Rabu, 10 Oktober 2018

Jangan Bersandar Pada Kekuatan Usaha


Sebagai manusia biasanya, tentu sudah menjadi anggapan umum. bahwa manusia senantiasa diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai apa yang ia cita-citakan. Ketidakberhasilan sebagian banyak orang adalah salah satunya karena tingkat usaha mereka yang berbeda-beda saat menghadapi situasi yang sama.

Coba Anda perhatikan, secara tersurat kalimat yang memerintahkan kita untuk terus berusaha dan bersandar pada usaha, karena usaha tidak akan pernah menghianati hasil adalah baik. Tetapi, sebagai seorang hamba Allah, kata-kata dan kalimat itu ada yang kurang, coba perhatikan lagi! Dimana letak kekurangannya?

“Bersandar pada kekuatan usaha” di sinilah letak kehati-hatian kita menata hati, untuk menyandarkan pada sesuatu yang lebih kokoh dan abadi. Kita tidak berbicara orang yang kurang usahanya dalam menyelesaikan tantangan hidup yang sedang ia hadapi, tetapi terkadang manusia yang memiliki kekuatan, terlalu menyandarkan diri pada usahanya sendiri. Akibatnya, rasa kebergantungannya kepada Allah menjadi kurang. Akhirnya, ada dua kemungkinan, 
Pertama, seseorang menjadi sombong. 
Kedua,  ia kecewa karena mendapatkan takdir yang tidak sesuai dengan yang ia kehendaki.

Apa ukuran seseorang bersandar pada kekuatan amalnya?

Setengah dari Tanda bahwa seseorang itu bersandar dari pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/ dosa.

Ketika kita sangat yakin, bahwa usaha kita ini akan membawa hasil, lalu berkurangnya rasa pengharapan terhadap rahmat karunia Allah maka di sanalah terjadi tempat bersandar yang rapuh.

Saudaraku, ada banyak pekerjaan-pekerjaan besar yang dapat kita selesaikan dengan sebab rahmat karunia Allah. begitupun sebaliknya, ada banyak hal-hal sepele yang tidak bisa kita selesaikan karena hampa dari rahmat karunia-Nya.

Seperti yang kita  ketahui bersama, bahwa bangsa ini pun merdeka “Atas  berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa...” spirit mendownload kekuatan langit agar kita bisa menyelesaikan PR-PR besar kita hari ini lah yang cenderung hilang akhir-akhir ini. tidak sedikit, mulai dari individu, masyarkaat, tokoh, bahkan pemimpin yang terlalu menyandarkan diri pada kekuatan usaha semata. Akhirnya, di tengah keberlimpahan teknologi dan sumber daya alam serta manusia. Cita-cita kemerdekaan dan arah perjuangan bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur terasa masih jauh.

Penting bagi generasi muda untuk mempelajari motif-motif perjuangan para pahlawan terdahulu. Itu memberikan mereka kekuatan yang tidak pernah padam. Karena tanpa rahmat karunia Allah, segala sesuatu yang kita bangun bisa hancur seketika.

Kalimat laa ilaaha illallaah. Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tiada yang memberi dan menolak melainkan Allah.

Bukankah kita diperintahkan Allah berusaha? Benar.

Dhohirnya syariat menyuruh kita berusaha beramal, sedangkan hakikat syariah melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia rahmat Allah. Dengan  demikian, hati kita selalu terhubung kepada Allah. baik sebelum, ketika, dan setelah menyelesaikan tugas yang kita emban.

Mari kita kembali meresapi, kalimat yang sebagaian besar kita sudah hafal.  Kalimat yang ringkas, namun syarat makna dan memiliki keutamaan yang luar biasa. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ‘Abdullah bin Qois,

“Wahai ‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena ia merupakan simpanan pahala berharga di surga” (HR. Bukhari no. 7386)

Kalimat “laa hawla wa laa quwwata illa billah” adalah kalimat yang berisi penyerahan diri dalam segala urusan kepada Allah Ta’ala. Hamba tidaklah bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa memiliki sesuatu selain kehendak Allah.

Ulama  menafsirkan, “Tidak ada usaha, kekuatan dan upaya selain dengan kehendak Allah.”

Ibnu Mas’ud berkata,

لا حول عن معصية الله إلا بعصمته، ولا قوة على طاعته إلا بمعونته

Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”

Intinya Kalimat: Laa haula wala quwwaata illa billaahi. Tidak ada daya untuk mengelakkan diri dari bahaya kesalahan. Dan tidak ada kekuatan untuk berbuat amal kebaikan kecuali dengan bantuan pertolongan Allah dan karunia rahmat-Nya semata-mata.

Jadi, saudaraku ketika kita sedang melakukan sebuah amal kebajikan itu bukan hanya sebab pengetahuan yang kita miliki, teknologi yang ada, sumber daya yang kita miliki, tetapi bantuan pertolongan Allah hadir menguatkan tekad kita untuk melaksanakan perintah-Nya.

“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Q.S. Yunus: 58)

Sedang bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada karunia rahmat Allah yang memberi taufiq dan hidayat kepadanya yang akhirnya pasti ia ujub, sombong, merasa sempurna, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada Adam, ia berkata :

“Aku lebih baik dari dia (Adam)”

Mari kita lebih berhati-hati menata hati, setiap kelebihan yang kita miliki lalu terbersit di dalam sanubari kita bahwa “Aku lebih baik dari dia”. Suara dan pernyataan itu persis seperti pernyataan iblis. Pernyataan kesombongan Iblis ini diabadikan Allah agar manusia mengambil pelajaran. Apapun yang kita miliki dan apapun kondisi yang kita jalani jangan pernah sombong. Apa itu sombong? Menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. demikian sabda Nabi shalaullahhu ‘alaihi wassalam.

Juga telah terjadi pada qaarun ia berkata:
"Sesungguhnya Aku Hanya diberi harta itu, Karena ilmu yang ada padaku". dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh Telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih Kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (Q.S. Al-Qashash: 78)

Ayat ini  peringatan akan fitnah ilmu. mari orang-orang yang dianugrahi ilmu oleh Allah untuk berhati-hati. Jangan sampai menuhankan Ilmu. apakah ada orang menuhankan ilmu? banyak sarjana, master, doktor, bahkan profesor yang telah mencukupkan dirinya dengan ilmu yang ia miliki dan merasa tidak perlu memperdalam ilmu agama. Mereka memandang berbagai fenomena alam dan sosial yang terjadi dengan kaca mata dunia semata. Apalagi sebab ilmu yang ia miliki, ia menolak perintah  dan mengakui bahwa apa yang ia miliki atas rahmat karunia Allah.

Kebenaran itu bukan milik orang yang bertitiel master, doktor profesor. Tapi, kenalilah kebenaran itu dari mana pun ia berada. Karena tidak ada jaminan orang semakin tinggi pendidikannya semakin memahami hakikat kebenaran.

Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seolah-olah merasa sudah cukup kuat dan dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat taufiq hidayat dan karunia Allah.

Kita harus menteladani Nabi Sulaiman ‘alaisalam ketika ia menerima nikmat karunia Allah, ketika mendapat istana Ratu Bilqis,

“...Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba Aku apakah Aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (Q.S. An-Naml: 40)

Semoga kita dapat memetik pelajaran, senantiasa menyempurnakan ikhtiar, mengokohkan keimanan kita kepada Allah, dan selalu bersandar kepada rahmat karunia-Nya semata.

Photo Credit: akseleran.com

Jakarta, 29 Muharram 1440 | @riosaputranew

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.