Secara fitrah, manusia memiliki
kebutuhan standar. Dalam salah satu bukunya, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa
manusia memiliki kecenderunagn untuk mencintai dirinya, mencintai
kesempurnaannya, serta mencintai eksistensinya. Dan sebaliknya, manusia
cenderung membenci hal-hal yang dapat menghancurkan, meniadakan, mengurangi
atau menghancurkan kesempurnaan itu.
Orang besar terkenal banyak
dipuji-puji, memiliki pengaruh dan kekayaan yang melimpah, pengikutnya
beribu-ribu bahkan jutaan, akan takut setengah mati jika takdir mendadak merubahnya menjadi
miskin, lemah, bangkrut, terasing atau ditinggalkan manusia.
Begitulah tabiat manusia. Padahal, kecintaan kita kepada selain Allah sampai begitu banyak, maka cinta itu pasti akan musnah.
Begitulah tabiat manusia. Padahal, kecintaan kita kepada selain Allah sampai begitu banyak, maka cinta itu pasti akan musnah.
Seharusnya kebutuhan kita akan
kebahagiaan duniawi, membuat kita berpikir bahwa Allahlah satu-satunya yang
memiliki semua itu.
Adapun kekhawatiran tentang standar kebutuhan kita, mestinya membuat kita berlindung dan berharap kepada Allah dengan mengamalkan apa-apa yang disukainya. Jadi, kebutuhan pada diri kita itu seharusnya menjadi jalan supaya kita mencintai Allah.
Adapun kekhawatiran tentang standar kebutuhan kita, mestinya membuat kita berlindung dan berharap kepada Allah dengan mengamalkan apa-apa yang disukainya. Jadi, kebutuhan pada diri kita itu seharusnya menjadi jalan supaya kita mencintai Allah.
Seorang muslim selayaknya memahami,
bahwa keindahan cinta yang paling hakiki adalah kita mencintai Allah Subhanahu wata'ala. Dan
pondasi utama yang harus dibangun oleh seorang muslim untuk menggapai keindahan
cinta tersebut adalah dengan mengenal Allah (ma'rifatullah).
Bagi seorang muslim ma'rifatullah adalah bekal untuk meraih prestasi hidup setinggi-tingginya. Sebaliknya, tanpa ma'rifatullah seorang muslim memiliki keyakinana dan keteguhan hidup.
Bagi seorang muslim ma'rifatullah adalah bekal untuk meraih prestasi hidup setinggi-tingginya. Sebaliknya, tanpa ma'rifatullah seorang muslim memiliki keyakinana dan keteguhan hidup.
Ma'rifatullah adalah pengarah yang
akan meluruskan orientasi hidup seorang muslim. Dari sinilah dia menyadari
bahwa hidupnya bukan untuk siapa pun kecuali hanya untuk Allah subhanahu wata'ala.
Jika seorang hidup dengan menegakkan prinsip-prinsip ma'rifatullah ini, maka insyaAllah, alam semesta ini akan Allah tundukkan untuk melayaninya. Dengan fasilitas itulah, dia kemudian akan memperoleh kemudahan dalam setiap urusan yang dihadapinya.
Jika seorang hidup dengan menegakkan prinsip-prinsip ma'rifatullah ini, maka insyaAllah, alam semesta ini akan Allah tundukkan untuk melayaninya. Dengan fasilitas itulah, dia kemudian akan memperoleh kemudahan dalam setiap urusan yang dihadapinya.
Maka berbahagialah orang yang
senantiasa berusaha mengenal Allah, sehingga kedekatannya dengan Allah
senantiasa dipisah oleh tabir yang semakin tipis. Bagi orang yang dekat dengan
Allah, dia akan dianugrahi ru'yah shadiqah (penglihatan hati yang benar).
Di sisi lain, ma'rifatullah juga
menjadi sangat penting dalan merevolusi pribadi seseorang untuk berubah ke arah
kebaikan. Dengan kata lain, perubahan yang dahsyat dan hakiki itu bisa terjadi
ketika seseorang mempunyai keyakinan pribadi yang sangat kuat kepada sang
Khalik.
Dengan kekuatan iman, seorang
pengecut seketika berubah menjadi seorang pemberani. Seorang pemalas tiba-tiba
berubah menjadi bersemangat. Sehingga siapa pun yang menginginkan perubahan
positif yang cepat dalam dirinya kuncinya adalah membangun kayakinan yang kuat
kepada Allah SWT. Banyak contoh berbicara tentang betapa kuatnya peran
keyakinan dalam merubah pribadi seseorang.
Umar bin Khatab radhiyallahhu 'anhu yang sebelumnya
begitu pemarah dan berwatak keras, bahkan anaknya sendiri dikubur hidup-hidup.
Namun berkat tumbuhnya tauhid dalam dirinya, beliau berubah menjadi begitu
bermurah hati dan penyantun. Bukan hanya individu, kota Makkah yang sebelumnya
tidak dikenal, hanya sebuah dusun kecil yang penuh keterbatasan, berkat da'wah
dan kekuatan iman yang disemai melalui dakwah Rasulullah shalaullahhu 'alaihi wassalam, akhirnya berubah
menjadi bangsa yang besar dan sangat disegani.
