Setiap tahun, Indonesia menobatkan tanggal 10 November sebagai hari pahlawan. Pahlawan berasal dari
bahasa Sansekerta “Phala-Wan”, artinya orang yang menghasilkan buah atau hasil
karya (phala).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disebut sebagai pahlawan
adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam
membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Sedangkan dalam Peraturan
Presiden No. 33 tahun 1964, untuk disebut Pahlawan harus memenuhi kriteria
tertentu dan yang bersangkutan telah wafat dan sebagai seorang pejuang.
Karya besar, penuh
pengorbanan dan jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia dan lingkungan adalah
pekerjaan kepahlawanan. Apapun motif niatnya, manusia patut menghargainya.
Ustadz Rosyadi mengingatkan, bagi kita yang
memiliki kerja kepahlawanan itu tentu tidak cukup demi memperoleh penghargaan
manusia. Justru bagi para perindu cinta Ilahi dan kampung surgawi bukan kerja
kepahlawan semata yang ditekuninya tetapi dia juga mengawal dan memastikan
motif niat dirinya dalam mengerjakan semua itu.
Bagi orang yang
mencintai kampung akhirat dan amat besar cintanya kepada Sang Pencipta,
apresiasi dari Allah jauh lebih penting dan utama daripada yang diperoleh dari
manusia.
Para perindu itu
ingat betul satu hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, An
Nasa-i, At Tirmidzi dan Ibn Hibban. Tentang Hadits sahabat Abu Hurairah radhiyaLLaahu 'anhu menyampaikan
bahwa Nabi Muhammad shallaLLaahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang tiga
orang dengan karya besar amalnya selama di dunia, yaitu
1. Orang yang gugur
berperang di jalan Allah,
2. Ahli Ilmu dan Al
Quran yang sering mengajarkan ilmunya dan membaca Al Quran dan,
3. Seorang dermawan
kaya yang rajin bersedekah.
Setelah menghadap
Allah subhanahu wata'ala di akhirat dan ditanya tentang bagaimana kehidupan
hingga kematiannya, masing-masing menjawab tentang karya besarnya selama di
dunia hingga akhir kematiannya. Tetapi Allah subhanahu wata'ala membantahnya
dan tidak memberi penghargaan sedikitpun kepada ketiganya bahkan memerintahkan
kepada para malaikat untuk menyeret ketiganya masuk ke neraka jahannam.
Kepada orang yang
mengaku berjuang hingga gugur membela agama, Allah subhanahu wata'ala berkata
kepadanya; “engkau berdusta. Bukankah engkau lakukan itu agar manusia menyebut
dirimu sebagai pemberani?”
Kepada ahli ilmu dan
Al-Quran, Allah subhanahu wata'ala berkata; “engkau berdusta. Bukankah engkau
lakukan itu supaya engkau disebut sebagai seorang alim (ahli ilmu) dan qori’
(ahli membaca Al Quran)?”
Sedangkan kepada
orang kaya yang rajin bersedekah, Allah subhanahu wata'ala berkata; “engkau
berdusta. Bukankah engkau lakukan semua itu agar engkau disebut sebagai
dermawan?”
Berbicara tentang
pahlawan, kita bukan hanya berbicara tentang semangat, daya juang, dan
pengorbanan, tetapi sebagai orang yang mengimani adanya kehidupan yang abadi di
akhirat hendaknya motif perjuangan berupa keikhlasan menjadi pedoman utama
dalam berjuang.
Pahlawan sejati
tidak haus tepuk tangan, namanya harus dikenal, fotonya dipajang dimana-mana,
tetapi hampadari ketulusan dalam berjuang demi agama dan negara.
Kita bukan hanya
butuh orang-orang yang cerdas untuk memabangun negeri yang kita cintai, tetapi
orang-orang yang bersih hatinya dari segala kepentingan dan tulus ikhlas dalam
mengisi kemerdekaan.
Tidak perlu
bertepuk dada paling berjasa membela agama dan negara, karena kita tidak tahu
akhir hidup seseorang.
Bisa saja dia bukan
sosok yang terkenal di bumi, tidak mendapatkan tanda jasa sebagai pahlawan,
tetapi ia terkenal di penjuru langit dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di
sisi-Nya.
Oleh karena itu,
tidak perlu risau jika karyamu tidak dihargai, kebaikanmu tidak dianggap,
selama niatmu tulus dan kebenaran sebagai jalan hidupmu, maka yang di Langit
akan selalu membalas semua kebaikanmu.
Para perindu
kampung akhirat akan selalu ingat “cerita masa depan” yang dituturkan oleh
lisan Nabi itu. Dan tutur Nabi adalah wahyu ALLaah swt. Dirinya akan selalu
waspada dengan segala lintasan niat. Dia akan bekerja keras mengawasi hatinya.
Wajib baginya untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin, menjadikan diri
bermanfaat bagi sesama dan lingkungannya karena memang itulah kriteria pahlawan
di dunia yang diingatnya dari pesan Nabi “Khoirun Naas, anfa’uhum linnaas —
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain“. Dirinya
ingin agar kepahlawanannya di dunia tidak bernasib seperti ketiga orang yang
diceritakan Nabi tadi. Itu sia-sia dan teramat merugikan.
Baginya
kepahlawanan di dunia adalah penting. Itu tuntutan kehidupan sebagai pilihan
hidup terbaik. Pergantian waktu demi waktu harus menjadi saksi bahwa dirinya
juga semakin baik dan berarti. Dan pada saat yang sama dia ingin menjadi
pahlawan sejati yang mendapatkan penghargaan tertinggi dari Allah swt Yang Maha
Mengetahui setiap desiran hati. Ingin mendapatkan keridhoan-Nya.
Yahya bin Ma'iin
rahimahullah berkata:
"AKu tidak
pernah melihat yang seperti Ahmad bin Hanbal, kami telah bersahabat dengannya
selama 50 tahun, sama sekali ia tidak pernah membanggakan sesuatu pun yang
merupakan bagian dari keshalihan dan kebaikannya." (Hilyatul Auliya, IX/
181)
فَمَن كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
“Maka barangsiapa
yang mengharap (dalam keadaan baik) berjumpa tuhannya hendaklah dia mengerjakan
amal shalih serta tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun dalam beribadah
kepadaNya.” (Al Kahfi: 110)
Keterangan Gambar:
Makam Kakek
Soegarbo bin Syoekro di Taman Makam Pahlawan Giri Dharmoloyo Magelang. Beliau
bukan seorang prajurit TNI, tapi Aparatur Sipil Negara yang bertugas di Jakarta
dan beberapa tahun di Bengkulu. Masih menjadi rahasi sampai sekarang, kenapa
Almarhum dimakamkan di sana.
Semoga Allah
mengampuni para pahlawan yang telah berjuang dengan tulus ikhlas untuk negara
dan agama ini.
Luruskan niat dan
berjuanglah saudaraku.
Jakarta, 3 Shafar
1440 H/ 10 November 2018 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.