Seorang pemuda tengah duduk termenung meratapi nasibnya, sejak dilahirkan
hingga dewasa, ia hidup dengan satu kekurangan, yakni tak dapat melihat.
Seringkali pemuda itu memaki nasib, marah pada keadaan dan menyangka Tuhan
tidak adil terhadap dirinya. Ia merasa sebagai orang paling malang di muka
bumi. Baginya, buat apa Tuhan menciptakan semua keindahan di langit dan bumi,
bintang-bintang yang bertebaran, dan rembulan nan elok. Matahari pagi hanya bisa
dirasainya lewat sentuhan hangat sinarnya, ia bisa mendengar suara kicau burung
namun tak pernah tahu rupanya. Ia sering menikmati gemerisik dedaunan
berdesakan diterpa angin yang sejuk, namun, wujudnya hanya bisa disentuh, tak
pernah ia tahu hijau warna daun itu.
Pantai di dekat rumahnya, tempat anak-anak dan orang dewasa menikmati sore,
hanya bisa dibayangkan keindahannya. Ia tahu pantai itu air, itupun dari ombak
yang keras menghantam karang dan sesekali menciprati wajahnya atau malu-malu
menghampiri dan menyentuh kakinya di pinggir pantai. Apalagi ketika muda-muda
di desanya bercerita tentang senja, ya senja, betapa tak terlukiskan merah sang
senja yang selalu hadir melengkapi warna kehidupan setiap insan. Tapi dirinya?
Sekali lagi ia mengutuk penderitaannya, menangisi takdirnya yang tak pernah
tahu warna merah senja, hijau dedaunan, putih melati, dan birunya laut.
Meski keindahan dan keelokan desa itu tidak akan pernah pudar, sayang,
semakin sedikit warga yang bisa menikmatinya. Bukan karena tak cinta, atau tak
suka dengan semua kenikmatan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada mereka,
tapi, warga desa itu semakin lama memang semakin habis karena hidupnya seorang
Raja yang gemar memangsa manusia. Setiap akhir bulan, tidak kurang seratus
manusia harus menjadi korban kanibalisme sang Raja dan para pengawalnya yang
terkenal kejam. Oleh karenanya, tidak heran jika di setiap waktu itu, desa
selalu sepi dari lalu lalang warga karena takut tertangkap dan tak pernah
kembali.
Namun, tidak bagi pemuda buta itu, baginya, ini kesempatan untuk mengakhiri
hidupnya dengan menjadikan dirinya mangsa bagi sang Raja kanibal. Tak seperti
warga lainnya yang takut ke pantai atau ke tempat manapun di akhir bulan, ia
justru dengan pasrah berjalan kesana-kemari. Akhirnya, ‘keinginannya’ sampai
juga, para pengawal raja kanibal menangkapnya dan menghadapkan pemuda itu di
istana. Tapi ternyata, pemuda itu berubah pikiran, entah kenapa ia menjadi
takut bukan kepalang, ia masih mau hidup, menangislah ia sejadinya bersahutan
dengan puluhan orang lainnya yang juga tertangkap.
Waktunya tiba, sang raja memeriksa calon-calon santapannya satu persatu,
hingga pada giliran pemuda itu, sang raja agak terkejut. Matanya buta, pikir
raja. Untung bagi pemuda itu, raja tak suka makanan yang cacat. Maka ia
memerintahkan pengawalnya untuk melepas pemuda itu, dan tetap menjadikan yang
lainnya sebagai mangsa.
***
Saudaraku, Sesungguhnya Allah maha adil. Apapun yang Allah berikan kepada
kita saat ini, tentunya Dia yang lebih tahu apa yang kita butuhkan untuk
menjalani hidup. Apapun yang tidak kita miliki saat ini, seharusnya kita
yakini, bahwa kita belum membutuhkannya sekarang, karena pada akhirnya, kita
akan menyadari hikmah dari setiap takdir-Nya.
Dia memberikan kelebihan kepada satu manusia dan kelebihan pada manusia yang
lainnya. Demikian juga dengan kekurangan, tak ada satu manusia yang tak
memiliki kekurangan pada dirinya. Namun kelebihan manusia yang satu terhadap
lainnya, sesunggunya terletak pada bagaimana mensikapi kelebihan dan kekurangan
tersebut. Sering kali manusia mengumpat atas kekurangan yang diterimanya,
padahal pada saat bersamaan, sejumlah kelebihan ia miliki, namun tak pernah
disyukurinya.
Saat ini, cobalah menengok kembali perjalanan kita di
dunia. Lahir tanpa memiliki apapun, tak bersepatu dan berpakaian. Kini, satu
lemari pakaian kita punya. Kenapa? Waktu itu kita belum membutuhkan sepatu dan
pakaian bagus. Dulu kita sangat menikmati berjalan kaki atau berdesakan dalam
bus, dan kini setelah memiliki kendaraan pribadi, kemudian berpikir, karena
dulu belum merasa perlu untuk memiliki kendaraan sendiri. Kuncinya adalah,
bagaimana setiap kita menikmati setiap pemberian yang Allah berikan pada kita
saat ini dan mensyukurinya. Jika tidak, tak kan pernah nikmat lainnya
menghampiri kita, karena janji-Nya memang demikian. Wallahu a’lam bishshowaab (BG)
Hmm...
BalasHapusInspirasi mu tentang menulis cerita-cerita seperti ini sangat bagus Rio.. Dapat menyentuh hati pembacanya dan memotivasi...
Apapun yang terjadi dan yang ada pada diri kita saat ini itu adalah yang terbaik untuk kita.. :)Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambanya.