Dilihatnya Rasulullah ketika itu tidak memakai baju,
maka terlihat jelas oleh Ibnu Mas’ud
bekas anyaman tikar melekat pada
punggung beliau. Melihat ini Ibnu Mas’ud amat sedih, dan tanpa terasa bendungan
air matanya pun pecah berserakan. Sungguh-sungguh tidak pantaslah rasanya
seorang Rasul kekasih Allah, seorang Kepala Negara dan seorang panglima tertinggi sesederhana itu.
Dengan
terharu Ibnu Mas’ud bertanya: “Ya
Rasulallah, bolehkah saya membawakan kasur kemari untuk Anda?”
Mendengar
ini Rasulullah bersabda:
“Apakah artinya kesenangan hidup
didunia ini bagiku. Perumpamaan hidup di dunia ini bagiku tidak ubahnya seperti
seorang musafir dalam perjalanan jauh yang singgah berteduh dibawah pohon kayu
yang rindang untuk melepaskan lelah. Kemudian dia harus meninggalkan tempat itu
untuk meneruskan perjalanan yg sangat jauh tidak berujung.”
Ada Firman Allah
dalam Al-Qur’an yang senada dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah
tadi, yaitu dalam surat Al- Ankabuut ayat 64 :
”Dan tidaklah kehidupan di dunia ini
melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui.”
Kita
semua tanpa terkecuali akan mengalami
kematian. Kalau begitu apa yang sebenarnya kita cari di alam dunia ini.
Apakah
keberadaan kita se-mata-mata hanya untuk bekerja, berumah tangga, ber
senang-senang dengan harta yg kita miliki, ataupun berkeluh kesah dalam
penderitaan & kemiskinan; kemudian akhirnya mati tidak berdaya. Apakah setelah mati kita akan hilang menguap atau
apakah kita yg dilahirkan dalam ketiadaan itu akan mati dlm ketiadaan pula?
Apakah hidup kita di dunia ini hanya sia-sia belaka karena toh akhirnya harus
mati juga?
Tentu
tidaklah demikian ! Allah telah berfirman , bahwa kita akan terus ada dan tidak
akan pernah menghilang atau menguap; Kita akan menjalani kehidupan abadi di
akhirat nanti. Kalau begitu jelaslah
yang akan kita tuju adalah akhirat ! cepat atau lambat, suka atau tidak suka,
kita semua pasti akan menuju kesana untuk mempertanggung jawabkan apa yg tlh
kita perbuat. Hal ini ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-qiyamah ayat 36 :
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan
dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban) ?”
Kesadaran
akan hal inilah yang merupakan fundamen yang paling mendasar bagi orang yang
ingin menemukan arti kebenaran hidup yang hakiki.
Allah selalu
menciptakan sesuatu secara bertahap, yaitu dengan melalui suatu proses yang
berkesinambungan. Manusia misalnya, ia diciptakan tidak langsung dewasa . Tetapi
melalui proses yang bermula dari bentuk air, lalu menjadi janin, kemudian
menjadi bayi, lalu menjadi anak-anak akhirnya menjadi dewasa.
Fenomena ini
mengajarkan kepada kita, baik atau buruknya
kualitas manusia setelah dewasa nanti sangat ditentukan oleh proses
pemeliharaan atau bekal yg diterimanya
dari sejak dini . Begitupun kiranya proses Allah menjadikan eksistensi manusia
di akhirat .
Kualitas
manusia di akhirat nanti akan ditentukan setelah ia melalui proses ujian demi ujian terhadap ketaatanya pada Allah selama
hidupnya di dunia. Jadi jelaslah kualitas kita di akhirat nanti sangat tergantung
pada keberhasilan kita dalam mengatasi ujian-ujian yang dihadapi , yaitu apakah
kita mampu selalu taat mengikuti perintah-perintah-Nya atau membangkang
sebagaimana yang dilakukan iblis ketika diperintahkan sujud kepada Adam. Hal ini ditegaskan Allah
dalam surat An-Nissa ayat 13-14 ;
“ Barang siapa taat kepada Allah dan
RasulNya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga . Dan barang siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul Nya dan melanggar ketentuan2 Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam api neraka sedang
ia kekal didalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan.”
