Kamis, 24 November 2016

Ilmu Yang Dilupakan Kebanyakan Muslimin

Ia bukan sosok yang banyak bicara, diamnya, bicaranya, senyumnya selalu menyejukkan hati. Dia sosok yang lebih banyak berbuat daripada berkata. Ia selalu mendahulukan hal yang lebih penting daripada yang penting, tidak pernah menghujat, mencaci maki orang yang berdosa. demikianlah kesungguhannya untuk meniru akhlak Nabi Muhammad Sholaullohhu 'Alaihi Wassalam.

Tidak menyukai popularitas, menepi ke sudut dunia untuk menyampaikan wahyu ilahi di pelosok negeri. Merajut persatuan menyuburkan iman umat manusia. Semata-mata untuk persiapan bekal kepulangan ke negeri keabadian.

Saya rindu dengan sosok guru saya yang satu itu, darinya saya belajar keteguhan, manisnya iman, dan tentu bagaimana menyikapi kehidupan yang sebenarnya. Bagaimana caranya men-service masyarakat. Nasehatnya mampu meresap ke sanubari.

Pelajaran yang paling penting beliau tanamkan adalah segala hal yang berkaitan dengan iman. Pengetahuan seorang muslim tentang segala hal yang berkaitan dengan akhirat, adalah sesuatu hal yang sangat-sangat penting lagi wajib diketahui dan dimiliki ilmunya.

Dalam surat Shood ayat 45 dan 46 Allah berfirman tentang pujianNya pada hamba-hambaNya yang selalu ingat tentang hal-hal yang berkaitan dengan akhirat:

 “Dan ingatlah selalu akan kisah kehidupan beberapa hamba Kami, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, yang mempunyai kekuatan yang hebat lagi berpengetahuan yang dalam. Sesunggnya kami telah menganugerahkan kepada mereka itu akhlak, ilmu dan ketulusan yang tinggi. Itu semua disebabkan mereka selalu ingat, juga mengingatkan manusia akan negeri akhirat”.

Saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahu wata’ala

Dari ayat tersebut telah begitu sangat jelas dan terang benderang. Seorang disebut telah memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, agung dan hebat, yaitu jika ia telah memiliki ilmu tentang seluk beluk akhirat.

Ada apa saja di akhirat? Bagaimana keadaan orang-orang di akhirat? Apa saja yang akan dialami oleh semua orang di akhirat? Bagaimana cara ia bisa selamat? Dan jika tidak selamat ia akan seperti apa?

Ilmu-ilmu seperti itulah yang apabila dimiliki setiap muslim, maka akan timbul semangat beribadah dan giat beramal sholeh. Ilmu-ilmu seperti itulah yang apabila dimiliki setiap muslim, maka akan menjadikannya seorang yang takut dosa dan mampu meninggalkan perkara yang harom.

Selasa, 15 November 2016

Hakikat Prestasi Yang Sebenarnya

Malam semakin pekat, rasa letih kian mendera. Aktivitas di kota besar  cukup menyita banyak waktu, tenaga, pikiran, dan biaya yang ekstra. Semua orang berlomba, berlari mengejar terik matahari untuk memulai aktivitas di pagi hari. Bahkan sangat pagi mereka sudah berdiri dan mempersiapkan diri.

Lelaki muda itu kembali bertanya, apa sebenarnya hakikat sebuah prestasi? Bertumpuknya gelar, penghargaan, piagam? Tepuk tangan dan decak kagum orang lain terhadap dirinya, tidak membuatnya lupa diri.

Teringat kembali, kisah di zaman Nabi untuk mencari kata kunci, hakikat prestasi seorang manusia itu sebenarnya apa? Karena membaca sejarah terkadang obat terbaik untuk menyulut api semangat di dalam jiwa.

Debu-debu berterbangan, mencoba menutupi teriknya cahaya matahari Madinah. Pohon tak malu bergoyang, ketika angin datang dan membelainya dengan lembut. Pasukan gagah umat muslim bersiap di pelataran pintu gerbang Madinah. Tak banyak yang dipersiapkan memang, karena mereka hendak menghadang kafilah dagang dan bukan berperang. Rasulullah Sholaullohhu ‘alihi Wassalam mulai memberikan komando agar 313 prajurit itu bergerak.

Ya, suasana itu demikian nyata, ketika pasukan muslim bergerak keluar Madinah untuk menghadang kafilah dagang Abu Sufyan, kafilah dagang yang berisi ratusan unta lengkap dengan barang di punggungnya.

Rupanya Abu Sufyan sudah mengetahui bahwa dirinya akan diserang. Maka dikirimlah temannya ke Mekah untuk memberikan kabar bahwa akan ada penyerangan oleh kaum muslimin.

Akhirnya tak kurang dari 1000 pasukan pergi untuk berhadapan kaum muslimin di Padang Badar. Kaum muslim yang tak siap berperang harus siap melawan pasukan 3 kali lebih banyak dari dirinya. diturunkannya hujan dan malaikat menjadi pertanda pertolongan Allah. 

Rasulullah SAW berdoa menengadah kepada Allah Swt. Beliau Khawatir tidak akan ada lagi manusia yang akan membela Islam jika mereka dibinasakan. Umat Muslim menang dengan jumlah korban sangat sedikit.

Rabu, 09 November 2016

Belajar dari Guru Bangsa H.O.S. TJOKROAMINOTO

H.O.S. Tjokroaminoto adalah keturunan priyayi dan santri sekaligus. Beliau dilahirkan pada tanggal 16 agustus 1882, setahun sebalum meletusnya Gunung Krakatau yang getarannnya terasa hingga dataran Amerika. Ia adalah santri terakhir dari pesantren Tegalsari Ponorogo yang dipimpin oleh K.H. Hasan Besari. Buyutnya adalah seorang ulama besar, Kyai Bagus Muhammad Besari pendiri Pesantren Tegalsari Ponorogo yang diberi nama Gebang Tinatar.

Usia H.O.S. Tjokroaminoto baru menginjak 34 tahun ketika beliau memimpin langsung Kongres Nasional Kebangsaan Pertama Central Sarekat Islam pada tahun 1916 yang dihadiri 80 utusan lokal mewakili tidak kurang dari 360.000 anggota aktif yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.

Setelah Raden Mas Tjokroaminoto menunaikan ibadah haji, maka gelar kebangsawanannya ditinggalkan, blangkonnya ditinggalkan. Beliau lebih suka memakai nama Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dan mengenakan peci sebagai identitas kebangsaan, yang kemudian menjadi peci simbol nasionalisme. Dan beliau mengabadikannya dalam sebuah “potret revolusi” duduk tumpang kaki, kumis melintang, berpeci, pakai jas tutup dan mengenakan sarung, gaya yang tidak lazim bagi kalangan ningrat “tempo doeloe” tetapi gaya yang khas bagi kaum santri.

Oemar Said Tjokroaminoto menyadari bahwa umat islam yang tertindas, diubah oleh penjajah menjadi seperti tertidur lelap kesadarannya. Tidak lagi menyadari bahwa dirinya memiliki tanah air, bangsa dan agama yang terjajah, pasrah tanpa minat untuk melepaskan diri dari penindasan. Umat Islam sebagai mayoritas, sedang kehilangan seseorang pemimpin yang berani membangkitkan kesadarannya bahwa dirinya sedang tertindas dan terjajah.