Training Manajemen Syahwat |
Marhaban Yaa
Ramadhan; Bulan Sejuta Pesona
Sejak bumi
dan langit diciptakan, Allah menetapkan 12 bulan dalam setahun (QS. At-Taubah :
36). Itulah perhitungan waktu yang berlaku sepanjang sejarah manusia, sejak
Adam hadir ke bumi sampai kiamat terjadi.
Satu dari 12
bulan tersebut bernama Ramadhan. Pernahkah kita bertanya dalam diri : Kenapa
Allah wajibkan kita di bulan Ramadhan untuk melaksanakan shaum (menahan diri)
selama sebulan penuh dari terbit fajar sampai tenggelam mata hari serta qiyam
(berdiri beribadah) di malam harinya?
Menariknya
lagi, setiap tahun Ramadhan datang menemui kita tanpa kita minta. Tanpa
diundang ia datang membawa sejuta pesona dan keistimewaan serta memberikan
berbagai manfaat dalam hidup dan kehidupan kita. Tujuannya tak lain kecuali
agar kita setiap tahun mendapat kesempatan mengikuti Training Manajemen Syahwat
secara Cuma-Cuma.
Ramadhan
adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah pada kita, agar kita dapat
kesempatan mengikuti Training Manajemen Syahwat tersebut secara intensif dan
berulang-ulang. Hal tersebut disebabkan karena syahwat adalah ancaman permanen
terbesar dalam diri orang-orang beriman.
Syahwat bisa
membinasakan kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat. Syahwat bisa
membutakan mata hati dan pikiran kita sehingga yang haram menjadi halal, yang
halal menjadi haram, yang baik menjadi buruk, yang buruk menjadi baik dan
seterusnya.
Perlu kita
sadari, syahwat akan selalu menjadi ancaman dalan diri kita selama hayat
dikandung badan. Sebab itu, kita harus mampu memenej syahwat secara benar,
maksimal dan berkesinambungan. Agar kita mampu memenejnya, di antaranya, Allah
syari’atkan pada kita kewajiban mengikuti Training Manajemen Syahwat sebulan
dalam setahun. Artinya, seperduabelas (1/12) dari umur kita, khususnya sejak
remaja (mukallaf) kita habiskan untuk mengikuti Training Manajemen Syahwat.
Subhanallah…
Pantas jika target utama shaum Ramadhan itu adalah agar kita meraih derajat
tertinggi di sisi-Nya, yakni taqwallah… Artinya, mampu memenej semua aktivitas
kehidupan dunia sementara ini sesuai sistem Allah, berpatokan pada halal dan
haram yang ditentukan Allah serta terlepas dari tipu daya dunia dan syahwat
yang menjerumuskan…
Agar
Training Manajemen Syahwat yang diwajibkan selama bulan Ramadhan berkelanjutan
sepanjang tahun, maka Rasulullah Saw. membuka peluang training yang sama di
hari-hari setelah Ramadhan. Di antaranya, 6 hari di bulan Syawal, mingguan
(Senin dan Kamis), bulanan (ayyamul bidh yakni tgl 13, 14 dan 15 setiap bulan
Hijriyah), hari Arofah, 10 Muharrom, shiyam Daud (sehari shaum dan sehari
berbuka) dan sebagainya.
Orang-orang
yang menjalankan dan mengikuti Training Manajemen Syahwat seperti yang
disunnahkan Rasul Saw - secara baik dan maksimal - pasti merasakan berbagai
manfaatnya dalam kehidupan di dunia, khususnya dalam memenej syahwat secara
efektif dan luar biasa. Sebab itu, kebiasaan (habit) dan perilaku hidup di
bulan Ramadhan akan mampu mereka teruskan di luar bulan Ramadhan yakni, sampai
bertemu Ramadhan berikutnya.
Amat
disayangkan bahwa fenomena umum yang muncul dalam masyarakat kita menunjukkan
Ramadhan dengan segala keagungan, pesona dan keistimewaannya tidak lebih dari
bulan musiman. Musim beramai-ramai ke Masjid, khususnya shalat taraweh. Itupun
hanya di hari-hari pertama dan tak bertahan sampai akhir Ramadhan. Musim
kreatifitas seni dan budaya yang bernuansa Islam, baik lagu maupun yang lain.
Musim pengajian, ceramah dan siaran Islam, kendati sebagiannya terkesan
dipaksakan dan melanggar nilai-nilai Islam itu sendiri. Musim menyantuni anak
yatim dan fakir miskin.
Namun
setelah Ramadhan usai, usai pula kebiasaan baik tersebut sehingga jumlah fakir
miskin semakin bertambah. Ramadhan juga musim mendekatkan diri pada Allah
dengan berbagai ibadah. Namun setelah Ramadhan pergi, kita pun menjauh dari
Allah dan bahkan tak jarang melupakan-Nya. Walhasil, Ramadhan usai, usai pula
semua bentuk ketaatan, ibadah dan kebaikan tersebut.