Kisah lain dapat disebut, yaitu kisah
seorang shahabiyah yang bernama Khansa. Wanita mukminah yang hidup di zaman
sahabat ini ketika kerabatnya wafat, emosi kesedihannya begitu luar biasa. Dia menangis
begitu pilu, meratap, merobek-robek baju, memukul dada. Tapi sesudah mendapat
hidayah, emosinya dapat terkontrol.
Bahkan dalam sebuah pertempuran, ia
berseru pada keempat anak laki-lakinya. "Hai anak-anakku, ini kesempatan
besar. Kalau engkau mengalahkan mereka, engkau dapat pahala di sisi Allah.
Kalau engkau menjadi syuhada, engkau mendapat kemuliaan di sisi Allah.
Bertempurlah dengan semangat membara!"
Lalu anak-anaknya bertempur luar
biasa, hingga satu persatu gugur menjadi syuhada. Namun kala itu bukan ratapan
yang ia berikan, malah ungkapan syukur. Padahal dulu, hanya saudaranya saja
yang meninggal dunia ratapannya sangat luar biasa, sampai hendak bunuh diri
karena putus asa. Namun di kemudian hari, dia malah mengantar syahid
anak-anaknya dengan penuh ketabahan dan keikhlasan.
Oleh karenanya, siapa pun yang tidak
mempunyai pondasi ma'rifatullah dalam dirinya, maka ia akan sulit untk
memperoleh ketenangan, kedamaian, kabahagiaan, dan kesuksesan hakiki. Jika kita
makin mengenal siapa Allah, maka akan terasa semakin kecil nilai makhluk.
Ketika kita semakin mengerti penghargaan dari Allah maka kian tidak berarti
penghargaan yang kita terima dari makhluk.
Di saat kita merasakan betapa
sempurnanya balasan dari Allah, maka betapapun besarnya balasan dari makhluk
tidak akan sebanding harganya dengan balasan Allah. Makin detailnya penglihatan
Allah, makin tidak penting pengawasan makhluk. Siapapun yang mengenal Allah
tidak akan pernah kecewa dengan perbuatan Allah.
Hal-hal seperti itulah yang lambat laun
akan membina kita menjadi pribadi-pribadi ihklas. Insan-insan yang hanya
bergantung dan berharap kepada Allah subhanahu wata'ala. Maka kekuatan untuk bisa maju, mulia,
dan bermartabat itu hanya bisa dicapai dengan keyakinan kepada Allah subhanahu wata'ala.
Kekuatan keyakinan memang begitu dahsyat, sehingga atas izin Allah setiap
kebaikan yang diingini oleh seorang muwahid (orang yang betauhid) akan dibayar
oleh Allah di depan matanya.
Maka semua puncak ketenangan,
kebahagiaan, perubahan, kedamaian, serta kesuksesan itu berbanding lurus dengan
tingkat keyakinan kepada Allah Yang Maha Agung. Oleh karena itu, berapapun
biaya, tenaga, waktu dan apapun yang kita korbankan untuk mendekatkan diri
kepada Allah seharusnya tidak perlu dirisaukan, sebab pengornbanan itu tidak
sebanding dengan maslahat yang akan kita terima.
Dalam ilmu mengenal Allah subhanahu wata'ala, ada
rambu-rambu supaya keyakinan itu berada pada rel yang tepat, sehingga tidak
menjadi alasan untuk kelemahan dan kemaksiatan. Jangan sampai keyakinan ini
menjadi tempat menyembunyikan diri kita dari kemalasan dan kegigihan
berikhtiar.
Jangan sampai keyakinan bahwa Allah
Maha Kaya membuat kita tidak gigih menjemput rizki kita. Keyakinan Allah Maha
Pengampun malah membuat kita mengenteng-enteng perbuatan dosa. Keyakinan bahwa
Allah Maha Memberi, jangan sampai membuat kita lalai dalam mencari nafkah.
Selanjutnya kita harus lebih
profesional, karena ketika mengingat Allah kita terkadang cenderung ingat
kepada balasanNya, ingat pada keras siksa-Nya. Jika semua itu memang mampu
membuat kita takut dan menghindari perbuatan dosa, tentu sangatlah bagus.
Namun, kita juga harus ingat bahwa ampunan Allah itu ternyata demikian dahsyat,
Allah mendahulukan kasih sayangNya dibanding kemarahan-Nya.
Mudah-mudahan uraian ringkas ini
dapat memacu kita untuk semakin mengenal Allah Yang Maha Dekat, Yang Maha
Menyayangi. Sehingga kita semakin merasakan kekuatan perubahan, dahsyatnya
revolusi, baik secara pribadi, keluarga maupun masyarakat dengan tertancapnya
pondasi ma'rifatullah, pondasi kekuatan keyakinan pada Allah SWT.
Photo Credit: furnizing
Photo Credit: furnizing
Jakarta, 27 Safar 1440
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.