Beberapa hari ini saya menerima curhatan salah satu jamaah masjid dekat rumah. Salah satu kegelisahan yang banyak dialami oleh setiap manusia adalah sakit. sebenarnya saya tidak terlalu merisaukan penyakitnya, akan tetapi cara ia menyikapi penyakit yang berlebihanlah yang membuat saya kasihan. Selengkapnya Baca: Energi Stagnan Terkait dengan Penyakit
Konsep Pengobatan Nabi secara sederhana dapat kita lihat pada bagaimana Nabi Muhammad Shalaullahhu ‘alaihi wassalam bersikap dan bertindak saat menjenguk seorang yang sakit :
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam menjenguk Ummu as-Saib (atau Ummu al-Musayyib), kemudian
beliau bertanya, ‘Apa yang terjadi denganmu wahai Ummu al-Sa’ib , kenapa kamu
bergetar?’ Dia menjawab, ‘Sakit demam yang tidak ada keberkahan Allah padanya.’
Maka beliau bersabda, ‘Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan
dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat’.“ (HR.
Muslim 4/1993, no. 2575)
Dari hadist tersebut sikap pertama yang
ditunjukkan Nabi adalah jangan mencela penyakit.
Ini adalah sikap Nabi yang
utama dalam menghadapi penyakit sebelum melakukan tindakan yang lainnya. Ucapan
Nabi ini untuk menata secara benar cara pandang / paradigma tentang penyakit
baik sebagai pengobat maupun pesakit.
Sesuatu yang dicela biasanya adalah
sesuatu yg tidak disukai atau dibenci. Sikap mencela ini dalam Al Quran
juga sangat dilarang
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
“kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela, (QS.
Al-Humazah: 1)
Sikap mencela akan menimbulkan sikap
reaksi menolak yang berlebihan terhadap suatu keadaan. Sikap resistensi yang
berlebihan ini akan memperparah kondisi pesakit. Dapat diumpamakan jika suatu
benda keras jatuh dari ketinggian ke lantai ubin yang keras, maka ada dua
kemungkinan benda itu akan hancur berserakan dilantai atau mungkin lantainya
hancur menahan beban benda tersebut.
Namun jika benda tersebut jatuh pada
lantai karet yang kenyal dan elastis, maka benda akan menekan
sesaat pada permukaan karet lalu dia akan terpental balik keluar tanpa
harus menghancurkan benda tersebut.
Inilah sikap yang sama
ditunjukkan Nabi dengan tidak mencela penyakit, malah baginda menerima dan
'menyukai' penyakit yang datang ke tubuhnya. Sikap ini menyebabkan tubuh dapat
menyesuaikan diri dengan penyakit.
Abu Hurairah berkata, “Tidak
ada satu penyakit pun yang menimpaku, yang lebih aku sukai selain demam. Karena
ia masuk ke dalam setiap anggota badanku dan Allah Subhanahu wata’ala
memberikan kepada setiap anggota bagian pahalanya.”
Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam
bersabda
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ
اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya,
pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya” (HR.
Al-Bukhari no. 5661 dan Muslim no. 651)
Sikap cara pandang inilah yang
membuat Nabi menjadi manusia yang paling sehat dan sedikit mengalami
sakit selama hidupnya .
Kesimpulannya : Penyakit bukanlah
musuh yang harus kita bunuh atau kita usir kehadirannya . Meraka sama sama
makhluk ciptaan Alloh.
Penyakit adalah tamu yang datang
kedalam tubuh kita yang harus kita hormati kehadirannya. Karena kita yakin tamu
hanya akan tinggal sementara saja di rumah kita.
Tulisan Terkait: Sakit, Gejala Sakit, dan Kesembuhan
Tulisan Terkait: Sakit, Gejala Sakit, dan Kesembuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.