Rabu, 09 November 2016

Belajar dari Guru Bangsa H.O.S. TJOKROAMINOTO

H.O.S. Tjokroaminoto adalah keturunan priyayi dan santri sekaligus. Beliau dilahirkan pada tanggal 16 agustus 1882, setahun sebalum meletusnya Gunung Krakatau yang getarannnya terasa hingga dataran Amerika. Ia adalah santri terakhir dari pesantren Tegalsari Ponorogo yang dipimpin oleh K.H. Hasan Besari. Buyutnya adalah seorang ulama besar, Kyai Bagus Muhammad Besari pendiri Pesantren Tegalsari Ponorogo yang diberi nama Gebang Tinatar.

Usia H.O.S. Tjokroaminoto baru menginjak 34 tahun ketika beliau memimpin langsung Kongres Nasional Kebangsaan Pertama Central Sarekat Islam pada tahun 1916 yang dihadiri 80 utusan lokal mewakili tidak kurang dari 360.000 anggota aktif yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.

Setelah Raden Mas Tjokroaminoto menunaikan ibadah haji, maka gelar kebangsawanannya ditinggalkan, blangkonnya ditinggalkan. Beliau lebih suka memakai nama Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dan mengenakan peci sebagai identitas kebangsaan, yang kemudian menjadi peci simbol nasionalisme. Dan beliau mengabadikannya dalam sebuah “potret revolusi” duduk tumpang kaki, kumis melintang, berpeci, pakai jas tutup dan mengenakan sarung, gaya yang tidak lazim bagi kalangan ningrat “tempo doeloe” tetapi gaya yang khas bagi kaum santri.

Oemar Said Tjokroaminoto menyadari bahwa umat islam yang tertindas, diubah oleh penjajah menjadi seperti tertidur lelap kesadarannya. Tidak lagi menyadari bahwa dirinya memiliki tanah air, bangsa dan agama yang terjajah, pasrah tanpa minat untuk melepaskan diri dari penindasan. Umat Islam sebagai mayoritas, sedang kehilangan seseorang pemimpin yang berani membangkitkan kesadarannya bahwa dirinya sedang tertindas dan terjajah.

Sama halnya dengan bangsa Arab yang terlena menjadi bangsa jahiliyah dan terjajah oleh Kekaisaran Romawi dan Persia. Tidak lagi memahami siapa sebenarnya yang dijadikan lawannya. Dengan demikian, terjadilah serang menyerang antar kabilah, pecah berantakan, dan saling menghancurkan dirinya.

Namun setelah Rosululloh Sholaullohu ‘alaihi Wassallam datang dengan ajaran Al-Qur’an yang dijadikan pedoman pembangkit kesadaran manusia, berubah dalam waktu relatif singkat selama dua puluh tiga tahun, kemudian bangsa Arab menjadi bangsa yang merdeka dan terhormat. Kelanjutan sejarahnya, seratus tahun sesudah Rosulullah Sholaullohu ‘alaihi Wassallam wafat bangsa Arab memimpin peradaban bangsa-bangsa yang tinggal di wilayah Delhi India hingga Kordoba Spanyol.

Dengan mencontoh kepemimpinan Rasululloh Sholaullohu ‘alaihi Wassallam, Oemar Said Tjokroaminoto berjuang membangkitkan kesadaran nasional umat Islam. Bangkit dengan Al-Qur’an dan Sunnah dengan mengembangkan “teori kebangkitan” yang menurut Ahmad Mansur Suryanegara, Sejarawan Muslim terkemuka penulis buku API Sejarah disebut sebagai “Paradigma 5 K”

K pertama adalah KEMAUAN. Seperti yang diingatkan Rasululloh Sholaullohu ‘alaihi Wassallam, bahwa dalam diri manusia terdapat segumpal daging. Bila rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Sebaliknya, bila baik maka baiklah seluruh kerja tubuhnya. Apa itu? Qalbu, sumber gerak motivasi manusia.

Dari pengertian tersebut, Oemar Said Tjokroaminoto, membangkitkan terlebih dahulu kemauan umat islam. Apabila umat Islam telah bangkit kemauaannya maka umat Islam akan memiliki kekuatan yang tak terhingga.

K kedua adalah KEKUATAN. Tidaklah benar, suatu bangsa menjadi “terkalahkan” apabila wilayahnya sudah diduduki. Hal tersebut masih dapat direbut kembali wilayahnya, apabila yang terkalahkan masih mempunyai kemauan. Oleh karena itu, Oemar Said Tjokroaminoto, memprioritaskan membangun kekuatan dari kemauan umat. Nusantara Indonesia boleh saja diduduki oleh penjajah, tetapi tidaklah berarti telah terkalahkan pula kemauan umat Islam sebagai mayoritas rakyat Indonesia.

K ketiga adalah KEMENANGAN. Apabila kemauan yang menimbulkan kekuatan dan kedua-duanya telah menjadi landasan gerak juang umat, maka dapat diperhitungkan hasilnya, in Syaa Allah akan memperoleh kemenangan.

