Sebagai
manusia biasanya, tentu sudah menjadi anggapan umum. bahwa manusia senantiasa
diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai apa yang ia
cita-citakan. Ketidakberhasilan sebagian banyak orang adalah salah satunya karena
tingkat usaha mereka yang berbeda-beda saat menghadapi situasi yang sama.
Coba Anda
perhatikan, secara tersurat kalimat yang memerintahkan kita untuk terus
berusaha dan bersandar pada usaha, karena usaha tidak akan pernah menghianati
hasil adalah baik. Tetapi, sebagai seorang hamba Allah, kata-kata dan kalimat
itu ada yang kurang, coba perhatikan lagi! Dimana letak kekurangannya?
“Bersandar
pada kekuatan usaha” di sinilah letak kehati-hatian kita menata hati, untuk
menyandarkan pada sesuatu yang lebih kokoh dan abadi. Kita tidak berbicara
orang yang kurang usahanya dalam menyelesaikan tantangan hidup yang sedang ia
hadapi, tetapi terkadang manusia yang memiliki kekuatan, terlalu menyandarkan
diri pada usahanya sendiri. Akibatnya, rasa kebergantungannya kepada Allah menjadi
kurang. Akhirnya, ada dua kemungkinan,
Pertama, seseorang menjadi sombong.
Kedua,
ia kecewa karena mendapatkan takdir yang
tidak sesuai dengan yang ia kehendaki.
Apa ukuran
seseorang bersandar pada kekuatan amalnya?
Setengah
dari Tanda bahwa seseorang itu bersandar dari pada kekuatan amal usahanya,
yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi
padanya suatu kesalahan/ dosa.
Ketika kita
sangat yakin, bahwa usaha kita ini akan membawa hasil, lalu berkurangnya rasa
pengharapan terhadap rahmat karunia Allah maka di sanalah terjadi tempat
bersandar yang rapuh.
Saudaraku,
ada banyak pekerjaan-pekerjaan besar yang dapat kita selesaikan dengan sebab
rahmat karunia Allah. begitupun sebaliknya, ada banyak hal-hal sepele yang
tidak bisa kita selesaikan karena hampa dari rahmat karunia-Nya.
Seperti
yang kita ketahui bersama, bahwa bangsa
ini pun merdeka “Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa...” spirit mendownload kekuatan langit agar kita bisa
menyelesaikan PR-PR besar kita hari ini lah yang cenderung hilang akhir-akhir
ini. tidak sedikit, mulai dari individu, masyarkaat, tokoh, bahkan pemimpin
yang terlalu menyandarkan diri pada kekuatan usaha semata. Akhirnya, di tengah
keberlimpahan teknologi dan sumber daya alam serta manusia. Cita-cita
kemerdekaan dan arah perjuangan bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur terasa masih jauh.
Penting bagi
generasi muda untuk mempelajari motif-motif perjuangan para pahlawan terdahulu.
Itu memberikan mereka kekuatan yang tidak pernah padam. Karena tanpa rahmat
karunia Allah, segala sesuatu yang kita bangun bisa hancur seketika.
Kalimat
laa ilaaha illallaah. Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat
bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah, tidak ada yang menghidupkan dan
mematikan, tiada yang memberi dan menolak melainkan Allah.
Bukankah
kita diperintahkan Allah berusaha? Benar.
Dhohirnya
syariat menyuruh kita berusaha beramal, sedangkan hakikat syariah melarang kita
menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia
rahmat Allah. Dengan demikian, hati kita
selalu terhubung kepada Allah. baik sebelum, ketika, dan setelah menyelesaikan
tugas yang kita emban.
Mari kita
kembali meresapi, kalimat yang sebagaian besar kita sudah hafal. Kalimat yang ringkas, namun syarat makna dan
memiliki keutamaan yang luar biasa. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada ‘Abdullah bin Qois,
“Wahai
‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena
ia merupakan simpanan pahala berharga di surga” (HR.
Bukhari no. 7386)
Kalimat
“laa hawla wa laa quwwata illa billah” adalah kalimat yang berisi penyerahan
diri dalam segala urusan kepada Allah Ta’ala. Hamba tidaklah bisa berbuat
apa-apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu selain
kehendak Allah.
