Kamis, 25 Oktober 2018

Jadi Orang Sholeh sebelum Orang Kaya

Sebuah nasehat yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Apa nasehat itu?

Usahakan menjadi orang sholeh dulu sebelum menjadi orang kaya. Kalaupun kita akhirnya ditakdirkan tidak menjadi orang kaya maka kita tetap didalam keberkahan Allah swt karena kesholehan kita. Jangan bercita-cita menjadi orang kaya dulu baru mau menjadi orang sholeh karena belum tentu kekayaannya tersebut akan membawanya menuju kesholehan.

Sahabat, menjadi kaya mungkin naluri  dasar manusia. Banyak yang berlomba-lomba, bekerja siang dan malam untuk meraihnya. Akan tetapi, kita kadang terlupa. Bahwa dalam upaya meraih menjadi orang kaya itu kita banyak mengabaikan perintah-Nya. Maka nasehat, guru saya ini menjadi pengingat yang berharga. Hendaknya seseorang menjadi orang sholeh dulu sebelum menjadi orang kaya.

Jakarta, 14 Safar 1449 H | @riosaputranew

Rabu, 24 Oktober 2018

Tak Ada Rasa Aman Tanpa Keadilan


Seperti biasa, Abdullah bin Rawahah menunaikan tugasnya. Sahabat Rasulullah shalaullahhu ‘alaihi wassalam yang agung itu, setiap tahunnya pergi ke kampung orang-orang yahudi Bani Quraidhah untuk menghitung taksiran panen kurma.

Sesuai perjanjian, panen itu dibagi dua. Satu bagian untuk kaum muslimin di Madinah, dan setengahnya lagi untuk orang-orang yahudi itu.

Abdullah bin Rawahah terkenal kejeliannya dalam merinci taksiran hasil panen. Dari sana ia bisa membagi dengan sama kurma-kurma itu. Keadilan Abdullah bin Rawahah justru tidak disukai oleh orang-orang yahudi. Maka, suatu hari, mereka berusaha menyuap Abdullah bin Rawahah, agat bisa mendapatkan bagian kurma yg lebih banyak.

Mengetahui hal itu, Abdullah bin Rawahah marah Kepada orang-orang yahudi itu lalu berkata, "Wahai musuh-musuh Allah, kalian hendak menyodorkan makanan yang haram kpdaku ? Padahal demi Allah aku datang dari sisi orang yang paling kucintai (Rasulullah shalaullahhu ‘alaihi wassalam) dan kalian adalah orang-orang yang paling aku benci, lebih besar dari kebencianku terhadap kera dan babi. Tapi kebencianku kepada kalian dan kecintaanku kepada Rasulullah shalaullahhu ‘alaihi wassalam tidak mempengaruhiku untuk tidak berbuat adil terhadap kalian".

Baca juga: Al-Qur'an membawa kebenaran dan Keadilan

Orang-orang yahudi itu terdiam. Bahkan mereka kemudian memuji sikap Abdullah seraya berkata, "Karena perbuatan seperti inilah, maka langit dan bumi menjadi tegak".

Jumat, 12 Oktober 2018

Takdir Allah

Hadirim jamaah shalat jumat yang dirahmati Allah

Beriman dengan takdir adalah diantara enam rukun iman yang wajib diyakini. Sehingga ilmu berkaitan tentang takdir wajib juga untuk diketahui. Karena jika salah memahaminya, salah juga keyakinan tentangnya. Dan jika salah keyakinan tentang takdir maka imannya juga  bermasalah.

Hal terpenting tentang takdir yang harus diketahui bahwa takdir baik dan buruk, yang rinci, bahkan sangat detail, semuanya ketetapan Allah. Dalam sunan At-Tirmidzi diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, bersabda Rasulullah shalaullahhu ‘alaihi wassalam:

لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ

 "Seorang hamba tidak dikatakan beriman sampai dia mengimani tentang takdir baiknya dan takdir buruknya, sehingga dia yakin bahwa apa yang akan menimpanya tidak mungkin akan meleset darinya, dan sesuatu yang tidak ditetapkan atasnya tidak akan mungkin menimpanya."

Rabu, 10 Oktober 2018

Jangan Bersandar Pada Kekuatan Usaha


Sebagai manusia biasanya, tentu sudah menjadi anggapan umum. bahwa manusia senantiasa diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai apa yang ia cita-citakan. Ketidakberhasilan sebagian banyak orang adalah salah satunya karena tingkat usaha mereka yang berbeda-beda saat menghadapi situasi yang sama.

Coba Anda perhatikan, secara tersurat kalimat yang memerintahkan kita untuk terus berusaha dan bersandar pada usaha, karena usaha tidak akan pernah menghianati hasil adalah baik. Tetapi, sebagai seorang hamba Allah, kata-kata dan kalimat itu ada yang kurang, coba perhatikan lagi! Dimana letak kekurangannya?

“Bersandar pada kekuatan usaha” di sinilah letak kehati-hatian kita menata hati, untuk menyandarkan pada sesuatu yang lebih kokoh dan abadi. Kita tidak berbicara orang yang kurang usahanya dalam menyelesaikan tantangan hidup yang sedang ia hadapi, tetapi terkadang manusia yang memiliki kekuatan, terlalu menyandarkan diri pada usahanya sendiri. Akibatnya, rasa kebergantungannya kepada Allah menjadi kurang. Akhirnya, ada dua kemungkinan, 
Pertama, seseorang menjadi sombong. 
Kedua,  ia kecewa karena mendapatkan takdir yang tidak sesuai dengan yang ia kehendaki.

Apa ukuran seseorang bersandar pada kekuatan amalnya?

Setengah dari Tanda bahwa seseorang itu bersandar dari pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/ dosa.

Selasa, 09 Oktober 2018

Lima Nasehat Penting

Agama adalah nasehat. Demikian sabda nabi. Kita semua membutuhkan nasehat dalam hidup. kebutuhan kita terhadap nasehat dan ilmu bisa melampaui kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Tahukah kamu, siapa saja yang bisa menerima nasehat? Hanya orang-orang yang hatinya hiduplah yang bisa menerima nasehat.

Abul Hasan Asysyadzili pernah berkata, perjalanan kami terdiri di atas lima:

Senin, 08 Oktober 2018

Ketika Karunia adalah Ujian


Karunia adalah dambaan setiap insan. Kemudahan, rezeki, harta, dan aneka karunia (pemberiaan Allah) yang baik-baik adalah sebuah harapan yang senantiasa dinanti. Siapa yang tidak mau mendapatkan karunia seperti itu?

Sekarang coba kita bayangkan, dalam sejarah perjalanan para nabi dan rasul. Bagaimana mereka mensikpai setiap karunia yang Allah berikan? Di tengah-tengah manusia tidak jarang terjadi hal yang sebaliknya, karunia itu berubah menjadi ujian. Demikianlah Al-Qur’an juga mengingatkan bahwa, setiap manusia akan di uji dengan kebaikan dan keburukan.

Menurut ulama, tidak selayaknya kita iri hati dengan derajat yang diperoleh para nabi. Sebab, ketinggian derajat mereka sebanding lurus dengan beratnya cobaan yang mereka hadapi. Cobaan atau bala yang dihadapi para nabi bukan hanya yang berwujud penderitaan, tapi juga berupa karunia kenikmatan. Dan, mereka, para nabi itu, sangatlah layak memperoleh derajat tinggi di sisi Allah karena keteguhan mereka dalam menghadapi setiap ujian dari Allah.