Rabu, 07 Maret 2012

Andai Ku jadi Presiden


            Apa yang akan kita lakukan jika ditunjuk sebagai Presiden Republik Indonesia ?. pertanyaan yang sederhana namun dinilai subersiv oleh rezim orde baru masa lalu. Saya masih teringat pertanyaan seorang guru SD. “ Hardi apa cita – cita kamu?” waktu itu saya menjawab “Jadi presiden Bu”  Bu guru langsung menjawab “Cari cita – cita lain saja”. Sesuatu yang mustahil pada masa itu untuk menyinggung tentang presiden. Bahkan seorang anak kecil pun sampai dilarang bercita – cita menjadi presiden.

            Kembali ke pertanyaan Apa yang akan kita lakukan jikalau ditunjuk jadi presiden RI ini. Seorang aktifis mahasiswa akan menjawab dengan seabrek program. Mungkin dimulai dari pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan HAM, sampai pengentasan kemiskinan serta seabrek program – program lainnya. Seorang birokrat mungkin akan menjawab dengan sok bijaksana, ingin memperbaiki kondisi birokrasi bangsa saat ini yang terlalu berbelit – belit dan sulit. Saya ragu, apakah orang yang hidup dalam alam birokrasi akan benar – benar merealisasikan ucapan ini ?

Bukankah mereka pihak yang paling suka dengan lahan “Basah” birokrasi yang berbelit – belit ini ?. Seorang tokoh politik mungkin akan berkata lain dengan seorang pemain bola. Pertanyaan ini jujur saja tidak ada standar yang menyatakan bahwa jawaban ini yang benar itu yang salah. Semua bisa berkata dan berpendapat sesuai dengan latar belakang dia hidup dan tinggal. Bagi seorang tukang ojek, mungkin jika ditanya kepadanya pertanyaan serupa jawabannya adalah “Saya akan menurunkan harga bahan baker saat ini”. Seorang tukang becak akan berkata “Saya akan memurahkan barang – barang biar istri saya tidak ngutang sana – sini lagi”.

            Semua orang bisa saja menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan “selera” mereka. Satu pertanyaan tapi bisa di jawab dengan seribu jawaban. Yang mencerminkan seribu ketidakberesan yang terjadi di Negara ini. Lantas bagaimana jika pertanyaan itu disampaikan kepada anak kelas 3 SD ? apa jawaban mereka ? apakah mereka juga tidak boleh bermimpi seperti saya kelas 3 SD dulu karena dianggap pertanyaan yang mengandung tindakan subersiv ?

            Beberapa waktu lalu dalam ujian formatif mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, saya menyematkan satu pertanyaan untuk siswa – siswi kelas 3. pertanyaannya adalah “Apa yang ananda akan lakukan jika ananda terpilih sebagai presiden Republik Indonesia?”. Saya tidak menginginkan pertanyaan “ecek – ecek” untuk murid saya yang berdasarkan hafalan semata. Tapi saya menginginkan murid – murid saya menjadi orang yang tidak takut bermimpi, yang bisa mengekspresikan keinginan dan cita – cita mereka tanpa ada tekanan dari guru maupun orang tua. Jawabannya sungguh mengesankan walaupun terkesan lucu dan menggelitik hati. Ada yang menjawab “Jika saya jadi presiden saya akan membuat stadion terluas di dunia”.  

Ada juga yang menjawab, “Saya akan memberantas korupsi”. Ia tidak menulis koruptor tapi korupsi. Koruptor menujukkan orang sedangkan korupsi lebih cenderung menunjukkan sikap. 

Secara tak langsung siswa saya ini ingin berkata “Saya tidak hanya memberantas orangnya tapi lebih dari itu saya akan memberantas sifat dan karakter dari korupsi yang dianggap telah membudaya di negeri ini”.  

Ada juga yang menjawab, saya akan mengembalikan hak – hak rakyat, ada yang menjawab ingin membantu orang miskin. Dan yang membuat saya kaget dan terharu dia menulis “Saya tidak akan pernah berhutang lagi”. Luar biasa, anak – anak bermain dengan imajinasi mereka yang polos. SANGAT SALAH JIKA DIKATAKAN BAHWA MAHASISWA ADALAH KAUM YANG LEPAS DARI INTERVENSI KEPENTINGAN. TIDAK KAWAN TIDAK SAMA SEKALI.

Tapi anak – anaklah yang lebih pantas disebut golongan orang yang lepas dari intervensi. Anak – anak jujur dan tidak takut mengungkapkan sesuatu, anak – anak hidup dengan alam pikirannya yang terkadang ditertawakan oleh orang tua. Padahal alam pikirannya adalah kejujuran. Yang berarti orang tua lebih banyak meremehkan dan menertawakan kejujuran.

            Saya hanya berharap anak – anak didik saya menyimpan imajinasi dan impian besarnya hingga mampu merealisasikan mimpi – mimpi itu dimasa depan. Kita mungkin tertawa mendengar jawaban “ Jika saya jadi presiden saya akan membuat stadion terluas di dunia”. Tapi yakinlah mimpi dan cita – cita anak – anak ini lebih tinggi dan lebih besar dari pada mimpi dan impian pemimpin negeri kita sendiri.

Wallahu’alam bishawab
Oleh : Hardiansyah, S.Pd. (Guru Sekolah Alam Mahira di Kota Bengkulu)
 Ba’da Subuh di Panorama, 22 Maret 2011

2 komentar:

  1. Dan yang pastinya cita-cita anak-anak lebih mulia ketimbang pemimpin kita.
    Artikelnya ringan tapi berbobot, mantap pokoknya.

    BalasHapus
  2. perasaan kenal ah ternyata bener ni tulisan mamas qiey heheh

    BalasHapus

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.