Oleh: Haikal Haidar
Jika branding merupakan upaya yang dilakukan oleh
sebuah brand untuk mendapatkan tempat di hati konsumennya. Maka Rebranding merupakan
upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengubah atau memperbaharui
sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik dan
mendapatkan posisi yng lebih tepat di mata konsumen.
Kenapa sebuah perusahaan, lembaga bahkan negara harus
melakukan sebuah rebranding? Bukankah dengan rebranding, bisa
mengubah sebuah nilai atau value yang telah lama diakui dan dianut oleh
perusahaan atau lembaga tersebut?
Rebranding umumnya dilakukan karena alasan finansial, masalah
kepemimpinan, prospek pasar yang menuntut perusahaan untuk berubah secara
total, sampai kepada alasan merger atau bergabungnya dua perusahaan.
Lalu bagaimana dengan rebranding sebuah negara? Apakah
alasannya juga sama. Sejatinya rebranding apapun itu, entah perusahaan
besar atau kecil, organisasi besar atau kecil, bahkan negara adidaya
lebih-lebih negara berkembang, seringkali terjadi karena beberapa alasan
fundamental:
1. Identitas dari negara tersebut tidak jelas.
Lho kok tidak jelas? Ya, identitas negara sejatinya bukan
hanya sekedar lambang negara, bendera, bahasa resmi, lagu kebangsaan dan
lain-lain. Identitas tertinggi sebuah negara adalah value dan nilai-nilai
yang dianut oleh segenap warga negaranya.
2. Rebranding juga seringkali disebabkan karena negara
tersebut memiliki reputasi yang buruk di mata dunia internasional.
3. Negara tersebut ingin memberikan sesuatu yang baru.
Sesuatu yang tidak dimiliki oleh negara dan bangsa lainnya di dunia, yang
dengannya menjadikannya berbeda, unik dan bahkan menjadi 'satu-satunya'. Yang
dengan itu pula, menjadikan negara tersebut dipandang dan dihargai oleh negara
- negara lainnya di dunia.
Beberapa hari ini, saya yang sok ingin tahu banyak hal,
membaca sebuah postingan dari seorang praktisi branding yang katanya
sudah malang melintang selama setengah abad di dunia branding. Postingan yang
sedikit banyak mengusik hati bagi orang-orang yang peduli dengan negeri ini. Lagi-lagi
saya termasuk di dalamnya, termasuk orang yang sok peduli. Duh
Postingan tersebut adalah tentang "REBRANDING
INDONESIA". Sebuah gerakan atau movement yang digagas dan khususnya ditujukan
kepada para alumni workshop beliau, alumni workshop bisa bikin brand.
Saya bergumang dalam hati, Aha... "Bisa Bikin Brand", sebuah
nama yang keren, sebuah pengakuan bahkan mungkin ego dan ke-AKU-an yang sangat
tinggi. Bisa Bikin Brand, sebuah nama, jargon yang tentu telah menjadi
sebuah brand tersendiri khususnya bagi alumninya. Semoga suatu saat saya yang
sok tahu ini juga bisa ikut dan menjadi alumninya.
Postingan bersambung tersebut makin lama makin membuat saya
penasaran, kenapa harus rebranding? Adakah yang salah dengan branding
di negeri ini? Bukankah branding yang saat ini telah lama dijalankan
telah melalui proses brainstorming yang lama dari para pemangku jabatan
di kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif? Bukankah branding yang
dijalankan sekarang juga katanya melibatkan banyak ahli dan pakar branding?
Lalu salahnya di maannaaa... (Eh mirip-mirip tagline sebuah brand
bikinan praktisi branding itu ya hehehe).
Setelah mencermati postingan demi postingan, akhirnya saya
mendapati tema besar dari rebranding Indonesia yang digagas ini. Temanya adalah "Indonesia Spicing
The World". Wow, sebuah tema, sebuah tagline yang
sangat dalam maknanya. "Indonesia
membumbui dunia", begitulah
mungkin terjemahan bebasnya.
Kata " Spicing " atau "bumbu". Kenapa
kata ini yang dipilih? Kenapa bukan keindahan alam Indonesia yang sudah sangat
terkenal seantero dunia yang diangkat? Bukankah keindahan alam Bali sudah
sangat terkenal? Bukankah sejarah dan budaya Indonesia sudah sangat terkenal
lewat Gamelan, aneka tarian dan lain sebagainya? Kenapa harus bumbu yang
diangkat? Di mana letak keunikannya, di mana letak ke-khas-an-nya?
Kembali membolak - balik sejarah, ternyata dahulu kala,
Indonesia ini menjadi sasaran dan target penjajahan dari beberapa negara imperialis,
tidak lain alasan utamanya adalah karena masalah REMPAH-REMPAH. Indonesia
adalah satu-satunya negara di dunia dengan rempah terbanyak dan terbaik di
dunia. Maka sangat wajar jika dulu Belanda lewat VOC begitu sangat bernafsu
ingin menguasai negeri ini. Pantas dulu Jepang, negara matahari terbit begitu
ingin menjajah negeri ini. Ternyata muaranya adalah perebutan REMPAH-REMPAH
terbanyak dan terbaik di dunia.
