untuk menuai padi milik kita
tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
anak mu sekarang banyak menanggung beban (Titip Rindu Buat Ayah : Ebiet G Ade)
Ayah
siapa tak kenal sosok satu ini, kalau ibu mewakili kelembutan dalam
rumah tangga maka ayah mewakili ketegasan. jika ibu mewakili kasih dan
sayang maka ayah mewakili kebijaksanaan, semuanya saling melengkapi.
cerita berikut saya sadur dari tulisan lama yang masih saya ingat dan
saya rekam baik dalam memori saya. Menjadikan motivasi bagi saya untuk
berbuat baik pada orang tua. Membuat saya menitikkan air mata bagaimana
kasih seorang ayah pada anaknya. ketika mengetahui bahwa yang pertama
kali dilakukan ayah saat pulang kerja adalah menggendong saya, bukan
makan ataupun berganti pakaian..
Cerita ini bermula ketika
seorang anak akan melangsungkan ujian nasional di salah satu sekolah
menengah umum. sang ayah berkata dengan anaknya "Ayah berjanji akan
membelikanmu motor jika engkau lulus ujian". sang anak yang memang
mengidam-idamkan motor sangat bahagia mendengar itu semua. apalagi bagi
keluarga mereka, motor adalah barang mewah yang sulit untuk dibeli
karena penghasilan ayah yang pas-pasan untuk menghidupi keluarga sebagai
karyawan swasta. hari ujian pun tiba sang anak dengan semangat belajar
mati-matian demi sebuah motor. hasilnya tidak mengecewakan, bukan hanya
lulus namun ,menjadi peringkat kedua di seluruh kabupaten / kota. betapa
bahagianya ia, motor yang ia idam-idamkan akan menjadi kenyataannya.
terbayang jika kuliah nanti ia tidak akan repot naik angkot menuju
kampus, terbayang ia takkan minder lagi bergaul dengan teman-temannya
yang sudah punya motor terlebih dahulu.
Namun alangkah
kecewanya sang anak ketika yang diberikan oleh ayahnya hanyalah sebuah
Al-qur'an yang terbungkus rapi dengan kasar ia berkata pada ayahnya.
"Ayah
ingkar janji...... saya sudah memenuhi keinginan ayah tapi ayah tak
pernah mengerti keinginanku, percuma saya punya orang tua seperti ayah"
sang ayah hanya tertunduk lesu tak menyangka sang anak akan mengeluarkan
kata-kata pedas menusuk jantung seperti itu. sang ibu hanya bisa
menangis, sang adik tak bisa berbuat apa-apa.
"Tenanglah dulu duduklah.... ayah hanya ingin mendengar suaramu membaca Al-Qur'an" Kata sang ayah lemah
"Tidak
ayah telah ingkar janji pada saya, mulai detik ini saya bukan anak
ayah, lebih baik saya pergi dari rumah ini" Teriak sang anak lantang
penuh emosi. dan ia pun meninggalkan rumah orang tuanya. Rumah dimana
ibunya memberikan kasih sayang padanya, rumah dimana ayahnya mengurus
dan menafkahinya dengan sebaik-baik dan sehalal-halal nafkah.
Sang
anak akhirnya berhasil kuliah berkat bantuan temannya yang memiliki
bengkel motor dan kemampuannya dalam mereparasi motor membuat dia mampu
menyambung hidupnya. selama kuliah tak pernah dijenguk ayahnya, ibunya
ataupun adiknya hingga ia ujian skripsi dan lulus. Ia akan diwisuda.
Seperti kebanyakan orang lainnya yang begitu merindukan kedua orang tua
yang datang pada wisuda, sang anak mulai berfikir untuk menghubungi
kedua orang tuanya. Dalam hati kecilnya ia rindu sekali dengan kedua
orang tuanya, namun rasa geram terhadap sang ayah membuat ia urung untuk
menghubungi kedua orang tuanya. Baru saja ia membuka pintu kos,
tetangga mermbawa kabar ternyata ayahnya telah meninggal dan ia diminta
untuk pulang. Ia pun pulang dengan perasaan yang campur aduk.
Sampai
dirumah dilihatnya tubuh kaku terbujur tanpa kata, wajahnya bersih
seolah tanpa cacat cela. Inilah wajah ayahnya yang bertahun-tahun ia
tinggalkan, yang bertahun-tahun tidak ia kunjungi setelah sang ayah
ingkar janji. Bertahun-tahun tidak ia temui senyuman sang ayah, ketika
ia temui ternyata senyum pudar dari jasad kaku sang ayah yang ia
perhatikan. Ia ingin menangis namun ego dalam diri menahan airmata untuk
keluar.
Sang ibu mendekati anaknya dengan terisak ia berkata :
“Wasiat terakhir ayahmu ia ingin engkau membacakan qur’an di samping jenazahnya”
Sang
anak mengambil qur’an itu, qur’an hadiah dari sang ayah ketika ia
berhasil lulus ujian. Ketika ia buka sebuah kunci tipis terjatuh dari
dalam al-qur’an tersebut dan sebuah surat yang ia baca dan buka. Surat
yang ditulis ayahnya empat tahun yang lalu
Ananda tercinta
Saat
ananda membaca surat ini ananda pasti sedang berbahagia karena lulus
sekolah. Ayah tak tahu dengan apa kunci motor ini ayah sampul agar bisa
berkenan di hati ananda. Maka ayah taruh kunci ini didalam al-qur’an.
Ayah telah lama tidak mendengarkan ananda membaca al-qur’an, ayah sangat
senang jika ananda membacakan qur’an untuk ayah, ayah ingin sekali
mendengar ananda membaca al-qur’an untuk ayah....
Ayah
Membaca
surat tersebut bergetar tubuh sang anak, dinding ego yang dibangun
bertahun-tahun runtuh. Ayahnya tidak ingkar janji, ayahnya tidak
bersalah ia lah yang bersalah yang telah berprasangka buruk dengan
ayahnya. Keinginan ayahnya sangat sederhana ingin mendengarkan bacaan
qur’annya. Air mata yang tertahan mengalir deras deras dan deras
penyesalan datang memang terlambat dan diakhir suatu kejadian. Ingin ia
berbicara pada Tuhan untuk menghidupkan ayahnya kembali lima menit saja
tak lebih agar ayahnya bisa mendengar suaranya membaca qur’an namun apa
daya, ia hanya bisa membacakan qur’an didepan tubuh kaku yang nyawanya
telah kembali disisi Allah...
Yaa ayuhannafsul muthmainah
Irji’i ila robbiki rodiyatammardiyyah
Fadkhuli fii’ibadii
Wadkhuli jannati
Parung, Sabtu 26 mei 2012, Pukul 22 : 32
Oleh : Hardiansyah (sahabat sekaligus mentor dalam belajar di universitas kehidupan)
always...
BalasHapusmnciptakan yg trbaik..