K keempat adalah KEKUASAAN. Apalah arti kemenangan, apabila tidak disertai tindak lanjut untuk siap berperan aktif sebagai “pembuat kebijakan melalui kekuasaan yang diterima sebagai amanat rakyat”. Oleh karena itu, menurut konsep Oemar Said Tjokroaminoto bahwa tujuan membangkitkan kesadaran umat Islam adalah agar umat islam siap dan mau menduduki kembali kekuasaan.

Umat Islam menjadi tertindas diakibatkan kehilangan 40 kekuasaan politik Islam atau kesultanan. Dilemahkan eksistensinya dengan cara para sultannya dipaksa untuk menandatangani Korte Verklaring (Perjanjian Pendek). Para sultan hanya memiliki gelar sultan, namun tidak lagi memiliki kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi. Bahkan, untuk memenuhi kehidupan istana, bersama kerabatnya, sultan terima gaji dari pemerintah kolonial Belanda.

Lalu bagaimana dan apa yang harus diperjuangkan umat islam? Dalam kondisi tersebut, umat Islam harus dibangkitkan kesadarannya agar ”berani membangun kembali kekuatan politik Islam” yang pernah eksis di Nusantara Indonesia.

Oemar Said Tjokroaminoto menyatakan:
“Tidak bisa manoesia mendjadi oetama jang sesoenggoeh-soenggoehnja. Tidak bisa manoesia menjdadi besar dan moelia dalam arti kata jang sebenarnja. Tidak bisa ia mendjadi berani dengan keberanian jang soetji dan oetama, kalau ada banjak barang jang ditakoeti dan disembahnja.
Keoetamaan, kebesaran, kemoeliaan, dan keberanian jang sedemikian itoe, hanjalah bisa tertjapai karena “taoehid” sahadja. Tegasnja, menetapkan lahir dan batin: tidak ada sesembahan, melainkan Allah sahadja”.

Oleh karena itu, apalah arti umat Islam sebagai mayoritas, apalah arti umat islam sebagai mayoritas, apabila berjuang merebut kembali kemerdekaan, tetapi tidak ada kesiapan, kemauaan, dan keberanian untuk menduduki kekuasaan. Pasti akan terjajah kembali.

Perlu pula dijadikan target dari gerakan kebangkitan kesadaran nasional terhadap sebagian ulama yang menyebarkan ajaran bahwa kekuasaan politik dan ekonomi di dunia adalah untuk orang kafir. Umat Islam tempatnya adalah di akhirat. Kesalahan pemahaman beragama umat islam tersebut, menjadi fokus perhatian Oemar Said Tjokroaminoto untuk menyadarkannya agar mengerti bahwa umat Islam sengsara kehidupan beragamanya akibat penjajah menguasai pemerintahan. Dengan kata lain, umat islam tertindas dan kehilangan kemerdekaannya dikarenakan tidak lagi memiliki kekuasaan politik dan ekonomi.

K kelima adalah KEMERDEKAAN. Hanya dengan berperan aktif dalam pengambilan keputusan (decicion makers) dalam lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, serta kelembagaan tinggi lainnya, menurut Oemar Said Tjokroaminoto, umat Islam akan memperoleh kemerdekaan politik, kemerdekaan nasional. Setelah dimilikinya kemerdekaan politik, langkah selanjutnya menciptakan kemerdekaan sejati.  

Puncak dari kehidupan bernegara dan berbangsa yang berdaulat adalah melepaskan umat Islam dan bangsa Indonesia seluruhnya dari kemiskinan dan kebodohan serta menegakkan keadilan.

Jejak Langkah Perjuangan Hadji Oemar Tjokroaminoto dalam membangkitkan kesadaran nasional berlandaskan Sebersih-bersih Tauhid, Setinggi-tinggi Ilmu dan Sepandai-pandai Siasat digambarkan dalam sebuah lambang awal kebangkitan Sarekat Islam.

Semoga menginspirasi

Gambar: google

Tulisan di atas saya kutip dari majalah Suara Islam Edisi 214 Tanggal 8-22 Jumadil AKhir 1437 H Halaman 10.

2 komentar:

  1. Assalamuaaikum om rio tulisan yang sangat bagus...

    Pada awalnya tercipta kolaborasi yang apik antara sarekat islam dan muhammadiyah membangun ummat. SI mengurus politik dan muhammadiyah mengurus pendidikan. Namun pasca menghadiri muktamar al islam di mekkah bibit perselisihan itu timbul sehingga muhammadiyah terkena disiplin patai...

    Sebuah pembelajarn bahwa kolaborasi itu penting bagi organisasi dan jamaah islam untuk mencaai cita cita bersama.

    BalasHapus
  2. Walaikumumussalam Warohmatullohhi Wabarokatuh

    Terima Kasih pandangannya Bang Hardi.

    Semoga Allah mempersatukan kita dengan Cara-Nya.

    BalasHapus

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.