Usia H.O.S. Tjokroaminoto baru menginjak 34 tahun ketika beliau
memimpin langsung Kongres Nasional Kebangsaan Pertama Central Sarekat Islam
pada tahun 1916 yang dihadiri 80 utusan lokal mewakili tidak kurang dari
360.000 anggota aktif yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.
Setelah Raden Mas Tjokroaminoto menunaikan ibadah haji, maka gelar
kebangsawanannya ditinggalkan, blangkonnya ditinggalkan. Beliau lebih suka
memakai nama Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dan mengenakan peci sebagai
identitas kebangsaan, yang kemudian menjadi peci simbol nasionalisme. Dan
beliau mengabadikannya dalam sebuah “potret revolusi” duduk tumpang kaki, kumis
melintang, berpeci, pakai jas tutup dan mengenakan sarung, gaya yang tidak
lazim bagi kalangan ningrat “tempo doeloe”
tetapi gaya yang khas bagi kaum santri.
Oemar Said Tjokroaminoto menyadari bahwa umat islam yang tertindas,
diubah oleh penjajah menjadi seperti tertidur lelap kesadarannya. Tidak lagi
menyadari bahwa dirinya memiliki tanah air, bangsa dan agama yang terjajah,
pasrah tanpa minat untuk melepaskan diri dari penindasan. Umat Islam sebagai
mayoritas, sedang kehilangan seseorang pemimpin yang berani membangkitkan
kesadarannya bahwa dirinya sedang tertindas dan terjajah.
Sama halnya dengan bangsa Arab yang terlena menjadi bangsa jahiliyah
dan terjajah oleh Kekaisaran Romawi dan Persia. Tidak lagi memahami siapa
sebenarnya yang dijadikan lawannya. Dengan demikian, terjadilah serang
menyerang antar kabilah, pecah berantakan, dan saling menghancurkan dirinya.
Namun setelah Rosululloh Sholaullohu ‘alaihi Wassallam datang dengan
ajaran Al-Qur’an yang dijadikan pedoman pembangkit kesadaran manusia, berubah
dalam waktu relatif singkat selama dua puluh tiga tahun, kemudian bangsa Arab
menjadi bangsa yang merdeka dan terhormat. Kelanjutan sejarahnya, seratus tahun
sesudah Rosulullah Sholaullohu ‘alaihi Wassallam wafat bangsa Arab memimpin
peradaban bangsa-bangsa yang tinggal di wilayah Delhi India hingga Kordoba
Spanyol.
Dengan mencontoh kepemimpinan Rasululloh Sholaullohu ‘alaihi
Wassallam, Oemar Said Tjokroaminoto berjuang membangkitkan kesadaran nasional
umat Islam. Bangkit dengan Al-Qur’an dan Sunnah dengan mengembangkan “teori
kebangkitan” yang menurut Ahmad Mansur Suryanegara, Sejarawan Muslim terkemuka
penulis buku API Sejarah disebut sebagai “Paradigma 5 K”
K pertama adalah KEMAUAN.
Seperti yang diingatkan Rasululloh Sholaullohu ‘alaihi Wassallam, bahwa dalam
diri manusia terdapat segumpal daging. Bila rusak maka rusaklah seluruh
tubuhnya. Sebaliknya, bila baik maka baiklah seluruh kerja tubuhnya. Apa itu?
Qalbu, sumber gerak motivasi manusia.
Dari pengertian tersebut, Oemar Said Tjokroaminoto, membangkitkan
terlebih dahulu kemauan umat islam. Apabila umat Islam telah bangkit
kemauaannya maka umat Islam akan memiliki kekuatan yang tak terhingga.
K kedua adalah KEKUATAN. Tidaklah
benar, suatu bangsa menjadi “terkalahkan” apabila wilayahnya sudah diduduki.
Hal tersebut masih dapat direbut kembali wilayahnya, apabila yang terkalahkan
masih mempunyai kemauan. Oleh karena itu, Oemar Said Tjokroaminoto,
memprioritaskan membangun kekuatan
dari kemauan umat. Nusantara
Indonesia boleh saja diduduki oleh penjajah, tetapi tidaklah berarti telah
terkalahkan pula kemauan umat Islam sebagai mayoritas rakyat Indonesia.
K ketiga adalah KEMENANGAN.
Apabila kemauan yang menimbulkan kekuatan dan kedua-duanya telah menjadi
landasan gerak juang umat, maka dapat diperhitungkan hasilnya, in Syaa Allah
akan memperoleh kemenangan.
K keempat adalah KEKUASAAN.
