Bayangkan suatu pagi, seorang pasien dengan gangguan psikotik duduk di ruang konsultasi. Ia bercerita pelan, dengan kalimat yang melompat-lompat:
“Mereka… ya, suara itu… selalu datang… tapi bukan seperti kemarin…”
Bagi telinga manusia, meskipun terdengar tidak runtut, ucapan itu tetap bisa memberi isyarat penting: mungkin sedang muncul halusinasi baru, atau ada peningkatan kecemasan.
Namun, bagaimana dengan mesin? Sistem automatic speech recognition (ASR) hanya akan menyalin kata demi kata. Bila salah mengenali kata, atau menghapus jeda dan pengulangan, maka pesan penting bisa hilang. Inilah tantangan besar ketika teknologi bertemu kesehatan jiwa.
Mengapa Word Error Rate Tidak Cukup
Selama ini, kinerja ASR diukur dengan word error rate (WER) – seberapa banyak kata yang salah ditangkap. Masalahnya, bagi psikiatri, kesalahan tidak selalu sama dampaknya.
-
Jika mesin salah menyalin kata “suara” menjadi “suara-suara kecil”, artinya berbeda besar dalam konteks klinis.
-
Sebaliknya, jika salah menyalin kata pengisi seperti “hmm” atau “eh”, itu mungkin tidak terlalu berarti.
Artinya, kesalahan kecil bisa berdampak besar, dan kesalahan besar bisa saja tidak relevan.
Saat Teknologi Bisa Memperlebar Kesenjangan
Penelitian juga menunjukkan bahwa ASR cenderung lebih buruk kinerjanya untuk penutur non-native atau dialek tertentu. Di bidang psikiatri, ini bisa memperkuat bias: pasien dari kelompok minoritas bisa makin salah terwakili dalam data, bahkan berpotensi salah diagnosis.
Selain itu, praktik menghapus pengulangan atau jeda demi menurunkan WER justru berbahaya. Sebab pengulangan itu sendiri sering kali ciri khas bahasa psikotik yang penting untuk analisis.
Menuju ASR yang Lebih Manusiawi
Dalam artikel saya di Psychiatry Research, saya mengusulkan langkah-langkah berikut:
-
Gunakan analisis wacana – bukan hanya hitungan kata, tapi juga koherensi cerita.
-
Gabungkan multimodal data – ekspresi wajah, intonasi suara, hingga jeda bicara.
-
Libatkan klinisi dan pasien – agar standar keberhasilan ASR sesuai kebutuhan nyata, bukan hanya target teknis.
Harapan ke Depan
Jika teknologi ini lebih peka konteks, manfaatnya besar:
-
Klinik: deteksi dini episode psikotik bisa lebih akurat.
-
Kebijakan: regulasi kesehatan mental perlu memasukkan standar etis dalam penggunaan AI.
-
Pendidikan: calon dokter dan psikolog harus belajar membaca “bahasa mesin” dengan kritis.
Ingin Membaca Versi Lengkapnya?
Saya mengundang Anda untuk membaca artikel penuh yang baru saja diterbitkan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Semoga langkah Anda hari ini membawa semangat baru untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijak. Saya menghargai setiap dedikasi dan perjalanan Anda. Sampai kita berjumpa kembali, dalam tulisan atau kehidupan nyata.