Dahulu pernah ada seorang alim ditantang oleh seorang pemuda bahwa dia akan beriman kepada Allah kalau sang alim tersebut bisa menjawab tiga
Pertanyaan pertama saya akan beriman kepada Allah kalau saya bisa menyaksikan Allah dengan kedua matanya. Kedua bagaimana setan akan merasakan sakit ketika dimasukkan ke dalam api neraka, padahal dia sendiri tercipta dari api. Ketika mengapa seorang yang jahat dimasukkan ke dalam neraka, padahal dia berbuat jahat itu karena takdir Allah. Maka sang alim tidak berkata sepatah kata pun, tapi dia mengambil segenggam tanah dan melemparkannya ke mata orang tadi. Lak-laki itu berteriak kesakitan dan mengajukan sang alim ke pengadilan.
Ketika di pengadilan sang alim menjelaskan sebab dia berbuat demkian, lalu dia berkata kepada laki-laki itu, “Saya boleh dihukum kalau kamu bisa menunjukkan wujud sakit yang ada di matamu. Kalau yang ada di matamu saja kamu tidak bisa melihatnya, maka bagaimana mungkin kamu bisa melihat Allah yang ada di luar matamu.
Kedua, saya melemparmu dengan tanah. Mengapa kamu merasakan kesakitan bukankan kamu pun diciptakan dari tanah? Demikian juga setan dia akan merasakan kesakitan saat disiksa dengan api neraka walaupun dia diciptakan dari api.
Ketiga, maka kamu menututku untuk dihukum, padahal aku melemparmu adalah karena takdir Allah. Mengapa kamu tidak menuntut Allah saya yang telah menakdirkanku untuk melemparmu? Maka dengan jawaban tersebut, puasalah si laki-laki itu dan akhirnya dia menjadi orang yang beriman kepada Allah dengan baik.
Jadi melihat Allah di dunia ini adalah sesuatu yang mustahil karena mata kita memiliki keterbatasan. Jangankan untuk melihat Allah, Dzat yang Maha Pencipta, Dzat yang di luar jangkauan panca indra dan akal kita, banyak di antara makhluk pun yang tidak bisa kita tangkap dengan indera, namun kita meyakini keberadaannya karena ada bekas-bekas yang ditimbulkannya, seperti kita mempercayai adanya gelombang magnit, gelombang suara, adanya eter yang menghatarkan panas mata hari sekalipun indera kita tidak dapat menangkapnya.
Allah pun menyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa tidak ada makhluk yang dapat melihat-Nya sekalipun makhluk itu seorang Nabi sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya berikut ini:
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung kepadanya), berkatalah Musa, "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman, "Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman.” (QS. Al-A'raaf: 143)
Jadi untuk mengenal Allah dan kesaan-Nya kita dapat menyaksikan lewat jejak yang ditimbulkanya, yaitu yang tersaksikan pada makhluk-Nya yang agung, yaitu berupa penciptaan langit dan bumi, manusia, binatang, tumbuhan dan lain-lain yang semua itu menunjukkan akan kebesaran dan ketauhidan Allah.
Wallahu A’lam bishawwab.
Pertanyaan pertama saya akan beriman kepada Allah kalau saya bisa menyaksikan Allah dengan kedua matanya. Kedua bagaimana setan akan merasakan sakit ketika dimasukkan ke dalam api neraka, padahal dia sendiri tercipta dari api. Ketika mengapa seorang yang jahat dimasukkan ke dalam neraka, padahal dia berbuat jahat itu karena takdir Allah. Maka sang alim tidak berkata sepatah kata pun, tapi dia mengambil segenggam tanah dan melemparkannya ke mata orang tadi. Lak-laki itu berteriak kesakitan dan mengajukan sang alim ke pengadilan.
Ketika di pengadilan sang alim menjelaskan sebab dia berbuat demkian, lalu dia berkata kepada laki-laki itu, “Saya boleh dihukum kalau kamu bisa menunjukkan wujud sakit yang ada di matamu. Kalau yang ada di matamu saja kamu tidak bisa melihatnya, maka bagaimana mungkin kamu bisa melihat Allah yang ada di luar matamu.
Kedua, saya melemparmu dengan tanah. Mengapa kamu merasakan kesakitan bukankan kamu pun diciptakan dari tanah? Demikian juga setan dia akan merasakan kesakitan saat disiksa dengan api neraka walaupun dia diciptakan dari api.
Ketiga, maka kamu menututku untuk dihukum, padahal aku melemparmu adalah karena takdir Allah. Mengapa kamu tidak menuntut Allah saya yang telah menakdirkanku untuk melemparmu? Maka dengan jawaban tersebut, puasalah si laki-laki itu dan akhirnya dia menjadi orang yang beriman kepada Allah dengan baik.
Jadi melihat Allah di dunia ini adalah sesuatu yang mustahil karena mata kita memiliki keterbatasan. Jangankan untuk melihat Allah, Dzat yang Maha Pencipta, Dzat yang di luar jangkauan panca indra dan akal kita, banyak di antara makhluk pun yang tidak bisa kita tangkap dengan indera, namun kita meyakini keberadaannya karena ada bekas-bekas yang ditimbulkannya, seperti kita mempercayai adanya gelombang magnit, gelombang suara, adanya eter yang menghatarkan panas mata hari sekalipun indera kita tidak dapat menangkapnya.
Allah pun menyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa tidak ada makhluk yang dapat melihat-Nya sekalipun makhluk itu seorang Nabi sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya berikut ini:
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung kepadanya), berkatalah Musa, "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman, "Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman.” (QS. Al-A'raaf: 143)
Jadi untuk mengenal Allah dan kesaan-Nya kita dapat menyaksikan lewat jejak yang ditimbulkanya, yaitu yang tersaksikan pada makhluk-Nya yang agung, yaitu berupa penciptaan langit dan bumi, manusia, binatang, tumbuhan dan lain-lain yang semua itu menunjukkan akan kebesaran dan ketauhidan Allah.
Wallahu A’lam bishawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih telah singgah! Semoga kita segera berjumpa lagi. Saya memberi hormat atas dedikasi dan komitmen Anda untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya menantikan suatu waktu untuk dapat berjumpa dengan Anda suatu hari.