Sabtu, 10 November 2018

Kepahlawanan Masa lalu, Hari ini, dan Masa Depan

Setiap tahun,  Indonesia menobatkan tanggal 10 November  sebagai hari pahlawan. Pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta “Phala-Wan”, artinya orang yang menghasilkan buah atau hasil karya (phala). 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disebut sebagai pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Sedangkan dalam Peraturan Presiden No. 33 tahun 1964, untuk disebut Pahlawan harus memenuhi kriteria tertentu dan yang bersangkutan telah wafat dan sebagai seorang pejuang.

Karya besar, penuh pengorbanan dan jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia dan lingkungan adalah pekerjaan kepahlawanan. Apapun motif niatnya, manusia patut menghargainya.

Ustadz Rosyadi mengingatkan, bagi kita yang memiliki kerja kepahlawanan itu tentu tidak cukup demi memperoleh penghargaan manusia. Justru bagi para perindu cinta Ilahi dan kampung surgawi bukan kerja kepahlawan semata yang ditekuninya tetapi dia juga mengawal dan memastikan motif niat dirinya dalam mengerjakan semua itu.

Bagi orang yang mencintai kampung akhirat dan amat besar cintanya kepada Sang Pencipta, apresiasi dari Allah jauh lebih penting dan utama daripada yang diperoleh dari manusia.

Para perindu itu ingat betul satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, An Nasa-i, At Tirmidzi dan Ibn Hibban. Tentang Hadits sahabat Abu Hurairah radhiyaLLaahu 'anhu menyampaikan bahwa Nabi Muhammad shallaLLaahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang tiga orang dengan karya besar amalnya selama di dunia, yaitu
1. Orang yang gugur berperang di jalan Allah,
2. Ahli Ilmu dan Al Quran yang sering mengajarkan ilmunya dan membaca Al Quran dan,
3. Seorang dermawan kaya yang rajin bersedekah.

Setelah menghadap Allah subhanahu wata'ala di akhirat dan ditanya tentang bagaimana kehidupan hingga kematiannya, masing-masing menjawab tentang karya besarnya selama di dunia hingga akhir kematiannya. Tetapi Allah subhanahu wata'ala membantahnya dan tidak memberi penghargaan sedikitpun kepada ketiganya bahkan memerintahkan kepada para malaikat untuk menyeret ketiganya masuk ke neraka jahannam.

Kepada orang yang mengaku berjuang hingga gugur membela agama, Allah subhanahu wata'ala berkata kepadanya; “engkau berdusta. Bukankah engkau lakukan itu agar manusia menyebut dirimu sebagai pemberani?”

Kepada ahli ilmu dan Al-Quran, Allah subhanahu wata'ala berkata; “engkau berdusta. Bukankah engkau lakukan itu supaya engkau disebut sebagai seorang alim (ahli ilmu) dan qori’ (ahli membaca Al Quran)?”

Sedangkan kepada orang kaya yang rajin bersedekah, Allah subhanahu wata'ala berkata; “engkau berdusta. Bukankah engkau lakukan semua itu agar engkau disebut sebagai dermawan?”

Berbicara tentang pahlawan, kita bukan hanya berbicara tentang semangat, daya juang, dan pengorbanan, tetapi sebagai orang yang mengimani adanya kehidupan yang abadi di akhirat hendaknya motif perjuangan berupa keikhlasan menjadi pedoman utama dalam berjuang.
Pahlawan sejati tidak haus tepuk tangan, namanya harus dikenal, fotonya dipajang dimana-mana, tetapi hampadari ketulusan dalam berjuang demi agama dan negara.

Kita bukan hanya butuh orang-orang yang cerdas untuk memabangun negeri yang kita cintai, tetapi orang-orang yang bersih hatinya dari segala kepentingan dan tulus ikhlas dalam mengisi kemerdekaan.

Tidak perlu bertepuk dada paling berjasa membela agama dan negara, karena kita tidak tahu akhir hidup seseorang.

Bisa saja dia bukan sosok yang terkenal di bumi, tidak mendapatkan tanda jasa sebagai pahlawan, tetapi ia terkenal di penjuru langit dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya.
Oleh karena itu, tidak perlu risau jika karyamu tidak dihargai, kebaikanmu tidak dianggap, selama niatmu tulus dan kebenaran sebagai jalan hidupmu, maka yang di Langit akan selalu membalas semua kebaikanmu.

Para perindu kampung akhirat akan selalu ingat “cerita masa depan” yang dituturkan oleh lisan Nabi itu. Dan tutur Nabi adalah wahyu ALLaah swt. Dirinya akan selalu waspada dengan segala lintasan niat. Dia akan bekerja keras mengawasi hatinya. Wajib baginya untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin, menjadikan diri bermanfaat bagi sesama dan lingkungannya karena memang itulah kriteria pahlawan di dunia yang diingatnya dari pesan Nabi “Khoirun Naas, anfa’uhum linnaas — sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain“. Dirinya ingin agar kepahlawanannya di dunia tidak bernasib seperti ketiga orang yang diceritakan Nabi tadi. Itu sia-sia dan teramat merugikan.

Baginya kepahlawanan di dunia adalah penting. Itu tuntutan kehidupan sebagai pilihan hidup terbaik. Pergantian waktu demi waktu harus menjadi saksi bahwa dirinya juga semakin baik dan berarti. Dan pada saat yang sama dia ingin menjadi pahlawan sejati yang mendapatkan penghargaan tertinggi dari Allah swt Yang Maha Mengetahui setiap desiran hati. Ingin mendapatkan keridhoan-Nya.

Yahya bin Ma'iin rahimahullah berkata:
"AKu tidak pernah melihat yang seperti Ahmad bin Hanbal, kami telah bersahabat dengannya selama 50 tahun, sama sekali ia tidak pernah membanggakan sesuatu pun yang merupakan bagian dari keshalihan dan kebaikannya." (Hilyatul Auliya, IX/ 181)

فَمَن كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

“Maka barangsiapa yang mengharap (dalam keadaan baik) berjumpa tuhannya hendaklah dia mengerjakan amal shalih serta tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun dalam beribadah kepadaNya.” (Al Kahfi: 110)

Keterangan Gambar:

Makam Kakek Soegarbo bin Syoekro di Taman Makam Pahlawan Giri Dharmoloyo Magelang. Beliau bukan seorang prajurit TNI, tapi Aparatur Sipil Negara yang bertugas di Jakarta dan beberapa tahun di Bengkulu. Masih menjadi rahasi sampai sekarang, kenapa Almarhum dimakamkan di sana.

Semoga Allah mengampuni para pahlawan yang telah berjuang dengan tulus ikhlas untuk negara dan agama ini.

Luruskan niat dan berjuanglah saudaraku.

Jakarta, 3 Shafar 1440 H/ 10 November 2018 M


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.