Ulama menafsirkan, “Tidak ada usaha, kekuatan dan
upaya selain dengan kehendak Allah.”
Ibnu
Mas’ud berkata,
لا حول عن معصية الله
إلا بعصمته، ولا قوة على طاعته إلا بمعونته
“Tidak
ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari
Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan
Allah.”
Intinya Kalimat:
Laa haula wala quwwaata illa billaahi. Tidak ada daya untuk mengelakkan
diri dari bahaya kesalahan. Dan tidak ada kekuatan untuk berbuat amal kebaikan
kecuali dengan bantuan pertolongan Allah dan karunia rahmat-Nya semata-mata.
Jadi,
saudaraku ketika kita sedang melakukan sebuah amal kebajikan itu bukan hanya
sebab pengetahuan yang kita miliki, teknologi yang ada, sumber daya yang kita
miliki, tetapi bantuan pertolongan Allah hadir menguatkan tekad kita untuk
melaksanakan perintah-Nya.
“Katakanlah:
"Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan". (Q.S. Yunus: 58)
Sedang
bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada karunia rahmat Allah yang
memberi taufiq dan hidayat kepadanya yang akhirnya pasti ia ujub, sombong,
merasa sempurna, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah
bersujud kepada Adam, ia berkata :
“Aku
lebih baik dari dia (Adam)”
Mari kita
lebih berhati-hati menata hati, setiap kelebihan yang kita miliki lalu
terbersit di dalam sanubari kita bahwa “Aku lebih baik dari dia”. Suara dan
pernyataan itu persis seperti pernyataan iblis. Pernyataan kesombongan Iblis
ini diabadikan Allah agar manusia mengambil pelajaran. Apapun yang kita miliki
dan apapun kondisi yang kita jalani jangan pernah sombong. Apa itu sombong?
Menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. demikian sabda Nabi shalaullahhu
‘alaihi wassalam.
Juga telah
terjadi pada qaarun ia berkata:
"Sesungguhnya
Aku Hanya diberi harta itu, Karena ilmu yang ada padaku". dan apakah ia
tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh Telah membinasakan umat-umat
sebelumnya yang lebih Kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?
dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka. (Q.S. Al-Qashash: 78)
Ayat ini peringatan akan fitnah ilmu. mari orang-orang
yang dianugrahi ilmu oleh Allah untuk berhati-hati. Jangan sampai menuhankan
Ilmu. apakah ada orang menuhankan ilmu? banyak sarjana, master, doktor, bahkan
profesor yang telah mencukupkan dirinya dengan ilmu yang ia miliki dan merasa
tidak perlu memperdalam ilmu agama. Mereka memandang berbagai fenomena alam dan
sosial yang terjadi dengan kaca mata dunia semata. Apalagi sebab ilmu yang ia
miliki, ia menolak perintah dan mengakui
bahwa apa yang ia miliki atas rahmat karunia Allah.
Kebenaran
itu bukan milik orang yang bertitiel master, doktor profesor. Tapi, kenalilah
kebenaran itu dari mana pun ia berada. Karena tidak ada jaminan orang semakin
tinggi pendidikannya semakin memahami hakikat kebenaran.
Apabila
kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, binatang
dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri,
seolah-olah merasa sudah cukup kuat dan dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan
Allah, tanpa rahmat taufiq hidayat dan karunia Allah.
Kita
harus menteladani Nabi Sulaiman ‘alaisalam ketika ia menerima nikmat karunia
Allah, ketika mendapat istana Ratu Bilqis,
“...Maka
tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata:
"Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba Aku apakah Aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya). dan barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya
dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar,
Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (Q.S.
An-Naml: 40)
Semoga kita
dapat memetik pelajaran, senantiasa menyempurnakan ikhtiar, mengokohkan
keimanan kita kepada Allah, dan selalu bersandar kepada rahmat karunia-Nya
semata.
Photo Credit: akseleran.com
Jakarta,
29 Muharram 1440 | @riosaputranew
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.