Sebuah kisah
selalu berkesan di hati. Terkadang ketika jiwa kita memiliki ego untuk di
nasehati, melalui kisahlah ia bisa tersentuh dan kembali sadar akan kekurangan
dirinya.
Ada sebuah
kisah yang menarik tentang keimanan, cita-cita, dan cinta yang patut kita
tauladani dari kisah berikut ini.
Di usia
muda, jiwanya sudah cemerlang dengan cahaya iman. Hatinya dipenuhi pengertian
dan pemahaman tentang Islam.
Pertama kali
berjumpa dengan Rasulullah saw, ia langsung jatuh cinta dan menyerahkan seluruh
jiwa raganya; menjadi pendamping beliau. Kemana pun beliau pergi, Rabi'ah bin
Ka'ab selalu berada di sampingnya.
Rabi'ah
melayani segala keperluan Rasulullah sepanjang hari hingga habis waktu Isya'
yang terakhir. Bahkan lebih dari itu, ketika Rasulullah hendak berangkat tidur,
tak jarang Rabi'ah mendekam berjaga di depan pintu rumah beliau. Di tengah
malam, ketika Nabi SAW bangun untuk melaksanakan shalat, seringkali ia
mendengar beliau membaca Al-Fatihah dan ayat-ayat Alquran.
Sudah
menjadi kebiasaan Rasulullah saw, jika seorang berbuat baik kepadanya, maka
beliau pasti membalasnya dengan lebih baik lagi. Begitulah, beliau membalas
kebaikan Rabi'ah dengan kebaikan pula.
Pada suatu
hari beliau memanggilnya seraya berkata, "Wahai Rabi'ah bin Ka'ab,
katakanlah permintaanmu, nanti kupenuhi!"
Setelah diam
sejenak, Rabi'ah menjawab, "Ya Rasulullah, berilah saya sedikit waktu
untuk memikirkan apa sebaiknya yang akan kuminta. Setelah itu, akan
kuberitahukan kepada Anda."
"Baiklah
kalau begitu," jawab Rasulullah.
Rabi'ah bin
Ka'ab adalah seorang pemuda miskin, tidak memiliki keluarga, harta dan tempat
tinggal. Ia menetap di Shuffatul Masjid (emper masjid), bersama-sama dengan
kawan senasibnya, yaitu orang-orang fakir dari kaum Muslimin. Masyarakat
menyebut mereka "dhuyuful Islam" (tamu-tamu) Islam. Bila ada yang
memberi hadiah kepada Rasulullah, maka biasanya beliau memberikannya kepada
mereka. Rasulullah hanya mengambil sedikit saja.
Dalam hati,
Rabi'ah bin Ka'ab ingin meminta kekayaan dunia agar terbebas dari kefakiran. Ia
ingin punya harta, istri, dan anak seperti para sahabat yang lain. Namun, hati
kecilnya berkata, "Celaka engkau, wahai Rabi'ah bin Ka'ab! Kekayaan dunia
akan lenyap. Mengapa engkau tidak meminta kepada Rasulullah agar mendoakan
kepada Allah kebajikan akhirat untukmu?"
Hatinya
mantap dan merasa lega dengan permintaan seperti itu. Kemudian ia datang kepada
Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya mohon agar engkau
mendoakan kepada Allah agar menjadi temanmu di surga."
Agak lama
juga Rasulullah SAW terdiam. Sesudah itu barulah beliau berkata, "Apakah
tidak ada lagi permintaamu yang lain?"
"Tidak,
ya Rasulullah. Tidak ada lagi permintaan yang melebihi permintaanku,"
jawab Rabi'ah bin Ka'ab mantap.
"Kalau
begitu, bantulah aku dengan dirimu sendiri. Perbanyaklah sujud," kata
Rasulullah.
Sejak itu,
Rabi'ah bersungguh-sungguh beribadah, agar mendapatkan keuntungan menemani
Rasulullah di surga, sebagaimana keuntungannya melayani beliau di dunia. Tidak
berapa lama kemudian Rasulullah SAW memanggilnya. "Apakah engkau tidak
hendak menikah, hai Rabi'ah?" tanya beliau.
"Saya
tak ingin ada sesuatu yang menggangguku dalam berkhidmat kepada Anda, ya Rasulullah.
Di samping itu, saya tidak mempunyai apa-apa untuk mahar kawin, dan untuk
kelangsungan hidup berumah tangga," jawab Rabi'ah.
Rasulullah
diam sejenak. Tidak lama kemudian beliau memanggil Rabi'ah kembali seraya
bertanya, "Apakah engkau tidak hendak menikah, ya Rabi'ah?"
Dan Rabi'ah
kembali menjawab seperti seperti semula. Hingga ketiga kalinya Rasulullah
memanggil dan bertanya serupa. Rabi'ah menjawab, "Tentu, ya Rasulullah.
Tetapi, siapakah yang mau kawin denganku, keadaanku seperti yang Anda
maklumi."
"Temuilah
keluarga Fulan. Katakan kepada mereka bahwa Rasulullah menyuruhmu kalian supaya
menikahkan anak perempuan kalian, si Fulanah dengan engkau."
Dengan
malu-malu Rabi'ah datang ke rumah mereka dan menyampaikan maksud kedatangannya.
Tuan rumah menjawab, "Selamat datang ya Rasulullah, dan dan selamat datang
utusan Rasulullah. Demi Allah, utusan Rasulullah tidak boleh pulang, kecuali
setelah hajatnya terpenuhi!"
Kenapa Harus Perbanyak Sujud?
Ternyata,
bagian otak terdepan (prefrontal cortex) atau bahasa awamnya jidat itu adalah
letak pusat kesombongan dan keangkuhan. Di bagian otak itulah berbagai proses
yang terekam oleh otak di proses sebelum seseorang memutuskan sesuatu. Maka
agar kesombongan dan keangkuhan tidak muncul, sering-seringlah fre frontal
cortex ini diletakkan di bawah alias perbanyak bersujud.
Walau
demikian bukan jaminan 100 persen bahwa orang yang sering bersujud menjadi
tidak sombong dan angkuh. Masih ada faktor-faktor lain yang memengaruhi. Tetapi
berdasarkan berbagai literatur yang saya baca, peluang sombong orang yang rajin
bersujud menjadi semakin kecil.
Bukan
hanya dari para pakar kontemporer, saya juga mempelajari bagaimana Imam Al
Ghozali menjelaskan tentang cara kerja otak. Menurut ulama besar ini, segala
hal yang ingin berjalan dengan sangat baik harus dimulai dari bagian otak kiri
kemudian menuju bagian otak kanan. Semua bagian otak punya perannya
masing-masing. Tak boleh kita mengagung-agungkan bagian otak tertentu dan
melemahkan atau merendahkan bagian otak yang lain.
Yuk mulai
sekarang, jika kita ingin bersama Rosululloh Sholaullohu ‘Alaihi Wassalam mari
kita perbaiki sujud dan memperbanyak sujud kita kepada Alloh Subhanahu Wata’ala.
Bandara
Fatmawati, 16 Rabiul Akhir 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.