Cengkeh, Kemiri, Vanili, Pala, Merica, Kayu Manis, dan masih
banyak lagi REMPAH-REMPAH lainnya, adalah bagian kecil dari REMPAH-REMPAH
Indonesia yang menjadi langganan impor dari negara-negara di Eropa, Amerika,
dan Timur Tengah.
Rempah Indonesia juga ternyata tidak hanya digunakan sebagai
bumbu atau penyedap masakan, tetapi juga menjadi bahan baku terbaik untuk
berbagai produk farmasi, kosmetik, farpume, sabun dan masih banyak lagi produk
lainnya.
Karena keunikan dan kekhasannya. Bumbu dan rempah Indonesia
ini kalau digunakan pada sebuah masakan, hasilnya bisa beda dibandingkan jika
menggunakan bumbu dan rempah lainnya. Makanya, jangan heran jika makan nasi
goreng asli Indonesia, rasa dan tastenya bisa berbeda sekali dengan nasi goreng
buatan Thailand atau lainnya, beda bumbu, beda rasa. Dan... Rasa -
rasanya, tanpa menggunakan bumbu dan rempah Indonesia, makanan itu tidak atau
kurang terasa enaknyaaa. (Saya kok makin lama makin SOK tahu banget ya
hahaha...)
Baiklah, saya lanjutkan ke-SOK tahu-an saya
Indonesia spicing the world, Indonesia membumbui
dunia! Sebuah gerakan kesadaran yang harus menjadi landasan bergerak dari
setiap warga negara. Sebuah gerakan yang harus didukung tentunya. (Rasa-rasanya
negara ini harus berterima kasih kepada praktisi branding, Pak Bi, yang menjadi
penggagas gerakan ini).
"Bumbu" dan "rempah" secara harfiah
berfungsi sebagai penambah rasa, penyedap rasa, yang membuat sebuah makanan dan
minuman menjadi lebih berasa dan terasa. Tanpa bumbu maka nasi goreng tidak
lebih hanya menjadi campuran nasi dan minyak yang diaduk rata. Tanpa bumbu dan
rempah Indonesia, rendang tidak lebih hanya tumpukan daging yang bercampur
minyak. Tanpa bumbu dan rempah Indonesia, bakso, soto betawi, soto Banjar, coto
makassar, pallu basa, pallu mara, bubur ayam, bubur manado, dan lain-lain,
hanya menjadi campuran daging dan nasi tanpa rasa.
Maka sungguh bersyukur orang Indonesia yang dikaruniai
beragam bumbu dan rempah-rempah terbaik dunia. Bumbu dan rempah yang memberikan
cita rasa dan aroma terbaik dunia.
Value dan makna terdalam dari gerakan "Indonesia Spicing The World",
tentunya adalah, bagaimana setiap warga negara Indonesia bisa memberi 'rasa'
dan memberi 'warna' terbaik buat dunia. Pengusaha, besar dan kecil, maupun UMKM
tentunya juga bisa memberikan andil terbaiknya dalam menyukseskan gerakan ini.
Apapun out put produksinya, "Bumbuilah" dunia lewat
produk yang kita hasilkan.
Value rempah Indonesia sebagai bumbu dan rempah terbaik harus menjadi landasan
berpikir, bertindak dan berproduksi. Sehingga dengan demikian, Indonesia akan
selalu diingat oleh dunia sebagai negara terbaik.
Keindahan alam Indoensia, ketika "dibumbui" dengan
keramahtamahan warga negaranya sebagai tuan rumah akan membuat wisatawan
mancanegara makin tertarik untuk datang dan berkunjung.
Keanekaragaman seni dan budaya, ketika "dibumbui"
dengan nilai-nilai humanisme yang tinggi, akan semakin meninggikan nilai seni
dan budaya tersebut, baik di mata sesama warga negara lebih - lebih di mata
dunia internasional.
Dengan "bumbu" yang diberikan ini, maka dunia akan
semakin merindukan Indonesia. Sehingga kelak orang-orang luar akan menganggap
dan berkata, "belum lengkap rasanya jika belum mengunjungi
Indonesia".
Bukankah, City branding dan Nation branding,
dikatakan berhasil jika mampu mengubah sebuah TEMPAT menjadi sebuah DESTINASI?
Ya, saya dan anda tentunya berharap, bahwa suatu saat, negeri ini menjadi
sebuah destinasi, menjadi sebuah tujuan bagi orang-orang dari luar sana. Tujuan
untuk sekedar berwisata, Jalan-jalan, maupun tujuan untuk berinvestasi.
