Minggu, 27 Mei 2012

Janji Seorang Ayah

Ayah dalam sepi hening kurindu
untuk menuai padi milik kita
tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
anak mu sekarang banyak menanggung beban (Titip Rindu Buat Ayah : Ebiet G Ade)

Ayah siapa tak kenal sosok satu ini, kalau ibu mewakili kelembutan dalam rumah tangga maka ayah mewakili ketegasan. jika ibu mewakili kasih dan sayang maka ayah mewakili kebijaksanaan, semuanya saling melengkapi. cerita berikut saya sadur dari tulisan lama yang masih saya ingat dan saya rekam baik dalam memori saya. Menjadikan motivasi bagi saya untuk berbuat baik pada orang tua. Membuat saya menitikkan air mata bagaimana kasih seorang ayah pada anaknya. ketika mengetahui bahwa yang pertama kali dilakukan ayah saat pulang kerja adalah menggendong saya, bukan makan ataupun berganti pakaian..


Cerita ini bermula ketika seorang anak akan melangsungkan ujian nasional di salah satu sekolah menengah umum. sang ayah berkata dengan anaknya "Ayah berjanji akan membelikanmu motor jika engkau lulus ujian". sang anak yang memang mengidam-idamkan motor sangat bahagia mendengar itu semua. apalagi bagi keluarga mereka, motor adalah barang mewah yang sulit untuk dibeli karena penghasilan ayah yang pas-pasan untuk menghidupi keluarga sebagai karyawan swasta. hari ujian pun tiba sang anak dengan semangat belajar mati-matian demi sebuah motor. hasilnya tidak mengecewakan, bukan hanya lulus namun ,menjadi peringkat kedua di seluruh kabupaten / kota. betapa bahagianya ia, motor yang ia idam-idamkan akan menjadi kenyataannya. terbayang jika kuliah nanti ia tidak akan repot naik angkot menuju kampus, terbayang ia takkan minder lagi bergaul dengan teman-temannya yang sudah punya motor terlebih dahulu.

Namun alangkah kecewanya sang anak ketika yang diberikan oleh ayahnya hanyalah sebuah Al-qur'an yang terbungkus rapi dengan kasar ia berkata pada ayahnya.

"Ayah ingkar janji...... saya sudah memenuhi keinginan ayah tapi ayah tak pernah mengerti keinginanku, percuma saya punya orang tua seperti ayah" sang ayah hanya tertunduk lesu tak menyangka sang anak akan mengeluarkan kata-kata pedas menusuk jantung seperti itu. sang ibu hanya bisa menangis, sang adik tak bisa berbuat apa-apa.

"Tenanglah dulu duduklah.... ayah hanya ingin mendengar suaramu membaca Al-Qur'an" Kata sang ayah lemah
"Tidak ayah telah ingkar janji pada saya, mulai detik ini saya bukan anak ayah, lebih baik saya pergi dari rumah ini" Teriak sang anak lantang penuh emosi. dan ia pun meninggalkan rumah orang tuanya. Rumah dimana ibunya memberikan kasih sayang padanya, rumah dimana ayahnya mengurus dan menafkahinya dengan sebaik-baik dan sehalal-halal nafkah.

Sang anak akhirnya berhasil kuliah berkat bantuan temannya yang memiliki bengkel motor dan kemampuannya dalam mereparasi motor membuat dia mampu menyambung hidupnya. selama kuliah tak pernah dijenguk ayahnya, ibunya ataupun adiknya hingga ia ujian skripsi dan lulus. Ia akan diwisuda. Seperti kebanyakan orang lainnya yang begitu merindukan kedua orang tua yang datang pada wisuda, sang anak mulai berfikir untuk menghubungi kedua orang tuanya. Dalam hati kecilnya ia rindu sekali dengan kedua orang tuanya, namun rasa geram terhadap sang ayah membuat ia urung untuk menghubungi kedua orang tuanya. Baru saja ia membuka pintu kos, tetangga mermbawa kabar ternyata ayahnya telah meninggal dan ia diminta untuk pulang. Ia pun pulang dengan perasaan yang campur aduk.
Sampai dirumah dilihatnya tubuh kaku terbujur tanpa kata, wajahnya bersih seolah tanpa cacat cela. Inilah wajah ayahnya yang bertahun-tahun ia tinggalkan, yang bertahun-tahun tidak ia kunjungi setelah sang ayah ingkar janji. Bertahun-tahun tidak ia temui senyuman sang ayah, ketika ia temui ternyata senyum pudar dari jasad kaku sang ayah yang ia perhatikan. Ia ingin menangis namun ego dalam diri menahan airmata untuk keluar.

Sang ibu mendekati anaknya dengan terisak ia berkata :

“Wasiat terakhir ayahmu ia ingin engkau membacakan qur’an di samping jenazahnya”

Sang anak mengambil qur’an itu, qur’an hadiah dari sang ayah ketika ia berhasil lulus ujian. Ketika ia buka sebuah kunci tipis terjatuh dari dalam al-qur’an tersebut dan sebuah surat yang ia baca dan buka. Surat yang ditulis ayahnya empat tahun yang lalu

Ananda tercinta
Saat ananda membaca surat ini ananda pasti sedang berbahagia karena lulus sekolah. Ayah tak tahu dengan apa kunci motor ini ayah sampul agar bisa berkenan di hati ananda. Maka ayah taruh kunci ini didalam al-qur’an. Ayah telah lama tidak mendengarkan ananda membaca al-qur’an, ayah sangat senang jika ananda membacakan qur’an untuk ayah, ayah ingin sekali mendengar ananda membaca al-qur’an untuk ayah....
Ayah

Membaca surat tersebut bergetar tubuh sang anak, dinding ego yang dibangun bertahun-tahun runtuh. Ayahnya tidak ingkar janji, ayahnya tidak bersalah ia lah yang bersalah yang telah berprasangka buruk dengan ayahnya. Keinginan ayahnya sangat sederhana ingin mendengarkan bacaan qur’annya. Air mata yang tertahan mengalir deras deras dan deras penyesalan datang memang terlambat dan diakhir suatu kejadian. Ingin ia berbicara pada Tuhan untuk menghidupkan ayahnya kembali lima menit saja tak lebih agar ayahnya bisa mendengar suaranya membaca qur’an namun apa daya, ia hanya bisa membacakan qur’an didepan tubuh kaku yang nyawanya telah kembali disisi Allah...

Yaa ayuhannafsul muthmainah
Irji’i ila robbiki rodiyatammardiyyah
Fadkhuli fii’ibadii
Wadkhuli  jannati

Parung, Sabtu 26 mei 2012, Pukul 22 : 32
Oleh : Hardiansyah (sahabat sekaligus mentor dalam belajar di universitas kehidupan) 

1 komentar:

Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.