Apalah arti kemenangan, apabila tidak disertai tindak lanjut untuk siap
berperan aktif sebagai “pembuat kebijakan melalui kekuasaan yang diterima
sebagai amanat rakyat”. Oleh karena itu, menurut konsep Oemar Said
Tjokroaminoto bahwa tujuan membangkitkan kesadaran umat Islam adalah agar umat
islam siap dan mau menduduki kembali kekuasaan.
Umat Islam menjadi tertindas diakibatkan kehilangan 40 kekuasaan
politik Islam atau kesultanan. Dilemahkan eksistensinya dengan cara para
sultannya dipaksa untuk menandatangani Korte
Verklaring (Perjanjian Pendek). Para sultan hanya memiliki gelar sultan,
namun tidak lagi memiliki kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi. Bahkan, untuk
memenuhi kehidupan istana, bersama kerabatnya, sultan terima gaji dari
pemerintah kolonial Belanda.
Lalu bagaimana dan apa yang harus diperjuangkan umat islam? Dalam
kondisi tersebut, umat Islam harus dibangkitkan kesadarannya agar ”berani
membangun kembali kekuatan politik Islam” yang pernah eksis di Nusantara
Indonesia.
Oemar Said Tjokroaminoto menyatakan:
“Tidak
bisa manoesia mendjadi oetama jang sesoenggoeh-soenggoehnja. Tidak bisa
manoesia menjdadi besar dan moelia dalam arti kata jang sebenarnja. Tidak bisa
ia mendjadi berani dengan keberanian jang soetji dan oetama, kalau ada banjak
barang jang ditakoeti dan disembahnja.
Keoetamaan,
kebesaran, kemoeliaan, dan keberanian jang sedemikian itoe, hanjalah bisa
tertjapai karena “taoehid” sahadja. Tegasnja, menetapkan lahir dan batin: tidak
ada sesembahan, melainkan Allah sahadja”.
Oleh karena itu, apalah arti umat Islam sebagai mayoritas, apalah arti
umat islam sebagai mayoritas, apabila berjuang merebut kembali kemerdekaan,
tetapi tidak ada kesiapan, kemauaan, dan keberanian untuk menduduki kekuasaan.
Pasti akan terjajah kembali.
Perlu pula dijadikan target dari gerakan kebangkitan kesadaran nasional
terhadap sebagian ulama yang menyebarkan ajaran bahwa kekuasaan politik dan
ekonomi di dunia adalah untuk orang kafir. Umat Islam tempatnya adalah di
akhirat. Kesalahan pemahaman beragama umat islam tersebut, menjadi fokus
perhatian Oemar Said Tjokroaminoto untuk menyadarkannya agar mengerti bahwa
umat Islam sengsara kehidupan beragamanya akibat penjajah menguasai
pemerintahan. Dengan kata lain, umat islam tertindas dan kehilangan
kemerdekaannya dikarenakan tidak lagi memiliki kekuasaan politik dan ekonomi.
K kelima adalah KEMERDEKAAN.
Hanya dengan berperan aktif dalam pengambilan keputusan (decicion makers) dalam
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, serta kelembagaan tinggi lainnya,
menurut Oemar Said Tjokroaminoto, umat Islam akan memperoleh kemerdekaan
politik, kemerdekaan nasional. Setelah
dimilikinya kemerdekaan politik, langkah selanjutnya menciptakan kemerdekaan
sejati.
Puncak dari kehidupan bernegara dan berbangsa yang berdaulat adalah melepaskan umat Islam dan bangsa Indonesia seluruhnya dari kemiskinan dan kebodohan serta menegakkan keadilan.
Jejak Langkah Perjuangan Hadji Oemar Tjokroaminoto dalam membangkitkan
kesadaran nasional berlandaskan Sebersih-bersih Tauhid, Setinggi-tinggi Ilmu
dan Sepandai-pandai Siasat digambarkan dalam sebuah lambang awal kebangkitan
Sarekat Islam.
Semoga menginspirasi
Gambar: google
Tulisan di atas saya kutip dari majalah Suara Islam Edisi 214 Tanggal 8-22 Jumadil AKhir 1437 H Halaman 10.
Assalamuaaikum om rio tulisan yang sangat bagus...
BalasHapusPada awalnya tercipta kolaborasi yang apik antara sarekat islam dan muhammadiyah membangun ummat. SI mengurus politik dan muhammadiyah mengurus pendidikan. Namun pasca menghadiri muktamar al islam di mekkah bibit perselisihan itu timbul sehingga muhammadiyah terkena disiplin patai...
Sebuah pembelajarn bahwa kolaborasi itu penting bagi organisasi dan jamaah islam untuk mencaai cita cita bersama.
Walaikumumussalam Warohmatullohhi Wabarokatuh
BalasHapusTerima Kasih pandangannya Bang Hardi.
Semoga Allah mempersatukan kita dengan Cara-Nya.