Sebagaimana
telah diuraikan , kehidupan di alam dunia sesungguhnya adalah awal kehidupan
bagi manusia. Dan awal kehidupan ini sangat penting , karena bukankah awal yg
baik akan menghasilkan hasil akhir yang baik pula?
Al Qur’an
mengajarkan kepada kita tujuan hidup di dunia ini pada hakekatnya adalah untuk
mencari atau mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan akhirat.
Sejalan dengan ini ada seorang ahli hikmah yang berkata : “Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan dunia terdiri dari tiga bagian;
Sebagian bagi mukminin, sebagian bagi orang munafik, sebagian bagi orang kafir.
Maka orang mukmin menyiapkan perbekalan, orang munafik menjadikannya perhiasan,
dan orang kafir menjadikannya tempat bersenag-senang .”
Tingkat
manusia di akhirat nanti akan ditentukan oleh sedikit banyaknya bekal yang
dibawa dari dunia. Semakin banyak bekalnya semakin tinggi pula tingkat
kemuliannya. Bekal yang dimaksud adalah Pahala.
Oleh karena
itu kehidupan di dunia pada hakekatnya adalah arena untuk mengumpulkan pahala bagi kehidupan akhirat nanti. Pahala
adalah hadiah yang diberikan Allah jika kita lulus dari ujian yang
diberikan-Nya, yang mana ujian ini terletak pada dua jalur yaitu jalur
hablum-minallah (misalnya :wajib Shalat) dan jalur hablum minannas (mis :wajib
berbuat baik terhadap orang lain) . Barang siapa yang dpt tetap patuh melaksanakan aturan main ini dengan niat se
mata-mata karena Allah, maka ia akan memperolah Pahala.
Allah
melengkapi manusia dengan mata hati dan
telinga bukan tanpa tujuan, ini merupakan sarana bagi Allah untuk menguji manusia sebagaimana yang
diungkapkan dalam surat Al-Insaan ayat 2
dan 3:
“Sesungguhnya kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan
perintah dan larangan), karena itu kami jadikan dia mendengar dan melihat .“
Jika kita
melihat supir yang ugal-uglan di jalan
atau mengghadapi kolega ataupun teman yang menjengkelkan , ini semua
terjadi karena Allah melengkapi kita dengan mata, telinga dan hati . Oleh
karena itu orang2 negatif ini harus dipandang sebagai ujian Allah pada jalur hablum minannas. Apabila orang-orang ini dapat kita hadapi dengan
Sabar maka kita berarti lulus sebaliknya bila mereka kita hadapi dengan emosi
atau nafsu, maka berarti kita gagal.
Jelaslah
kini semua masalah yang kita hadapi baik
itu masalah hubungan dengan Allah (malas mendirikan shalat) maupun masalah
hubungan dengan manusia (menghadapi orang yang menyebalkan), pada hakekatnya
adalah hendak menguji kita .
Selain itu
juga tindakan yang kita lakukan sebenarnya merupakan cerminan dari keadaan
hati, hati yang lembut akan menghasilkan tindakan yang terpuji, sedangkan hati
yang penuh dengki akan menghasilkan tindakan yang tidak terpuji.
Untuk
memendam rasa iri hati & dengki yang kadang-kadang mucul secara spontan
ketika mendengar ada teman kita yang lebih sukses atau lebih kaya dari kita,
caranya yaitu jangan memandang harta atau pangkat yang dimilkinya , tetapi
ingatlah bahwa soal rezeki memang dibuat Allah berbeda-beda. hal ini dilakukan
Nya se mata-mata untuk menguji manusia, sebagaiman yang diterangkan Nya dlm
surat Al-Anam ayat 165 ;
“Dia meninggikan sebagian dari kamu
atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuik mengujimu tentang apa yang
diberikan Nya kepadamu.”
Dan pada
surat An-Nissa ayat 32 :
” Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain.”
Juga dalam
surat Thaahaa ayat 131 :
” Janganlah kamu tujukkan kedua
matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka,
sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami
cobai mereka dengannya.”