Yang lebih
mengkhawatirkan lagi ialah, Ramadhan dijadikan musim berlomba-lomba
mengumpulkan dan memuaskan syahwat makan dan minum. Bulan berlomba-lomba
belanja makanan, pakaian dan kendaraan dengan alasan untuk pulang kampung.
Akibatnya, untuk mendapat apa yang diinginkan, apapun dilakukan tanpa melihat
kebersihan sumbernya.
Bahkan ada
pula dengan niat yang tidak baik seperti yang diceritakan salah seorang sopir
taxi di mana tetangganya sengaja mengkredit motor untuk dibawa mudik lebaran
dengan niat nampang dan ngemplang. Begitu pula yang dilakukan sebagian pejabat
dan politisi, kendati dengan cara yang berbeda. Yang penting mudik lebaran
dengan kendaraan baru.
Fenomena
lain yang tak kalah mengkhawatirkan, berbagai kebaikan dan ketaatan yang
dilakukan di bulan Ramadhan hanya sebatas formalitas dan tak jarang pula
dimanfaatkan sebagai peluang bisnis mencari kekayaan.
Nampak
dengan jelas berbagai ketaatan dan kebaikan yang dilakukan belum sampai kepada
suatu kesadaran yang datang dari lubuk hati yang dalam (ikhlas karena Allah)
serta didasari pemahaman yang benar akan inti, hakikat dan aturan Ramadhan
sehingga menjadi habit (kebiasaan) yang berlanjut setelah Ramadhan usai; sampai
bertemu Ramadhan berikutnya.
Jika
demikian halnya, pantaslah jika syahwat menjadi masalah besar dalam hidup kita.
Perilaku buruk seperti, suka berbohong, bergunjing, hasad (dengki), tamak
(rakus) pada pernak-pernik duniawi, menipu, curang, berzina, tidak bisa wara’
(menjaga diri dari makanan dan minuman yang haram dan syubhat), korupsi serta
berbagai bentuk kriminal dan amoral lainnya kambuh dan tumbuh subur kembali
setelah Ramadhan usai. Karena pada kenyataannya, di bulan Ramadhanlah kita sirami
syahwat kita dengan berbagai pupuk yang membuat syahwat menjadi tumbuh subur
dalam diri kita. Di bulan Ramadhan kita manjakan syahwat makan, minum, pakaian,
tempat tinggal, uang, kendaraan dan berbagai bentuk syahwat angan-angan duniawi
lainnya.
Akirnya yang
tumbuh dan berkembang di bulan yang penuh berkah ini adalah syahwat duniawi,
bukannya ketaqwaan pada Allah dan kerinduan bertemu dengan-Nya yang menjadi
target utama disyaria’tkannya ibadah shaum (puasa) di bulan Ramadhan (QS.
Al-Baqoroh : 183).
Akibat
negatif lain ialah lifing cost (biaya
hidup) kita menjadi sangat tinggi di bulan Ramadhan. Kebutuhan makanan,
pakaian, uang, kendaraan dan sebagainya menjadi meningkat tajam selama bulan
Ramadhan.
Demand (permintaan) berbagai kebutuhan
hidup melonjak tajam sehingga mengakibatkan harga-harga menjadi membubung
tinggi yang berefek langsung terhadap bertambahnya kesulitan hidup puluhan juta
saudara-saudara kita yang tidak mampu (fakir miskin). Ditambah lagi dengan
tradisi pulang kampung dan pesta lebaran yang membutuhkan biaya yang sangat
besar dan menimbulkan berbagai masalah, resiko keamanan dan beban berat dalam
hidup kita.
Semua hal
tersebut di atas terjadi sebagai akibat kita kurang menghayati hal ihwal
seputar ibadah Ramadhan serta pelaksanaannya yang melenceng dari format
Training Manajemen Syahwat yang disyaria’atkan Allah dan Rasul-Nya.
Hasilnya
sudah dapat dipastikan; melenceng pula dari yang ditargetkan Allah dan
Rasul-Nya, yakni menggapai taqwallah, rahmat Allah, maghfirah (ampunan) Allah dan
‘itqun (selamat) dari ancaman neraka Allah. Atau dengan kata lain, pada
kenyataanya, Ramadhan telah menumbuh suburkan syahwat kecintaan duniawi kita.
Ramadhan
melahirkan berbagai kesulitan dalam hidup kita di dunia dan juga memancing
kesulitan hidup akhirat, sebagai akibat penyimpangan kita dalam pelaksanaan
ibadah Ramadhan atau tidak optimalnya kita dalam menjalankan dan memanfaatkan
peluang Training Manajemen Syahwat selama Ramadhan.
Fathuddin
Ja'far, MA
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.