SELAMAT MEMBUMBUI DUNIA!
Tulisan Baru
REMPAH-REMPAH, 'SAKSI PERKEMBANGAN DAN PASANG SURUT PERADABAN
BANGSA INDONESIA'
.
.
Jika selama ini Anda hanya mengenal rempah-rempah sebagai
bumbu atau penyedap rasa. Maka Anda keliru besar!
Lebih dari sekedar bumbu masakan. Bagi masyarakat barat sana,
rempah memiliki daya tarik yang melebihi aspek kegunaannya sebagai penyedap
rasa. Rempah digunakan untuk menyembuhkan penyakit, memanggil tuhan ataupun
digunakan untuk mengusir wabah.
Begitu tingginya daya tarik rempah, maka dalam kancah
Internasional, rempah adalah komoditas yang sangat penting.
Dari jaman dahulu, karena rempah pulalah terbangun hubungan
dagang antar bangsa.
Bahkan, tidak salah jika dikatakan, bahwa rempah-rempah ini
memunculkan lahirnya kolonialisme, yang kemudian membawa perubahan besar dalam
percaturan dan peradaban dunia hingga saat ini.
Di satu sisi membawa anugerah besar bagi bangsa Indonesia. Di
sisi lain, rakyat Indonesia pernah mengalami sejarah kelam penjajahan dan
perbudakan karena masalah rempah-rempah.
Saya teringat dengan sebuah ilustrasi menarik dari seorang Giles Milton, dalam bukunya yang berjudul 'Pulau Run'. Giles Milton sampai mengatakan bahwa, "Kepulauan Banda dapat tercium wanginya sebelum pulaunya terlihat". Anda tentu tahu, Pulau Banda itu berada di mana? Di Indonesia, ya Anda benar. Pulau Banda adanya di Indonesia, bukan di Eropa atau Amerika sana.
Saya teringat dengan sebuah ilustrasi menarik dari seorang Giles Milton, dalam bukunya yang berjudul 'Pulau Run'. Giles Milton sampai mengatakan bahwa, "Kepulauan Banda dapat tercium wanginya sebelum pulaunya terlihat". Anda tentu tahu, Pulau Banda itu berada di mana? Di Indonesia, ya Anda benar. Pulau Banda adanya di Indonesia, bukan di Eropa atau Amerika sana.
Lalu bagaimana perkembangan rempah-rempah Indonesia sekarang?
Di Indonesia setidaknya ada 2 ribu jenis rempah, dan baru 360
jenis yang ditemukan. Seribuan sisanya bagaimana? wallahu a'lam.
Data dari Negeri Rempah Foundation, di dunia ini ada 400 sampai
500 spesies rempah. Sebagian besarnya ada di Asia Tenggara, dan Indonesia
adalah yang terbesar.
Sebagai komoditas penting, ekspor rempah Indonesia ke
berbagai negara selama 2017 saja mencapai USD 15,09 Miliar. Dan terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Karena itu, Indonesia harus menyadari benar dan cepat-cepat
kembali kepada potensi utama dari negeri ini, yaitu kekayaan alamnya yang
berupa rempah. Batu bara, minyak, gas bumi dan lain-lain, itu juga merupakan
kekayaan alam Indonesia. Tetapi kekayaan alam berupa minyak, batu bara, gas
alam dll, sifatnya adalah kekayaan alam yang sulit diperbaharui. Artinya, jika
habis maka silahkan pindah dan cari di tempat lain (jika masih ada) serta butuh
waktu yng lama untuk memperbaharuinya. Berbeda dengan potensi alam berupa
rempah-rempah. Rempah ini adalah tanaman geografis, tanaman yang mudah
diperbaharui, tinggal butuh kesadaran penuh untuk menjaga dan mengelolanya.
Jadi kalau mau cepat-cepat maju, kembalilah kepada potensi
dasar bangsa ini, potensi geografis nusantara (rempah). Caranya bagaimana? yuk
kita kelola rempah-rempah ini dengan kreatifitas tinggi. Kuncinya lewat
pengembangan ekonomi kreatif. Anak muda atau millenial adalah motor
penggeraknya. Anak-anak muda kreatif bisa mengeksplor rempah-rempah ini dengan cara yang benar.
Bukan cuma benar tapi juga harus keren.
Salah satu cara yang keren adalah lewat gerakan
"Indonesia Spicing The World".
"Indonesia Spicing The World", Indonesia membumbui
dunia, adalah gerakan untuk menumbuhkan kesadaran kembali bahwa jika ingin
maju, maka kembalilah kepada potensi geografis utama bangsa ini. Potensi
geografis yang telah mengubah peradaban dan perjalanan bangsa Indonesia.
Photo Credit: idntimes
Sumber Tulisan: Grup Telegram
Photo Credit: idntimes
Sumber Tulisan: Grup Telegram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.