Bila
kebetulan kita termasuk orang yang dikaruniai banyak harta , maka hendaklah
disadari bahwa harta itu letaknya harus selalu ditangan, jangan biarkan ia
menguasai hati kita. Pengalaman menunjukkan, harta cenderung mengajak
pemiliknya untuk membangkang mentatati perintah Allah dan Rasul Nya. Nabi
kita yang mulia tampaknya sangat menyadari betapa beratnya beban bila dititipi harta yang
melimpah. Sikap ini tampak jelas pada perilakunya yang terkenal sangat sederhana. Pada salah
satu haditsnya diriwayatkan Rasulullah bersabda :
”Tuhanku telah menawarkan kepadaku
untuk menjadikan lapangan di kota Mekah menjadi emas. Aku berkata,”Jangan
engkau jadikan emas wahai Tuhan! Tetapi cukuplah bagiku merasa kenyang sehari ,
lapar`sehari. Apabila aku lapar, maka aku dapat menghadap dan mengingat Mu, dan
ketika aku kenyang aku dapat bersyukur memujimu.”
Dari apa yang
telah disampaikan diatas, jelaslah bahwa kehidupan di dunia ini haruslah
dijadikan arena untuk mengumpulkan pahala. Dan ini tidaklah mudah. Diperlukan
perjuangan lahir dan bathin untuk melawan godaan nafsu dan setan yang menghambat.
Untungnya
Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang melengkapi kita dengan ”alat ” yang dapat
memudahkan pengumpulan bekal akhirat ini. Alat yang dimaksud adalah seluruh
fasilitas yang kita miliki yaitu dapat
berupa harta benda, keluarga, pekerjaan dll. Jadi seluruh fasilitas yang kita
miliki pada hakikatnya adalah hanya sarana untuk kelancaran bertakwa.
Misalnya
saja bila kita mempunyai uang berlebih, maka tentunya akan memudahkan
bersedekah, menolong orang susah, menyantuni anak yatim, membahagiakan orang
tua, melaksanakan ibadah haji dsb.
Dengan
mengerti bahwa fasilitas atau materi yang kita miliki gunanya hanya untuk menunjang kelancaran pelaksanaan taqwa, maka
in Syaa Allah kita tidak akan silau oleh materi atau kedudukan. Karena
sesungguhnya semua itu dititipkan kepada kita semata-mata sebagai alat untuk
meningkatkan ketaqwaan saja.
Allah
menciptakan surga dan neraka yang kelak akan diisi oleh manusia. Dimana nanti
kita berada akan ditentukan melalui
proses kompetisi selama hidup di dunia yaitu kompetisi dalam mengumpulkan
pahala.
Surga adalah
merupakan puncak hadiah yang akan diraih oleh manusia . Dan untuk mendapatkan
hadiah ini tentu saja tidak mudah. Diperlukan perjuangan yang sungguh2, karena
Allah akan terus menerus menguji keuletan kita dalam mematuhi aturan main yamg
dibuat Nya, sebagaiman firman Nya dalam surat Al-Ankabuut ayat 2 :
”Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan saja mengatakan:’Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak
diuji lagi?”
Atau lebih
tegas lagi dalam surat Al-Anbiya ayat 35 :
„Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan“
Ujian Allah
kepada kita ber macam-macam. Ujian terberat umumnya yang berkaitan dengan harta dan pangkat.
Harta atau pangkat dapat dengan mudah membuat manusia terbius, terlupakan
tujuan hidupnya di dunia. Harta yang seharusnya kita gunakan untuk meningkatkan
ketaatan justru kita gunakan untuk melanggar ’aturan main itu’.
Untuk dapat
mengatasi berbagai macam ujian Allah ini, manusia memerlukan bekal motivasi
yang kuat. Karena hanya dengan motivasi yang kuat akan tercipta semangat yang
hebat , segala godaan insya Allah akan dapat ditaklukan.
Kesimpulan dari apa yang telah disampaikan
diatas yaitu adalah :
1. Hidup di dunia sebenarnya adalah babak prakualifikasi untuk
menentukan tempat tinggalnya nanti di akhirat;
2. Kegagalan menghadapi ujian Allah,
seringkali terjadi karena kelengahan hati
yaitu tidak menyadari bahwa
masalah yang sedang dihadapi itu sebenarnya adalah merupakan ujianNya;
3. Orang
yang sukses hidupnya adalah orang
yang berhasil mengumpulkan
pahala yang banyak;
4. Tempat kita di negeri akhirat itu tergantung dari pahala yang kita bawa dari dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.