesakit.


Sesuatu yang dicela biasanya adalah sesuatu yg tidak disukai atau dibenci. Sikap mencela ini  dalam Al Quran juga sangat dilarang

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela, (QS. Al-Humazah: 1)

Sikap mencela akan menimbulkan sikap reaksi menolak yang berlebihan terhadap suatu keadaan. Sikap resistensi yang berlebihan ini akan memperparah kondisi pesakit. Dapat diumpamakan jika suatu benda keras  jatuh dari ketinggian ke lantai ubin yang keras, maka ada dua kemungkinan benda itu akan hancur berserakan dilantai atau mungkin lantainya hancur menahan beban benda tersebut.

Namun jika benda tersebut jatuh pada lantai karet yang kenyal dan elastis, maka benda akan  menekan sesaat  pada permukaan karet lalu dia akan terpental balik keluar tanpa harus menghancurkan benda tersebut.

Inilah sikap  yang sama ditunjukkan Nabi dengan tidak mencela penyakit, malah baginda menerima dan 'menyukai' penyakit yang datang ke tubuhnya. Sikap ini menyebabkan tubuh dapat menyesuaikan diri dengan penyakit.

Abu Hurairah  berkata, “Tidak ada satu penyakit pun yang menimpaku, yang lebih aku sukai selain demam. Karena ia masuk ke dalam setiap anggota badanku dan Allah Subhanahu wata’ala memberikan kepada setiap anggota bagian pahalanya.”

Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya” (HR. Al-Bukhari no. 5661 dan Muslim no. 651)

Sikap cara pandang  inilah yang membuat Nabi menjadi manusia yang paling sehat dan  sedikit mengalami sakit selama hidupnya .

Kesimpulannya : Penyakit bukanlah musuh yang harus kita bunuh atau kita usir kehadirannya . Meraka sama sama makhluk ciptaan Alloh.

Penyakit adalah tamu yang datang kedalam tubuh kita yang harus kita hormati kehadirannya. Karena kita yakin tamu hanya akan tinggal sementara saja di rumah kita.

Tulisan Terkait: Sakit, Gejala Sakit, dan Kesembuhan

Wallahualam alam

Photo Credit: akhbarat.net  

Jakarta,  17 Rabiul Awal 1440 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.