Sebut saja
namanya Nur, salah satu teman akrabku yang sangat bermimpi untuk mendapatkan
pendidikan tinggi yang gratis di negeri yang serba tidak gratis ini. Setamat
dari salah satu pesantren di Bogor, dia hijrah ke Bengkulu ke tempat orang tua
yang telah melahirkannya.
Kawan, tak sanggup aku menuliskan betapa
kemelaratan menghantam keluarga mereka tanpa ampun. Ayahnya hanya seorang
nelayan miskin yang bekerja dengan orang lain. Selama sepuluh hari laki – laki
tua tapi murah senyum itu harus hidup di laut meninggalkan isterinya.
Ibunya
hanyalah seorang guru ngaji yang terkadang menerima gaji tapi sering pula
tidak. Namun ibu tua ini tetap menjalani hidupnya dengan tidak banyak
menggerutu, mengeluh apalagi sampai menyalahkan Tuhan atas segala yang terjadi.
Sahabatku ini memiliki satu kakak yang sudah menikah. Namun nampaknya situasi
ekonomi keluarganya pun sama seperti orang tuanya.
Kawan ada
baiknya ku ceritakan sedikit tentang situasi ekonomi keluarga mereka. Orang tua
Nur menempati bedengan murah yang hanya berukuran 5 x 3 M. Tak ada barang
berharga yang mereka miliki selain satu televisi tua yang hampir usang. Saya
dan istri sempat berkunjung dan bersilaturahim kesana beberapa waktu yang lalu.
Mereka
dengan ramah mencegah saya pulang sebelum makan bersama dengan keluarga mereka.
Demi menghormati kami, ibunya sampai meminjam piring yang dinilainya layak
disajikan untuk tamu. Masya Allah, walau mereka miskin secara harta namun
mereka tidak miskin secara akhlak. Hal yang banyak mendera manusia – manusia
Indonesia saat ini.
Dahulu
ketika baru pulang dari pesantren, temanku ini pulang mengantongi ijazah setara
dengan SMA. Ia berharap bisa masuk ke LIPIA (Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia
– Arab). Karena menurutnya tempat ini adalah tempat yang baik dalam menuntun
ilmu agama, bergengsi dan gratis alias tidak membayar.
Sebagai
anak bungsu dan satu – satunya harapan keluarga, orang tuanya tentu saja
mendukung niat anak mereka untuk melanjutkan kuliah di LIPIA. Setiap malam
mereka sholat tahajud, berpuasa daud, merayu Allah agar memperkenankan doa dan
keinginan mereka. Begitu juga Nur, tak pernah lepas sholat tahajud dan berdoa
dengan khusyuk mengharapkan kemustajaban doanya. Saya sangat tahu itu karena
biasanya dia mengajak saya iktikaf di masjid dari ba’da isya sampai sholat
tahajud. Saya salah satu orang yang menjadi saksi hidup tentang itu.
Sambil
menunggu tes di LIPIA, Nur berusaha agar tidak merepotkan orang tuanya. Syukur
– syukur bisa membantu orang tuanya secara finansial. Ia mencoba hidup
berdikari dengan mencari kerja. Kerja apapun dia lakoni asalkan bisa
mendapatkan uang dan halal.
Akhirnya
setelah berusaha mencari kesana kemari, diterimalah ia di salah satu usaha
fotokopi. Ia sering sekali menginap di toko tersebut dan jika tidak menginap di
masjid. Karena rumah mereka tidak cukup menyediakan tempat tidur untuknya. Ia
berusaha terus dengan keras agar bisa masuk ke LIPIA. Setiap selesai sholat dia
selalu mengecek hafalannya, membaca buku, melatih kembali percakapannya dalam
bahasa arab.
Hari ujian
pun tiba, dengan mengucapkan bismillah dan restu orang tua, ia ikut tes LIPIA.
Namun apa hendak di kata, Allah menggariskan bahwa ia tidak lulus masuk ke
LIPIA. Dengan perasaan sedih akhirnya ia pulang kembali ke Bengkulu.
Orang
tuanya sedih karena didepan mereka telah terpampang bahwa anak mereka harus
puas mengenyam pendidikan hanya sebatas SMA. Namun Nur memang bermental pejuang.
Ia pun akhirnya ikut tes di Ma’had Usman bin Affan Jakarta dan lulus mengikuti
pengajaran selama 1 tahun. Setelah satu tahun berlalu ada pendaftaran untuk
mengikuti program belajar S1, S2, S3 gratis di Libya, Negeri Mu’amar khadafi.
Dengan mengucapkan bismillah ia mencoba mendaftar dan mengikuti tes itu.
Allah SWT
memang menyiapkan satu rencana untuk hambanya yang sabar. Tanpa diduga dan
dinyana ia lulus dan berhak untuk mengikuti program belajar di Libya tersebut
dengan gratis. Biaya pendidikan, pemondokan, biaya hidup, buku – buku dan semua
dana opersional disana ditanggung semuanya. Bahkan jika nilainya mencukupi
sampai bisa S2 dan S3 disana. Dengan sujud syukur, ibunya berkata pada saya :
“Ibu Cuma
berdoa dan meminta kepada Allah sesuatu yang bila itu dikabulkan cukuplah itu
untuk kami. Namun Allah memberikan kami rezeki yang tidak disangka – sangka dan
memberikan kami sesuatu yang sangat lebih dari doa kami”
Subhanallah…..
Maha Kaya Allah, Maha Bijaksana Allah SWT, semuanya telah digariskan. Allah
rupanya hendak menguji kesabaran Nur. Hanya setahun Allah membalas kerja keras
dan doa Nur. Ia hanya meminta LIPIA namun Allah memberikannya LIBYA. Sesuatu
yang hampir sama dalam pengucapan, namun sesuatu yang tidak sama bagi Nur dan
keluarganya. Allah beserta dengan orang – orang yang sabar dan saya tidak
meragukan sedikit pun tentang hal itu.
Saat ini
Nur sedang berusaha menyelesaikan studi S1 bidang syariah di Libya, dan Insya
Allah jika tak ada halangan 3 bulan lagi ia akan menyelesaikannya dan Insya Allah
akan melanjutkan S2 nya.
Oleh :
Hardiansyah*
Bengkulu
siang hari di Sekolah, 21 Maret 2011
*Penulis
adalah seorang Guru di Sekolah Alam Mahira Kota Bengkulu, merupakan sahabat
dekat yang juga salah satu owner J-Design printing. Seorang good reader dan
merupakan aktivis yang gemar mencurahkan pemikirannya di forum-forum ilmiah dan
tulisan.
Terimakasih kak, sudah berkenan untuk
memasukkan tulisannya. Barokaullohfik
keren banget, asal niatnya tulus insya alloh dimudahkan.yang jelas tentu aja punya kemauan yang kuat dan tahu bagaimana akan mewujudkannya ya..
BalasHapusinspiratorial story.
wah, makasih mas pengetahuannya,,, bermanfaat nie bagi kita
BalasHapussubhnllh.....mimpi yang sempurna
BalasHapusCukup Menyentuh ceritanya, Sahabat Rio semoga sukses kunjungi blog kita juga ya http://itcbengkulu.blogspot.com/
BalasHapusby : ardi
Maasya Allah... baarakallaahu fiih.
BalasHapusMan Yuridillahu bihi Khairan Yufaqqihhu fiddin